Di dalam jamban, Nursam tidak buang air besar melainkan berpikir cari solusi.
Diintipnya pria itu masih menunggunya di luar. Ia mencari-cari cara. Ia tertegun pada kakinya, lantai jamban yang ia pijak rupanya ada yang lepas pakunya.
Tiba-tiba, muncul idenya. Tuhan Maha Penolong. Ditariknya lantai itu dengan keras, terbukalah. Ia turun dari lubang jamban itu dengan bergelesot pada tiang yang menancap pada lumpur.
Kala itu, air sedang surut dan keruh. Nursam pun berenang menuju hulu. Jika ia berenang ke hilir, bisa-bisa kepergok Mahmud.
Nursam terus berenang sesekali mengambil napas ke permukaan lalu berenang lagi.
Dari jarak dua puluh meter, ada tambatan perahu. Tiga buah perahu diesel berbaris-warnanya merah, kuning, hijau, di langit yang biru.
Pelabuhan kayu yang ia tinggalkan telah jauh darinya. Ia pun menepi.
Basah kuyup badannya. Meski tubuhnya lemah, ia mencoba naik ke tebing untuk meminta pertolongan.
Saat yang bersamaan, Mahmud berteriak histeris melihat lantai jamban terbuka. Ia pun lekas meminta anak buahnya mencari Nursam.
Baru saja Nursam hendak ke tebing terdengar beberapa orang mencarinya. Ia pun tetap berada di bawah.
"Di mana wanita sialan itu?!" ujar salah satu anak buah Mahmud.
Mendengar ada langkah kaki menuju tebing, Nursam kagok, ia bingung harus berbuat apa.
Tiba-tiba ada yang menarik lengannya dan menutup mulutnya, mendekapnya bersembunyi di balik gundukan tanah yang besar.
Nursam menoleh kepada orang itu, ternyata seorang pria dengan gamis putih dan kepala berbolang hijau. Pria itu mengisyaratkan Nursam untuk tetap diam.
Untuk pertama kali, ia terpana pada satu wajah yang bening dan tampan itu.
Pria itu menatap Nursam sembari memperhatikan situasi. Setelah merasa aman, suruhan Mahmud itu pergi, barulah ia melepaskan dekapannya.
"Maaf," ujarnya.
"Tidak apa, Tuan. Terima kasih telah menolong saya."
"Panggil saja saya Usman. Anda?"
"Saya Nursam."
"Baiklah, Mbak Nursam ikut saya!"
"Kemana?"
"Yang jelas Mbak harus bersembunyi di tempat yang lebih aman karena orang-orang itu bisa datang lagi."
Pria bernama Usman itu melepas tali perahunya yang berwarna hijau. Ia membimbing Nursam naik ke perahunya. Setelah itu, dihidupakannya mesin dieselnya dan pergilah ia membawa Nursam dari tambatan perahu itu menuju ke hulu.
Usman membawanya ke sebuah perkampungan di pinggir sungai. Di sana ada rumah neneknya.
Sebuah rumah apung Kalimantan. Nursam diberi pakaian dan diberi makan.
"Apa yang membuat Mbak sampai di kampung ini?" tanya lelaki berbolang itu kepadanya. Matanya sembab karena air matanya terus jatuh.
Kesedihan begitu dalam sampai isaknya menyekak kalimatnya, tertahan begitu kuat di tenggorokannya. Ia tetap paksakan menjawab pertanyaan itu kepada orang yang telah menolongnya.
"Suamiku..." ujarnya sesenggukan. Lalu, ia berusaha mengatur napas untuk melanjutkan kalimatnya.
"Suamikulah yang tega melakukan ini. Sungguh tak kusangka jika selama ini ia memperdayaku. Dia juga tega memadukanku dan memerlakukanku tak adil. Hingga akhirnya, aku berada di daerah ini, yang sama sekali aku tidak tahu. Dia telah menjualku."
"Astaghfirullahaldzim." Lelaki itu seolah serempak dengan neneknya mengucap istifar.
"Bisakah Mbak ceritakan terlebih dahulu bagaimana kronologisnya?" Nursam mengangguk. Ia siap menceritakan segalanya dengan mengatur napas terlebih dahulu.
"Lima tahun yang lalu...." Ujarnya. Nursam pun menceritakan dari awal hubungannya dengan Rukiman dan juga tentang bapaknya hingga akhirnya ia berada di daerah itu.
Nursam hendak menghentikan perbuatan bapaknya dan juga Rukiman.
"Saya punya seorang teman yang mungkin membantu Mbak."
"Benarkah, kalau begitu tolong antar saya kepadanya."
"Tetapi, dia takada di sini."
"Lalu, di mana?"
"Di tempat Mbak." Nursam terperanjat.
"Tidak, aku tidak mau kembali ke Ulin lagi." Ia takut jika harus bertemu Rukiman lagi.
"Hanya ada satu cara, besok kita berangkat dengan menyewa kapal lalu keluar dari daerah ini kalau tidak lambat laun orang-orang suruhan Tuman pasti segera menemukan keberadaan Mbak."
"Tapi kenapa harus ke Ulin?"
"Tenanglah Mbak, kita sampai di Ulin kira-kira subuh jam tiga. Tidak ada orang yang tau kedatangan kita."
"Kalau begitu baiklah."
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
KARINDANGAN
Ficción General~Wattys Winner 2021 Kategori Horror~ Nursam hampir bunuh diri dengan apa yang menimpa dirinya. Ia sungguh tak menyangka jika suami yang sangat dicintainya ternyata menipunya belaka. Dia dipelet dan keempat anaknya meninggal tak wajar. The Best Rank...