Please voment sebanyak banyaknya ya?
Masih mau lanjutin ga cerita ini?
Yang mau, mana suaranyaaaa
"Ya ampun, anak Mama rajin banget pagi - pagi udah dateng!" seru seorang wanita berusia empat puluh tahunan.
"Mana segala bawa nasi uduk beserta kroninya lagi. Gimana enggak makin cinta Mama sama anak laki - laki kesayangan Mama ini," tambahnya sembari menerima kantung plastik berisi nasi uduk itu.
Gafin mengerucutkan bibirnya. Anak bungsu Fay dan Fagha itu sekilas melirik ke arah seorang gadis yang sedang menuruni anak tangga."Jangan anak dong, Ma. Calon mantu gitu."
Virna tergelak. Ia memutar tubuhnya lebih dulu sebelum berjalan menuju meja makan sambil melirik ke arah sang putri yang ternyata tengah menatapnya.
"Gimana mau jadi mantu kalau kamunya aja enggak mau ngaku soal perasaan kamu ke anak Mama, Gaf. Lagian nanti kalau kamu jadi sama Yaya, 'kan tetep jadi anak Mama dan Papa juga," sahut Virna diakhiri sebuah kekehan.
"Ma!" protes Yaya kesal. Namun tak menghilangkan senyum kecil yang tercipta di bibirnya kala matanya melirik ke arah Gafin yang terlihat semakin tampan setiap harinya.
Kembali Virna tergelak. "Ciye, jadi ada yang berasa nih," tambah Virna menggoda sang putri.
"Ada apa nih?" Suara bariton tiba - tiba terdengar. Membuat ketiga orang yang sedang berbincang menoleh ke arahnya.
"Pagi - pagi kok udah rame aja nih?"
"Calon menantu datang nih, Pah. Bawain nasi uduk juga buat kita."
"Calon menantu?" beo seorang pria yang masih gagah di usianya yang sudah tak terlalu muda itu.
"Iya nih, si Gafin mau jemput Yaya sekalian bawain sogokan buat kita biar kita izinin."
"Ma, apaan sih?" rajuk sang putri pada Virna. Wajahnya memerah karena menahan rasa malu.
"Enggak enak sama Mas Gaf--"
"Enggak apa - apa, Ya. Kalau beruntung 'kan nantinya aku emang bakal jadi menantu Mama Papa kamu."
"Ciyeee, akhirnya mulai ngegas nih anak laki - laki Papa!" goda pria bernama Satya itu setelah ikut bergabung di meja makan.
"Ah, udah Gaf. Ayah dan Ibumu suruh ke rumah deh, lamar deh si Yaya. Mama enggak apa--"
"Ma, ih udah apa sih?" tegur sang putri yang kembali membuat kedua orangtuanya tergelak.
"Kuliah jam berapa, Ya?" tanya Gafin saat kedua orangtua gadis yang dicintainya itu masih aktif tertawa.
Yaya menoleh ke arah Gafin. Ia mengangkat tangan kirinya dimana sebuah jam tangan pemberian Gafin melingkar di sana.
"Jam sembilan, Mas," jawab Yaya setelah pandangannya kembali ke arah Gafin.
Gafin mengangguk pelan. "Berangkat sekarang aja? Takut jalanan macet, nanti kamu telat lagi."
"Boleh," sahut Yaya kemudian mengambil tasnya yang diletakkan di salah satu kursi makan.
"Eh eh, enggak sarapan dulu nih?" teriak Virna yang berhasil memekikkan telinga.
"Ma, jangan teriak - teriak." Virna meringis kecil ketika teguran dari sang suami mulai terdengar.
"Maaf ya, Dokter Satyaku tercinta. Suka kelepasan," balas Virna masih lengkap dengan cekikilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blood
AksiKisah cinta antara laki - laki dan perempuan, merupakan hal biasa yang memang sudah menjadi naluri bagi setiap orang untuk merasakannya. Lalu, apa yang akan terjadi jika kisah cinta itu melibatkan dua anak manusia yang terikat oleh hubungan darah...