6. Heart

1.6K 242 43
                                    

Masih mau lanjut enggak nih?

Maunya Cal sama Kafin gimana ke depannya?

Yuk yuk, votenya dulu dong.

Tuangkan juga komen kalian di setiap line cerita ini....

Happy reading ❤️

Senyum terus mengembang di bibir Kafin. Pemuda berusia sembilan belas tahun itu tampak sedang berbahagia pagi ini. Wajahnya pun terlihat cerah walaupun gurat kelelahan karena baru saja tertidur pukul empat pagi karena harus mengerjakan tugas kuliahnya setelah menemani sang adik di Rumah Sakit.

Cal adalah alasan utama mengapa senyum terus bertakhta di bibirnya. Pertemuan terakhir sekitar tiga hari lalu tentu memiliki arti yang begitu besar untuk Kafin. Bukan saja karena ia dapat berdekatan dengan sang kakak setelah sekian lama, Kafin bahkan mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk mencium Cal saat gadis itu tertidur.

Mencari kesempatan dalam kesempitan, bukan mencuri. Kafin hanya tak ingin membuat gadis itu semakin membenci dirinya jika tahu apa yang dia lakukan pada Cal. Lagi pula, sudah pasti Kafin tak akan melakukannya saat Cal membuka mata. Hal yang terlalu beresiko dan akan membuat hubungan mereka semakin tegang. Ya, setidaknya itu yang ada di dalam pikiran Kafin.

Nakal? Bukan juga maksud Kafin mencari sebuah pembenaran. Dirinya jelas tahu apa yang dia lakukan memang tak semestinya. Jangankan mencium bukan karena alasan menyayangi selayaknya saudara, memiliki perasaan lebih dari rasa sayang dan cinta terhadap saudara saja sudah menjadi sebuah kesalahan.

Namun Kafin tak ingin menyebutnya sebagai kenakalan. Ia hanya ingin mencurahkan apa isi hatinya pada sang kakak walaupun di relung hatinya yang paling dalam, Kafin jelas belum mengerti apa sesungguhnya yang dia rasakan pada sosok cantik yang sejak kecil sudah berada di sekitarnya itu.

Pagi ini, senyum yang tercipta di bibir Kafin semakin lebar. Wajahnya terlihat lebih berbinar, memancarkan aura kebahagiaan yang membuat wajahnya terlihat semakin tampan berkali - kali lipat.

Tak pernah Kafin duga sebelumnya jika hari ini, tepat pukul enam pagi dirinya akan mendapatkan sebuah pesan yang sejak dulu selalu ia harapkan. Bukan hanya karena isinya yang membuatnya terkejut, nama pengirim pesan itupun membuat Kafin nyaris menjatuhkan ponselnya karena sempat tak percaya.

Kafin mengerjapkan mata berulang kali. Berulang kali pula ia membaca pesan tersebut dan memastikan bahwa pesan tersebut bukan hadir di dalam mimpinya atau lebih parahnya adalah sebuah halusinasi.

KameaCR : Lo jemput gue! Gue kuliah jam 11. Jangan telat!

Bukannya membalas pesan tersebut dengan jawaban "ya" atau "tidak", Kafin memilih untuk langsung menekan tombol call demi menghapus keraguannya. Tak membutuhkan waktu lama, panggilan tersebut diangkat dan Kafin disambut dengan suara ketus namun selalu ia rindukan.

"Kak Cal? Ini beneran Kakak?"

Pertanyaan yang seharusnya tak Kafin tanyakan. Walaupun baru kali ini keduanya terlibat komunikasi melalui alat komunikasi, Kafin jelas sudah menyimpan nomor tersebut sejak jauh - jauh hari. Ia bahkan tak pernah bosan mengamati perubahan foto profil pada kontak pada aplikasi pesan sang kakak yang bisa berganti dua hingga tiga kali dalam sehari.

"Apaan sih lo? Lo kira gue apa? Setan?"

Bukannya terkejut atau marah, Kafin justru mengulum seny tipisnya. Omelan dan suara ketus yang menyapanya itu sudah cukup untuk menjadi bukti bagi dirinya bahwa memang Cal lah yang sedang berbicara dengannya.

The BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang