"Soal dia, biar aku yang urus! Sekarang aku tanya padamu, apakah kau bersedia menikah denganku, hidup bersamaku, menjadikanku sebagai bumi pijakmu?"
"Benarkah hubungan kita ini tidak apa-apa?"
"Percayalah Yati! Kau bersedia, kan?" Yati masih tampak berpikir.
"Tapi, Bang, bagaimana dengan Nyonya Nurul?"
"Sudah kubilang, itu urusanku. Urusanmu cukup menerimaku, itu saja. Semua akan beres, kau akan jadi ratuku, Yati." Mendengar itu, Yati tersenyum dan mengangguk.
Rukiman berlonjak kegirangan. Sanking bahagianya ia langsung memeluk Yati. Tidak cukup hanya itu, ia pun hendak mencium bibir Yati, namun ditepis. Yati bukanlah Nursam yang mudah ditaklukan Rukiman. Ia takmau sembarang menyerahkan dirinya jika belum ada ikatan.
"Nikahilah aku dulu, Bang!"
"Itu pasti, jika kita menikah maka aku pun cepat...." Rukiman terhenti sejenak menatap Yati, "menikmatimu," ujarnya dalam hati, lalu melanjutkan kata-katanya, "cepat aku melihatmu berias lagi selayaknya wanita, hehe."
Begitulah sifat Rukiman yang sudah diperdaya iblis. Ia telah disiasti nafsu birahinya.
Dikiranya Yati hanyalah perempuan polos yang oke-oke saja, namun siapa sangka, di dalam hatinya pun tersimpan segala rencana keburukannya.
"Hahaha, akhirnya kena juga kau peletku. Diam-diam sudah kuoleskan minyak di perkakas tempat makan itu," ujarnya dalam hati.
Tuhan tidak pernah ingkar atas firman-Nya, jika wanita baik untuk lelaki baik, dan wanita buruk untuk lelaki buruk pula. Itulah mereka, dipertemukan dalam siasat keburukan masing-masing. Jika keduanya bersatu maka besarlah pula kejahatan yang akan terjadi. Yang paling akan merasakan penderitaan adalah istri tertuanya.
Hari itu juga mereka tidak buka kedai melainkan pergi ke kota untuk menghadap Tuan Qadhi. Jika mereka menikah di Kampung Ulin maka tidak sah karena harus menggunakan nama palsu.
Di perjalanan menuju kota, Rukiman menceritakan semuanya kepada Yati tentang masa lalunya.
"Jadi, nama Abang Rukiman, bukan Tomi? Dan Nyonya sendiri namanya Nursam?"
"Benar, Yati sayang," ujar Rukiman. Yati tersenyum tipis. Ada lagi rencana busuknya dalam hati setelah mengetahui cerita itu. Dirancang dan disusunnyalah rencana selanjutnya. Tentu saja setelah menikah nanti.
Hari itu berjalan dengan lancar, akhirnya Rukiman dan Yati menikah. Tampak wajah kedua insan itu bahagia. Raut wajah masing-masing memamerkan rona yang takdapat disimpan. Yang di dalam hati biarkan saja menjadi rahasia.
Yati yang menaklukan Rukiman, sedang Rukiman yang menaklukan Nursam. Begitulah selanjutnya cerita ini. Penulis rasanya tak sanggup jika harus menceritakan bagaimana nasib Nursam akan datang?
***
Nursam gelisah sepanjang malam, di dalam kapal orang-orang sudah terlelap. Semua orang tampak meringkuk kedinginan. Ada yang berselimut dengan sarung, behelai, selimut tebal yang mereka bawa masing-masing. Ada satu bayi dan beberapa balita pulas dalam dekapan ibunya. Yudi yang berada tak jauh darinya, juga bersender, berselimut dengan sarung, juga sudah terlelap.
Untuk membujuk hatinya yang terus gelisah, Nursam pun naik ke atas gerbong kapal kayu yang ditumpanginya. Pelan ia naiki tangga karena angin malam begitu kencang. Tidak seharusnya penumpang naik ke atas gerbong itu karena sangat berbahaya, namun Nursam hendak menyamankan hatinya.
Duduklah ia seorang diri, di tengah-tengah gerbong. Matanya melihat situasi malam di tengah laut. Kebetulan malam itu bulan purnama. Dipandanginya bulan dan bintang di tengah laut bertemankan ombak yang membuat tubuhnya terayun-ayun di atas kapal itu.
Tiba-tiba saja pikirannya tertuju kepada suaminya. Ada kerinduan yang menyelinap di hatinya. Padahal seharusnya kerinduan itu tertuju kepada orang tuanya yang sudah lima tahun tak bertemu. Namun, merasakan dinginnya malam, ia teringat akan suaminya yang tidur selalu minta dipeluk. Bibirnya tersenyum jika teringat akan kemanjaan suaminya itu. Ia berdoa semoga suaminya tidak kedinginan. Kemarin malam, ia berpesan kepada Yati menyiapkan selimut tebal untuk suaminya.
Doa Nursam bersambut, suaminya memang benar-benar tidak kedinginan lagi. Bukan karena selimut tebal yang ia pinta melainkan kehangatan dari sang pembantunya.
Bersamaan atas kerinduan Nursam di atas gerbong, saat itu pula suaminya dan Yati bermadu kasih. Di rumahnya, di kamarnya. Malang.
***
Saat yang bersamaan pula, malam itu, di jauh tempat yang tak terjangkau oleh Nursam. Antara laut dan darat yang terpisahkan. Seorang lelaki berkopiah hitam duduk di sajadah dengan memegang mushaf. Terlantunkan ayat suci menggema di rumah itu. Bukan pula rumahnya melainkan rumah bibinya. Setelah beberapa lembar dibacanya, ia pun mengakhiri bacaan. Mushaf dikatupnya, dicium, dan dijunjungnya lalu diletakkannya di nakas dekat tempat tidurnya. Sajadah masih terbentang dan tasbihnya di sana.
Setelah selesai salat isya, ia pun menutup tirai jendela yang terbuka. Dilihatnya sejenak purnama yang menyinari malam itu tampak indah di sela-sela ranting pepohonan. Kampung Gandang memang masih begitu akrab dengan hutan lebat, suara jankrik bersahutan jika sudah malam.
Ia merebahkan tubuhnya sembari mulutnya berzikir lirih. Tatapannya nanar ke atas langit-langit kamar itu. Tiba-tiba ia teringat akan kejadian tadi siang. Apa yang ia lihat benar-benar membawanya lagi kepada masa lalu. Masa ia berusia remaja.
Ia adalah Daud. Seorang pemuda dengan wajah menawan. Berperawakan tinggi. Ia tidak terlalu gemuk, juga tidak terlalu kurus. Wajahnya putih bersih. Ia selalu orang yang murah senyum dan bicaranya lembut.
Ia seorang santri salaf. Lulusan pesantren salafiah di salah satu pondok terkenal di Kalimantan Selatan.
"Ya Allah, di mana pun dia berada, tolong lindungilah." Daud bergumam lirih.
Bersambung...
![](https://img.wattpad.com/cover/233190473-288-k567600.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KARINDANGAN
Genel Kurgu~Wattys Winner 2021 Kategori Horror~ Nursam hampir bunuh diri dengan apa yang menimpa dirinya. Ia sungguh tak menyangka jika suami yang sangat dicintainya ternyata menipunya belaka. Dia dipelet dan keempat anaknya meninggal tak wajar. The Best Rank...