Hermansun berjalan mengikuti Mbah Sutah. Situasi malam itu sedikit berbeda dari biasanya, angin bertiup sepoi-sepoi. Dingin menyusup ke rongga-rongga dada, mungkin karena harinya baru saja reda dari hujan.
Setelah tiga ratus meter, Mbah Sutah berhenti. Tepat di depan sebuah pohon besar. Pohon itu adalah pohon kariwaya.
Konon pohon kariwaya sangat disenangi para hantu bertengger di dahannya. Mbah Sutah menyorot sinternya ke atas pohon kariwaya yang cukup tinggi itu. Tampak beberapa sosok astral sudah duduk di dahan-dahan pohon itu. Ada Kuntilanak, Wewe Gombel, Pocong, dan sosok lainnya.
Mbah Sutah menyuruh Hermansun mengumpulkan ranting dan daun kering untuk membuat api unggun. Hermansun yang sudah dalam kendali Mbah Suitah mematuhi segala perintahnya.
Mbah Sutah menghidupkan api unggun di depan Hermansun. Meski kayu dan rumput kering agak basah habis hujan tapi ia menumpahkan minyak gas begitu banyak sehingga api unggun pun menyala.
"Pejamkan matamu. Jangan buka sebelum kusuruh!"
"Baik, Mbah."
***
"Tok, tok, tok!" Pintu rumah Tuti diketuk tanpa jeda.
"Assalammualaikum?" Yudi mengucap salam sembari menggedor pintu rumah Tuti dengan begitu kerasnya. Mendengar gedoran pintu itu, yang kebetulan posisi kamar Tuti dekat ruang tamu. Wanita gempal itu pun memasang kerudungnya, lalu beranjak ke depan.
"Waalaikumsalam," ujar Tuti seraya membuka pintu.
"Yudi, kau? Ada apa ini?" Tuti yang membuka pintu amat terkejut karena Yudi datang bersama puluhan warga dengan obor masing-masing.
"Mana Daud, Bi?" tanyanya tergesa-gesa.
"Ada, sebentar saya panggilkan!" Tuti bergegas masuk ke dalam memanggil Daud.
Daud yang saat itu baru saja menyelesaikan salat tahajudnya, bergegas membuka pintu kamarnya karena dipanggil bibinya.
"Ada apa, Bi?"
"Ada Yudi dan orang-orang di luar." Daud terkesiap dan lekas keluar.
"Apa yang terjadi, Mas Yudi?"
"Mas Daud, adik saya Bilqis menghilang."
"Astaghfirulladzim, menghilang bagaimana maksudnya?"
Yudi yang terengah-engah menjelaskan kronologisnya. Saat tengah malam, ia keluar dari kamar mengambil air minum ke dapur. Namun, ia melihat pintu rumah terbuka begitu saja. Padahal seingatnya, ia sudah mengunci pintu itu sebelum tidur.
Ia mengira pasti ada maling. Ternyata bukan, takada barang satu pun yang hilang. Ia pun menutup pintu itu kembali, lalu ke dapur. Saat melewati kamar Bilqis, ia terkejut mengapa pintu kamar Bilqis terbuka lebar. Dari ambang pintu, ia melihat tidak ada Bilqis. Kelambu Bilqis juga tidak terpasang. Malah ada laptop yang masih menyala. Ia mengira adiknya pasti belum tidur dan hendak menunaikan salat tahajud.
Yudi memanggil Bilqis ke ruang wudhu di dekat dapur. Ia tak menemukan adiknya. Ia kembali ke dalam kamar Bilqis. Terus memanggil adik perempuannya itu. Kemudian, ia melihat sebuah gambar di meja Bilqis, gambaran tangan yang sangat mengerikan. Yudi juga membaca cerita pengalaman Bilqis di laptop itu.
Wajah Yudi pias, teringat masa lalu adiknya pernah sakit setahun yang lalu. Di mana Bilqis pernah menghilang selama seminggu saat naik gunung bersama teman bandnya. Dan ketika di temukan, Bilqis duduk tertidur di dalam goa. Sejak itu, Bilqis seperti orang linglung.
Bilqis tak ingat namanya dan tinggal di mana. Keterangan dari dokter, ia syok berat. Ia mendapatkan perawatan insentif dari rumah sakit. Setelah tiga bulan, ia barulah bercerita selama seminggu disekap orang aneh. Yang katanya seperti dalam kerajaan. Membawanya ke alam yang terasa sangat indah.
Laki-laki tinggi besar itu takut jika adiknya kembali seperti dulu, sempat hilang di hutan. Saat ditemukan, adiknya seperti orang linglung. Untuk setahun yang lalu, ia bawa ke ustaz yang bisa meruqiah.
"Sekarang, adikku kembali hilang. Aku takut, Daud."
"Tenangkan dirimu, Yud. Ayo kita cari ke hutan!"
Warga mengetuk kentongan ramai-ramai mencari Bilqis.
***
"Buka matamu, Hermansun!" ujar Mbah Sutah. Ketika pemuda itu membuka matanya alangkah terkejut.
"Bilqis?" Wajah Hermansun semringah. Mbah Sutah tersenyum sombong karena sudah berhasil membawa gadis itu ke hadapan muridnya.
Sejam yang lalu, Mbah Sutah membakar baju Bilqis yang ia curi saat dijemur di belakang rumah tadi siang. Mbah Sutah memanggil hantu-hantu yang ada di atas pohon itu. Mereka pun muncul di hadapan Mbah Sutah.
"Cari bau keringat dari pemilik baju ini. Bawa dia kemari!" Sekejap para hantu itu–Kuntilanak, Wewe Gombel, Tuyul, Pocong, Genderowo, dan hantu Kuyang–pergi ke rumah Bilqis.
Bilqis yang sudah tertidur pulas dalam keadaan bertelentang. Tak tahu jika ia sudah di kelilingi para hantu. Hantu Kuyang sangat senang dengan aroma darah dari Bilqis yang tengah datang bulan. Tapi sayang ia tak bisa menyentuh Bilqis karena tak berani dengan Mbah Sutah.
Para hantu itu membuat Bilqis bangun mengigau dan berjalan keluar dari rumah. Bilqis dalam keadaan terpejam tanpa alas kaki. Para hantu terus mengawal Bilqis menuju jalan ke arah di mana Mbah Sutah dan Hermansun berada. Yaitu ke bawah pohon kariwaya, tempat biasanya mereka bersemayam. Tak lama kemudian, Bilqis pun tiba di hadapan Mbah Sutah.
"Malam ini buat dia jadi milikmu, Hermansun. Tunggu apa lagi? Lakukan sekarang!"
Hermansun paham atas apa yang dikatakan gurunya itu. Tiba-tiba saja hasratnya menggebu-gebu. Seolah naik ke ubun-ubun. Bergegas ia menarik Bilqis yang masih dalam keadaan terpejam. Ia bawa wanita itu ke belakang pohon kariwaya. Sementara Mbah Sutah kembali memejamkan matanya. Melakukan ritual selanjutnya.
Hermansun merebahkan Bilqis dan mulai menatap sekujur tubuh Bilqis. Ia menarik ciput kepala Bilqis. Saat ciput itu hampir terbuka, tiba-tiba Hermansun terpelanting. Seseorang menendangnya dengan sangat keras.
"Bukkkk!"
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
KARINDANGAN
General Fiction~Wattys Winner 2021 Kategori Horror~ Nursam hampir bunuh diri dengan apa yang menimpa dirinya. Ia sungguh tak menyangka jika suami yang sangat dicintainya ternyata menipunya belaka. Dia dipelet dan keempat anaknya meninggal tak wajar. The Best Rank...