2. Tetralogy of Fallot

2K 326 54
                                    

Jangan lupa tekan bintang dulu sebelum membaca.

Penuhi cerita ini dengan banyak komentar di setiap line nya yaaw...

Terimakasih semua.

Happy weekend & happy reading!

"Ayah kenapa baru dateng?" tanya Gafin manja. Sejak kedatangan Fagha, tak sedikitpun ia membiarkan sang ayah lepas dari pandangannya.

Fagha terkekeh kecil. Tangannya mengusap lembut rambut sang putra kemudian diselingi dengan kecupan - kecupan kecil di kening.

"Pesawat ayah sempat kena delay tadi, Dek. Maaf ya , Sayang."

Gafin mengerucutkan bibirnya. "Jadi Ayah beneran enggak bawa oleh - oleh dari lombok buat Adek?"

Fagha dan Fay saling berpandangan. Keduanya mengulum senyum kemudian menggeleng kecil mendengar pertanyaan putra bungsu mereka.

"Kamu jadi nungguin Ayah cuma mau nanyain oleh - oleh, huh?" Fay mendengkus kecil.

Gafin melebarkan senyumnya. "Sepaket sama Ayah, Bu. Tapi adek tetep lebih kangen Ayah kok daripada hadiah - hadiahnya."

Lagi Fay dan Fagha terkekeh. Putra bungsunya memang selalu memiliki cara untuk mencairkan suasana bahkan saat dirinya terbaring sakit.

"Kamu nih, 'kan papa juga baru beliin oleh - oleh dari Jepang. Semua orang harus ya bawain kamu oleh - oleh?"

Gafin berdecak lucu. "Beda dong, Bu. Dari papa 'kan luar negeri ya sekarang dari ayah dalam negeri. Tapi kalau ayah enggak bawa ya gimana lagi."

Kembali, sahutan yang Gafin berikan untuk orang tuanya itu mengundang tawa.

"Dadanya masih sakit?" tanya Fagha setelah tawa mereka berhenti.

Gafin mengangguk. "Enggak dong. Udah sembuh kok, enggak sakit lagi. Untung aja ada Kafin yang langsung nolongin aku."

Fay berdeham. "Adek, panggilnya apa hayo?"

Gafin meringis kecil. Ia sadar baru saja melakukan kesalahan.

"Terima kasih, Masku tersayang," ucap Gafin sambil mengerling ke arah Kafin yang duduk di sofa, berdampingan dengan Cal.

Kafin mengangguk kikuk. Tetap saja ada rasa sungkan yang terbersit saat Kafin berasa di tengah - tengah keluarga tersebut. Terlebih ucapan pedas Cal sebelumnya, semakin membuat Kafin merasa bahwa dirinya bukanlah bagian dari kebahagiaan yang sering kali ia lihat.

Fagha menoleh ke arah putranya yang lain. Senyum lebar ia berikan untuk Kafin.

"Makasih ya, Mas. Makasih udah jagain Adek," ucap Fagha tulus penuh dengan keharuan.

Kafin kembali mengangguk pelan. Namun matanya justru mencuri pandang ke arah sang kakak perempuan yang sedang memberinya tatapan tajam.

"Ya jelas ditolong lah. Kan emang dia mau nyelakain Adek, tapi pelan - pelan. Soalnya kalau ketahuan bisa langsung dipecat jadi anak ayah sama ibu!"

"Kak!" pekik Fay tak suka.

Sementara Fagha hanya mampu menghela napas. Ia kemudian mendekati Fay dan mengusap bahunya perlahan.

"Jangan marah - marah, La."

Kini giliran Fagha yang diberi tatapan tajam oleh Fay. "Jangan selalu belain Kakak, dia ini udah gede. Harus dididik yang bener biar enggak kelewat batas. Kamu jangan cuma diem - diem aja dong! Tegur anak kamu kalau salah!"

Fagha mengembuskan napas kasar. Ia kemudian berjalan mendekati anak perempuannya. Kesibukannya akhir - akhir ini membuat waktunya untuk bersama anak - anak terutama putri cantiknya itu berkurang.

The BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang