Usman pingsan. Nursam menjerit ketakutan dan terus memanggil Usman agar sadar. Dalam setengah sadar Usman berusaha mengangkat tangannya dan lirih memanggil Nursam.
Yanto memerintahkan nahkoda itu untuk berhenti. Tanpa ambil pusing, nahkoda pun menghentikan kapalnya tepat di samping speed boat merah milik Yanto.
Yanto memerintah anak buahnya memasukkan Nursam ke speed boat namun, tiba-tiba datanglah dari belakang kapal sekumpulan orang, yang tak lain Daud, Yudi, dan empat orang polisi.
Yanto dan anak buahnya pun berhasil diringkus.
Nursam berlari ke arah Usman yang kolaps.
"Tuan?" Nursam membalik Usman yang tertelungkup dan direbahkannya kepala Usman di pangkuannya.
"Tuan, bangunlah! Kumohon!" Nursam menepuk-nepuk pipi Usman. Ia menangis.
Daud terkejut yang melihat wajah lelaki yang kolaps itu. Ternyata sahabatnya. Satu angkatan pesantrennya dulu.
"Usman?" ujar Daud. Lalu memeriksa keadaan Usman. Untungnya tak lama kemudian Usman pun sadar.
"Tidak apa, Sahabat," jawab Usman seraya membangunkan dirinya. Nursam masih sesenggukan menangis di sampingnya.
"Jangan menangis, Abang baik-baik saja, Nursam," ujarnya menyapu pipi Nursam yang basah. Nursam pun menghambur ke pelukannya.
Daud dan Yudi saling pandang. Mereka merasa sedikit tidak enak menyaksikan dua manusia yang saling jatuh cinta itu.
"Oyah, ngomong-ngomong bagaimana kalian bisa ada di sini?" ujar Usman. Daud pun menceritakan secara singkat.
Setelah penjelasan selesai, mereka pun memutuskan untuk segera naik speed boat putih yang Daud sewa dari Ulin. Sementara Yanto dan anak buahnya diringkus, dibawa oleh polisi dengan speed boat merah.
...
Tibalah waktunya, Daud dan teman-temannya merukiah Nursam. Nursam diajarkan oleh Tuti berwudu, sebab selama ini Nursam belum pernah yang namanya berwudu apalagi salat.
Perlahan Tuti mengajarinya, akhirnya ia pun bisa. Namun, ada yang aneh dalam dirinya. Ketika mulai menyentuh air wudu, tubuhnya seakan terbakar. Ia pun berteriak kesakitan seolah air keran itu adalah air mendidih. Nursam merasa kulitnya melepuh.
"Teruskan!" ujar Tuti yang tahu bahwa itu adalah pengaruh jahat dalam tubuh Nursam yang sudah bersarang lama.
Akhirnya, Nursam pun berhasil melewati rintangan itu. Tuti memakaikan mukena polos padanya lalu ia pun dibawa ke surau.
Di surau tampak Daud sudah menunggu dan dikelilingi oleh sepuluh orang. Semua bergamis putih dan berkopiah. Sedangkan Daud dan Usman duduk bersebelahan-juga mengenakan gamis putih tetapi kepalanya berbolang, Daud berbolang putih dan Usman berbolang hijau.
"Usman, seperti yang kukatakan, jin yang ada dalam tubuh Nursam adalah seorang Dewi Ular. Berhati-hatilah!"
"Baik. Bismillahitawakkalallalah."
Tak lama kemudian, datanglah Tuti membawa Nursam dari belakang. Tuti membimbing Nursam untuk duduk di tengah.
Sementara di rumah Rukiman telah sunyi. Rukiman baru saja menyelesaikan mandi malamnya.
Kamar yang biasanya ia gunakan tidur dengan Nursam kini beralih menjadi kuasa Yati.
Malam itu, Yati berpenampilan sangat sexy sekali. Ia mengenakan lingeri berwarna merah dan bersolek amat cantik.
Untuk merayakan kemerdekaannya karena telah berhasil menendang madu tua, ia pun hendak memberikan pelayanan maksimal untuk suaminya.
Yati telah siap. Tak lupa ia oleskan minyak peletnya di beberapa bagian penting wanita. Gunanya agar suaminya itu makin tunduk.
Rukiman menyanyi kecil dari dapur menuju kamarnya. Seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil, ia pun tersenyum-senyum seolah hendak merayakan kebebasannya juga.
Ketika ia membuka pintu, Yati telah siap berebah sexy di atas kasur. Terbelalaklah mata Rukiman.
"Kemarilah, Kakanda!" ujar Yati serak-serak basah. Bibir penuhnya yang merah merona itu bergaya cium jauh, lalu mengkerlingkan mata genitnya. Rukiman pun menelan ludah menyaksikan itu. Mendekatlah ia hanya dengan berhanduk di pinggang, badannya masih lembab sehabis mandi.
Betapa senangnya hati Rukiman saat itu. Di atas tubuh Yati, ia mulai menggerayami.
"Cantik sekali kau, Dek, bohai lagi," ujarnya merayu Yati sebagai kata-kata manis foreplay. Yati tersenyum saja.
Ketika tangannya meremas buah dada Yati yang menyembul dan besar itu seperti buah kelapa, awalnya Rukiman menikmati. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu aneh.
"Dek, kok nenennya ngelewer?" Rukiman mengucek-ngucek matanya.
"Maksud, Abang?" sahut Yati. Namun, kini bukan suara Yati yang serak-serak basah lagi. Melainkan seperti suara nenek. Tersadar akan hal itu, Rukiman pun mengangkat kepalanya ke wajah Yati.
"Aaaaaaaa!" Rukiman sontak meloncat dari ranjang.
"Si-si-siapa kau?" seraya menunjuk Yati.
"Aku istrimu, Bang."
"Tidak, tidak, istriku Yati cantik, bukan Nenek-nenek tua sepertimu."
"Bang...?" Yati turun dari ranjang mendekati Rukiman yang tersandar di pintu, namun Rukiman lebih dulu membuka pintu dan berlari keluar dari rumah itu.
"Hahaha, enyahlah Rukiman. Pergilah sejauh mungkin!" Dalam gelak tawanya di depan cermin, dirabanya wajahnya yang keriput. Wajah yang terpantul di cermin-keriput, hitam, gigi pun hitam-bak mak lampir itulah wajah sesungguhnya.
Selama ini, ia dapat berpenampilan menggoda dan cantik karena memiliki ilmu hitam dalam dirinya.
Sejenak kemudian, tiba-tiba ia mencium aroma tak sedap. Sebuah bau yang tak asing baginya-amis dan menyengat penciumannya. Angin mendesau menyibak-nyibak tirai jendelanya. Seperti angin hendak hujan, namun itu bukanlah angin alam melainkan adanya sosok jin yang tiba-tiba datang.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
KARINDANGAN
Tiểu Thuyết Chung~Wattys Winner 2021 Kategori Horror~ Nursam hampir bunuh diri dengan apa yang menimpa dirinya. Ia sungguh tak menyangka jika suami yang sangat dicintainya ternyata menipunya belaka. Dia dipelet dan keempat anaknya meninggal tak wajar. The Best Rank...