ENAM BELAS

3.5K 456 18
                                        

"Yati?" ujar Rukiman kaget.

Ketika ia sampai dapur, ia terperanjat, hampir saja ia menjatuhkan gelasnya.

Rupanya, Yati yang berdiri di ambang jendela dapur yang menghadap ke pantai.

"Yati, kau mengagetkanku?" ujarnya seraya mengisi gelasnya dengan air. Yati masih membelakang.

"Belum tidur?"

"Belum, Tuan." Yati pun berbalik badan menghadap padanya. Tiba-tiba saja terbelalak mata Rukiman.

"Kau, kau Yati, kan?" Rukiman mencoba memastikan, sebab dari belakang tampak Yati tapi setelah menghadap sangat berbeda.

"Ah, iya, Tuan, ada apakah?"

"Ah, tidak, soalnya kamu tampak berbeda malam ini."

"Beda bagaimana, Tuan?"

"Kamu, kamu cantik sekali malam ini, saya pangling lho."

"Tidak, Tuan, saya tidak cantik. Maaf, tidak seharusnya saya berias. Saya hanya seorang kuli."

"Hei, apa yang kau katakan. Semua wanita memang sudah fitrahnya berias. Teruslah seperti itu, jangan kau sembunyikan kecantikanmu itu."

"Terima kasih, Tuan."

Rukiman kembali ke kamarnya. Ketika mencoba memejamkan matanya, namun ia takdapat tidur.

Cepat ia bangun dan meminum air yang ia bawa dari dapur. Hampir ia tak percaya jika pembantunya itu menyimpan sebuah kecantikan yang takdapat ia lupakan.

"Tubuh bohai dan seksi begitu, sangat sayang jika diabaikan," batin Rukiman. Dilihatnya Nursam, meski masih muda, namun auranya sudah kurang menarik. Maklumlah sudah empat kali melahirkan, empat kali urat putus.

Peluh dahinya jatuh ke pelipisnya. Dadanya bergemuruh dan gugup. Ia merasakan sesuatu getaran hebat di dadanya.

"Apakah aku jatuh cinta?"

***

Keesokan harinya, pagi sekali Nursam dan Yudi berangkat. Rukiman berdiri di dermaga mengantar keberangkatan mereka.

"Tidak usah buru-buru, Dik, jika dalam tiga hari kamu belum bisa pulang maka tetaplah di sana. Biar Yudi yang pulang sendirian."

"Baiklah, Bang. Kami berangkat, jaga diri Abang."

"Jangan khawatirkan Abang, kalianlah yang harus berhati-hati. Semoga selamat sampai tujuan. Yudi tolong jaga istriku!"

"Baik, Tuan." Mereka pun berpisah.

Peluit kapal berbunyi pertanda keberangkatan dimulai. Nursam dan Yudi berdiri di haluan. Nursam melambai tangan kepada suaminya Mereka saling melambai perpisahan.

Seiring kapal berjalan dan keberadaan suaminya semakin jauh dari matanya, tiba-tiba saja ada firasat tidak enak di hati Nursam.

Mungkin hanya perasaanku, karena terlalu gugup untuk pulang. Semoga saja benar apa yang dikatakan Ibu dalam surat, kalau Bapak benar-benar telah memaafkanku.

Rukiman kembali ke rumah. Ketika sampai, kedai masih tutup. Ia bertanya-tanya kemana Yati? Apa yang dikerjakan wanita itu hingga tak melakukan tugasnya membuka kedai.

Ia pun cepat menaiki tangga rumah. Dipanggil-panggilnya Yati tak menyahut. Ketika ia melewati kamar mandi, ia mendengar suara serak-serak basah menyanyi dengan syahdunya. Diintipnyalah dari lubang. Seketika itu juga matanya terbelalak, beberapa kali ia menelan ludah. Cepat ia masuk ke dalam kamarnya. Tak sanggup jika lama-lama menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya.

Bersambung...

KARINDANGAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang