27. Aku Mau Kafin, Bukan Kamu

1.2K 192 19
                                    

Mario membanting pintu mobilnya kencang. Tak lagi mampu menunggu waktu lebih lama, pria dua puluh enam tahun itu segera berlari memasuki sebuah kelab malam yang sudah tak asing baginya.

Sebelumnya, Mario tak menyangka akan kembali menginjakkan kaki di tempat yang beberapa tahun lalu menjadi tempat favoritnya. Hampir setiap hari, Mario mengunjungi kelab malam bernama Oreon's Club itu terutama disaat Mario merasa tertekan dengan berbagai masalah yang menimpanya. Tak hanya itu, Oreon's Club juga menjadi saksi perkenalannya dengan sang pujaan hati - Cal, setelah beberapa waktu kerap memperhatikan gadis yang juga menjadi adik tingkatnya di bangku perkuliahan itu.

"Res!" ujar Mario saat tiba di meja bar. Setelah berhasil membelah lautan manusia yang tampak asyik berjoget di lantai dansa, Mario akhirnya mencapai meja bar untuk menghampiri Reska - salah satu temannya yang bekerja sebagai bartender.

"Bang Mario?" sahut Reska terkejut. Pasalnya, Reska tak tahu jika sosok pria yang dulu menjadi salah satu langganan di kelab tempatnya bekerja itu telah kembali dari Jepang.

"Lo udah pulang, Bang? Sejak kapan?"

Mario mendesah. "Tanya - tanyanya nanti dulu deh, Res. Gue lagi cari cewek gue nih. Lo lihat enggak? Dati tadi gue telpon hp nya sama asistennya enggak ada jawaban."

"Cewek?" beo Reska yang langsung diangguki oleh Reska.

Reska berdeham pelan. Pemuda dua puluh empat tahun itu mendekat ke arah Mario.

"Malem ini, stok cewek yang ada buat nemenin lo--"

"Gue bilang cewek gue, Reska! Cewek gue!" Suara Mario terdengar frustasi. Ia menyugar rambutnya kasar dengan mata yang terus menjelajahi isi kelab. Berharap matanya akan segera mendapati keberadaan sang kekasih.

"Cewek? Cewek lo yang mana sih, Bang? Hampir tiap bulan lo 'kan ganti cew--"

"Cal!" Tanpa menanggapi pertanyaan Reska, Mario segera berlari kala matanya menangkap dua orang yang tak asing baginya.

"Mas Mario?" ujar Riana - asisten Cal yang tengah sibuk menenangkan Cal yang tengah menangis di tengah  ketidaksadarannya.

"Sayang, tenang..." Mario berusaha menenangkan sang kekasih setelah duduk di atas sofa yang sama dengan kekasihnya.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Mario cemas setelah membawa tubuh Cal ke dalam pelukannya. "Kenapa sampai kaya gini?"

"Maaf, Mas," ujar Riana tak enak. "Aku bener - bener udah coba bikin Mbak Cal enggak sampai mabuk kaya gini. Dari awal, aku udah enggak setuju waktu Mbak Cal tiba - tiba minta dijemput dan dianterin ke sini, tapi..."

Mario mengangguk. "Enggak apa - apa, Ri. Gue malah harusnya terima kasih sama lo. Kalau enggak ada lo, gue enggak bakal tahu kondisi Cal kaya gini. "

Riana mengangguk pelan, lalu mengembuskan napas panjang. "Aku enggak tahu Mbak Cal ada masalah apa, Mas. Tadi pas Mbak Cal nyanyi, dia masih keliatan biasa - biasa aja. Mbak Cal malah kelihatan happy banget waktu aku bilang Mas Mario jemput."

Mario ikut menghela napasnya. Matanya melirik ke arah sang kekasih yang mulai bisa tenang walau tetap tak sadar.

Jelas! Cal mabuk berat. Mabuk - mabukan memang bukan menjadi hal yang asing bagi gadis itu. Namun, Mario tetap saja terkejut dengan apa yang dirinya saksikan saat ini.

Setelah sekian lama dirinya tak pernah lagi melihat Cal mabuk. Bukan saja karena keduanya yang harus terpisahkan oleh jarak dan waktu, tetapi juga karena Mario yakin bahwa   kekasihnya itu tak akan lagi mabuk - mabukan. Terlebih lagi kondisi Cal yang saat ini terlihat jauh lebih kacau dibanding saat gadis itu mabuk di beberapa tahun yang lalu.

The BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang