Masih mau lanjut?
Oke, jangan lupa voment nya kencengin dong...
Biar tambah semangat nih.
Happy reading ❤
Sudah satu minggu ini Kafin dan Cal belum bertemu lagi. Terlepas dari pertistiwa yang terjadi satu minggu lalu, kesibukan dan kehadiran Mario di samping Cal akhir - akhir ini membuat Kafin cukup tahu diri untuk tidak mendekati kakak sekaligus kekasihnya itu.
Kekasih. Ya, Kafin hanya mampu tersenyum miris kala mengingat status hubungannya dengan seorang Kamea Caley Rianda-kakaknya. Kafin memang kekasih gadis itu, tapi kekasih yang tak diakui di depan banyak orang. Sementara Mario? Walaupun Kafin tahu pasti kepada siapa hati gadis itu berlabuh, semua orang tahu jika kekasih Cal adalah Mario. Sedangkan statusnya hanya adik. Adik tiri Cal.
Ponsel Kafin kembali bergetar untuk ke sekian kalinya. Masih berasal dari nomor yang sama, nomor seseorang yang sengaja ia hindari seminggu belakangan ini.
Kafin menarik napasnya dalam kemudian mengembuskannya. Seperti sebelumnya, Kafin kembali menekan tombol reject dan kini sengaja mematikan tombol off pada ponselnya.
"Angkat aja, Kaf."
Kafin tersentak. Ponsel di tangannya tiba - tiba terlepas dari genggaman tangannya dan terjatuh ke lantai karena terlalu kaget mendengar suara Gista.
"Eh, sorry - sorry," ujar Gista tak enak.
Gista segera membungkukkan tubuhnya hendak mengambil ponsel milik Kafin yang tergeletak di lantai. Namun, saat yang bersamaan Kafin juga akan meraih ponselnya. Hingga tanpa sengaja, telapak tangan Kafin justru menyentuh punggung tangan Gista yang lebih dulu meraih ponsel miliknya.
Keduanya sama - sama terkejut. Mata mereka bertemu setelah wajahnya terangkat bersamaan. Waktu serasa berhenti sesaat, membiarkan dua anak manusia itu saling menyelami dalam sepasang bola mata di hadapannya.
Hingga Kafin lebih dulu memalingkan wajahnya dan menarik tangannya. "Sorry, Gis. Gue enggak sengaja."
Gista yang tersadar tiba - tiba pun merasa gugup. Seperti Kafin, ia juga memalingkan wajahnya ke arah lain setelah mengambil ponsel Kafin.
"Enggak apa - apa, Kaf," sahut Gista pelan. "Harusnya gue yang minta maaf karena udah buat lo kaget sampai handphone lo jatuh."
Kafin kembali mengarahkan pandangannya pada Gista. Ia mengangguk pelan dan mengulurkan tangannya untuk meminta ponselnya yang masih berada di genggaman Gista.
"Kalau gitu gue minta handphone gue lagi, bisa?"
"Ah, i-iya," jawab Gista masih lengkap dengan kegugupannya. Gadis itu buru - buru mengulurkan tangannya dan memberikan ponsel di genggamannya kepada sang pemilik.
"Thank's," ucap Kafin sambil memberikan senyum manisnya. Ia menyimpan ponselnya yang sengaja Kafin matikan ke dalam kantung celananya.
Sebuah senyuman Gista berikan untuk membalas senyuman Kafin. Gadis itu mengangguk kemudian berjalan mendahului Kafin menuju ruang keluarga di rumahnya.
Kafin dan Gista memang semakin sering bertemu beberapa waktu belakangan ini, mengingat keduanya terlibat dalam proyek skripsi yang sama. Sehingga, mau tak waktu keduanya memang sering menghabiskan waktu bersama untuk menyelesaikan proyek itu.
Sebenarnya, tak hanya mereka. Dalam satu kelompok terdiri dari lima orang yaitu Kafin, Gista, dan tiga teman lainnya. Namun ketiganya harus mengurus keperluan lain demi menunjuang proyek mereka di luar. Sehingga, tinggalah Kafin dan Gista hanya berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blood
ActionKisah cinta antara laki - laki dan perempuan, merupakan hal biasa yang memang sudah menjadi naluri bagi setiap orang untuk merasakannya. Lalu, apa yang akan terjadi jika kisah cinta itu melibatkan dua anak manusia yang terikat oleh hubungan darah...