SEMBILAN BELAS

3.4K 510 14
                                        

"Pak Guru?!" Seorang murid laki-laki tiba-tiba datang-kurus, seragamnya urakan, dan rambutnya berminyak-terengah-engah di ambang pintu.

"Ada apa Didi?"

"Tiwi, Pak, kesurupan lagi!"

"Lagi?" ujar gurunya bernama Saleh itu. Lelaki berbaju batik korpri itu menghela napas panjang. Kepada Didi, ia suruh kembali ke kelas.

"Siapa Tiwi?" tanya Daud kepada Saleh.

"Anak muridku kelas tujuh, dua bulan ini sering kesurupan. Katanya bisa melihat hal-hal mistis semenjak datang berkemah di gunung. Yang menyusahkan itu kalo dia kesurupan, kaya teman kita dulu, kamu masih ingat, kan Si Nurul?" terang Saleh.

Daud membeliak. Tentu ia tak lupa dengan sosok Nurul yang kerap dibuli teman-temannya lantaran sering bersikap aneh.

"Huh, mana Ustaz Salim sedang ke luar kota lagi," ujar Saleh sembari beranjak.

"Sebentar, ya, Bro, aku ke kelas dulu," kata Saleh lalu keluar sembari mendecap. Saleh bingung jika takada Ustaz Salim yang mengajar agama di sekolah itu. Selama ini, Ustaz Salimlah yang selalu menghentikan kesurupan Tiwi.

Daud mengangguk dan membiarkan temannya yang gempal itu berjalan menuju kelas.

Tinggallah ia sendiri di ruangan itu. Agar tidak bosan menunggu, dibukanyalah salah satu buku milik Saleh. Belum lama ia terbawa arus baca, tiba-tiba datanglah Didi kemudian.

"Om Daud, kata Pak Saleh segera ke kelas, tolongin Tiwi." Mendengar temannya meminta tolong, langsung saja ia beranjak. Daud berlari mengikuti Didi yang berbelok ke kanan dari ruang guru menuju koridor panjang.

Sesampai di kelas tujuh yang berada di ujung koridor, dilihatnya banyak ibu-ibu dan anak-anak menyaksikan di ambang pintu berjejal. Didi terus berlari menunjuk ke arah kerumunan kelas yang ricuh itu.

"Minggir, beri jalan! Om Ustaz mau lewat," katanya. Mereka yang berjejal di ambang pintu menyingkir memberi jalan.

Masuklah Daud. Sungguh terkejut ia dengan keadaan kelas itu, semua berantakan. Meja guru terpelanting ke papan tulis yang rebah ke dinding. Kursi dan meja belajar berserakan di mana-mana. Daud mengedarkan pandangannya, di dekat papan tulis ada Saleh tersandar duduk menahan perutnya. Banyak beling berhamburan di dekat Saleh. Lelaki brewok itu menunjuk ke atas plafon. Daud pun menengadah ke atas. Sontak ia mengucap istifar karena terkejut.

Tiwi-murid yang dimaksud-telah bergelayut seperti cicak di atas plafon. Rambut panjangnya terurai ke bawah, giginya hitam berdarah, matanya merah, wajahnya pun turut hitam. Sesekali giginya terdengar gemeletuk dan mendesis.

"Bismillahirrahmanirrahim," Daud mulai membaca ayat kursinya.

Belum selesai bacaan Daud, Tiwi meraung dan berbalik bergelayut turun di dinding ke arah Daud. Daud terhenti bacaannya. Tiwi tampak marah, matanya menyala melotot ke arah Daud. Tiwi merangkak mendekat arah Daud. 

Daud mundur perlahan dan meminta Didi keluar menutup pintunya. Keluarlah Didi, kini tinggal ia, Tiwi yang kerasukan, dan Saleh yang perlahan berjalan ke belakang Daud.

Tiwi yang merangkak mendekati Daud ancang-acang hendak menyerang. Daud sendiri memegang tasbih dan membaca ayat kursi lagi.

Semakin lama semakin nyaring bacaan Daud, Tiwi melambung-lambungkan badannya yang posisinya seperti buaya itu hingga pecah lantai keramik.

Ia seolah bersiap terbang ke arah Daud. Dan ... terbanglah seketika itu seperti menyeludupkan kepalanya ke perut Daud. Namun, Tiwi tertahan bersamaan saat Daud membaca, "Wasi'a kursiyyuhussamaawaati wal ardha. Wa laa ya udhuu hifzhuhumaa wahuwal'aliyyul azhiim." Tiwi meraung kesakitan, mulutnya menganga, terlihat giginya penuh darah, bibirnya hitam, matanya merah. Kedua tangannya tak bergerak dalam posisi hendak mencengkram Daud.

"Allahu Akbar!" Gedebuk tubuh Tiwi terjatuh ke lantai. Kini ia kesakitan menggeliat-geliat di lantai. Daud memerintahkan kepada Jin yang merasuki Tiwi untuk duduk. Jin itu pun menurut. Ia duduk bersila menghadap Daud.

"Siapa engkau wahai datu?" tanya Daud.

"Penguasa air," ujarnya. Suara yang serak menakutkan. Matanya berpejam.

"Air di mana?"

"Jauh."

"Siapa menyuruhmu?"

"Dajjal."

"Mengapa kau berada di tubuh anak ini?"

"Karena dia dingin. Hatinya kosong namun penuh kebencian."

"Apa tujuanmu?"

"Aku ingin menyesatkan umat Rasulullah."

"Kau tak kan bisa karena umat Rasulullah telah dibekali petunjuk Al-Quran."

"Ya, aku tahu."

"Pergilah kamu sekarang, jangan pernah ganggu anak ini lagi. Kau mengerti?"

"Hmmm," ujar Jin itu mengangguk.

"Maukah kau kubimbing bersahadat?"

"Mau."

"Baiklah. Ikuti aku!" Daud pun membaca sahadat. Jin yang masih dalam tubuh Tiwi mengikuti perlahan.

"Sekarang pergilah ke asalmu!" Daud meletakkan tangannya di atas kepala Tiwi dan membaca ayat. Tiba-tiba keluar jin tersebut. Ia keluar dari tubuh Tiwi melalui belakang.

Daud melihat sosok yang keluar itu seorang wanita menangis. Namun, hanya sekilas, sosok itu pergi.

Sepertinya aku kenal wanita itu? batinnya.

KARINDANGAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang