"Praaanggsss!" Lemari penyimpanan benda antik milik Sadikin pecah karena Dewi Ular marah. Sadikin masih dalam sembahnya.
"Ampun Nyai, ampun!" ujarnya ketakutan.
"Aku lapar, aku mau bayi dari keturunanmu."
"Saya akan berusaha Nyai, Nursam tengah mengandung anak ke limanya, bukan?"
"Tetapi dia telah pergi dari Ulin, menantu sialanmu itu telah mengusirnya."
"Ampun, Nyai."
"Kesempatanmu tinggal sekali, segera temukan Nursam!"
"Siap, 86!"
Setelah Dewi Ular itu menghilang dari hadapannya, Sadikin langsung pergi ke rumah Yanto. Orang yang dibayar mencari anaknya itu.
"Kebetulan kau datang, anak buahku telah berhasil menemukan keberadaannya."
"Dimana?" ujarnya tak sabar.
"Tanjung Selayer." Sontak Sadikin terkejut mendengar daerah itu. Bagaimana tidak terkejut kalau daerah itu sering ia kunjungi untuk sekadar main-main dengan wanita cantik.
"Berdasarkan informasi, anakmu dijual oleh mantan menantumu itu."
"Kurang ajar!" Sadikin menghentak genggamnya di meja. Untung meja tamu Yanto itu terbuat dari kayu, coba kalau kaca pasti pecah.
"Jangan sampai anakku masuk ke dalam lingkaran itu, karena dia tengah mengandung."
"Tenanglah, aku telah mengatur strategi pergi ke sana untuk menemukan anakmu."
***
Selain, Yanto dan anak buahnya, Yudi bersama Daud siap berangkat di hari yang sama. Hari itu juga.
Keberangkatan mereka mungkin sampai esok pagi jika menggunakan kapal kayu, namun jika menggunakan speed boat, tembus malam hari.
Speed boat dua kubu itu meluncur dengan waktu bersamaan. Hanya kedua berbeda daerah. Satunya dari Ulin, satunya dari Gandang.
Sementara Usman, telah menyiapkan kapal sore itu. Ia menyewa kapal kayu di perkampungannya. Sedangkan di pelabuhan, Mahmud dan anak buahnya berpencar mencari Nursam.
"Nek, kapal sudah siap."
"Alhamdulillah, lalu kapan kalian berangkat?"
"Sore ini juga, Nek, saat magrib, agar orang-orang suruhan Mahmud istirahat saat adzan,"
"Ya Allah, ampuni kami. Terpaksa melakukan ini demi nyawa wanita malang itu," ujar neneknya.
"Berarti kalian punya waktu satu jam lagi. Ayo cepat bersiap!"
"Baik, Nek. Oyah, di mana Mbak Nursam?"
"Lagi menimba air di belakang." Usman pun bergegas ke belakang untuk mengabarkan kepada Nursam.
Di belakang rumah itu ada sumur. Neneknya biasanya menimba air setiap sore. Nursam bermaksud membantunya.
"Mbak?" panggil Usman. Ketika di belakang, di sumur tidak ada Nursam.
"Mbaaakkk?" Usman mengeraskan panggilannya. Ke kanan-ke kiri ia menoleh mencari keberadaan Nursam tetapi takada.
"Nek, katanya di belakang tapi kok enggak ada?"
"Ah, masa?" neneknya pun turut ke belakang.
"Di mana anak itu?" gumam wanita tua itu.
"Jangan-jangan dia diculik, Nek?" bergegas mereka berpencar mencari Nursam.
Usman ke samping rumah sebelah kanan, dan neneknya ke samping sebelah kiri.
Tak jauh kemudian, Usman mendengar rintihan wanita di atas kepalanya, ia pun menengadah.
.....

KAMU SEDANG MEMBACA
KARINDANGAN
Ficção Geral~Wattys Winner 2021 Kategori Horror~ Nursam hampir bunuh diri dengan apa yang menimpa dirinya. Ia sungguh tak menyangka jika suami yang sangat dicintainya ternyata menipunya belaka. Dia dipelet dan keempat anaknya meninggal tak wajar. The Best Rank...