Sore itu, sebelum senja menyemburat, cahaya mentari masih menembus tajam di pentelasi rumah. Angin mengembus menerpa wajah Nursam yang sedari tadi termenung menghadap jendela memikirkan nasibnya.
Sudah empat kali ia melahirkan selalu saja anaknya meninggal dengan kejadian yang berulang.
Keterangan dari dokter pun juga sama yaitu anaknya meninggal karena penyumbatan aliran darah sehingga tubuhnya biru seperti memar. Namun, Nursam menganggap lain.
Nursam merasa bahwa rumah yang ditempatinya memang tidak baik sejak pertama kali. Riwayat rumah yang ditempatinya itulah yang menjadi alasan kuatnya.
Lagi-lagi sesak dadanya. Tangisnya pun pecah setiap kali teringat hal aneh menimpa dirinya.
Kejadian yang sama bermula dari anaknya menangis di waktu senja, lalu melihat sosok bayangan putih wanita berambut panjang, kemudian berganti dengan kedatangan suaminya. Semua itu terjadi berulang sama persis.
Nursam selalu merasakan kejanggalan di rumah itu. Mengapa seperti ada sesuatu yang aneh? Namun, setiap kali ia membahas kepada suaminya tentang keanehan-keanehan yang ia alami, suaminya tidak percaya. Ketakutan karena dihantui sosok bayangan wanita berambut panjang itu membuatnya tak sanggup lagi. Setiap kali suaminya tak ada di rumah, ia selalu dihantui.
Ia pernah mendengar Ibu-ibu membicarakan Bu Tuti pemilik kontrakan rumah terbanyak di kampung Ulin itu menganut ilmu pesugihan. Ia sempat diwanti-wanti untuk waspada tinggal di rumah angker itu. Selama ini, orang-orang tidak ada yang berani tinggal di rumah itu. Awalnya, Nursam tidak menggubris karena takut jadi fitnah. Namun, kejadian yang menimpanya berulang kali membuat dirinya berpikir ulang, kalau-kalau gosip itu benar?
Lagipula, memang benar, Bu Tuti itu banyak sekali memiliki kontrakan. Dia sugih. Bisa jadi, rumah ini sengaja digratiskan supaya orang mau tinggal tapi dibalik itu justru menjadi tumbalnya?
Pikiran Nursam sudah berspekulasi ke mana-mana. Ia pun bertekad untuk pindah. Itulah cara yang bisa ia lakukan, pikirnya.
"Bagaimana kalau kita pindah saja, Bang?"
"Kenapa, sih, Dik, selalu saja membahas itu lagi?"
"Bang, sudah empat kali aku kehilangan anak. Bisa gila lama-lama aku, Bang."
"Dik, rumah ini tidak bersalah. Umur kita tidak ada yang tahu. Anak-anak kita meniggal karena sudah waktunya."
"Kok Abang gampang sekali ngomong begitu. Aku yang melahirkan Bang. Tahu rasanya sakit kehilangan anak begitu dalam." Nursam menghela napas.
"Lagi pula, kita bukan orang perantau baru yang membutuhkan rumah bekas, kita bisa membeli rumah. Lalu, kenapa Abang tetap saja mempertahankan rumah ini, heran!"
"Sudahlah, Nursam! Daripada kau terus bersedih hati, sebaiknya kau bantu Yudi di kedai. Kita ini kekurangan tenaga bantu sekarang."
Lagi-lagi ia kembali lemah. Setiap kali ia merasakan keberanian protes, tiba-tiba saja ia kembali menurut apa yang dikatakan suaminya. Sementara, batinnya terus menangis dengan keadaan yang menimpanya.
Anaknya selalu meninggal setelah 40 hari. Hingga sampai saat itu pula, ia belum diizinkan bertemu kedua orang tuanya.
Tak terasa pernikahannya telah mencapai lima tahun.
Apa yang kulakukan sebenarnya? batinnya.
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
KARINDANGAN
Genel Kurgu~Wattys Winner 2021 Kategori Horror~ Nursam hampir bunuh diri dengan apa yang menimpa dirinya. Ia sungguh tak menyangka jika suami yang sangat dicintainya ternyata menipunya belaka. Dia dipelet dan keempat anaknya meninggal tak wajar. The Best Rank...