7. Kebersamaan

1.3K 254 76
                                    

Ayo dong, ramaikan 😭

Jumlah vote sama komennya kok enggak sebanyak yang baca huuuft

Bukan maksa sih, heheh tapi vote dan komen itu jadi buat semangat tersendiri buat aku 😂😂

Oke baiklah, masih ada yang nunggu kisah ini berlanjut enggak? Kalo masih, mana suara kalian???? 😂😂😂😂😂😂

Absen dulu yuk, yang baca ceritaku dari mana aja nih?

Happy reading ❤️❤️❤️

Keheningan menguasai seisi mobil sepanjang perjalanan. Sebenarnya, Kafin berniat memacu mobilnya dengan kecepatan yang lebih dari biasanya. Namun kemacetan akibat sebuah kecelakaan justru membuat mobilnya benar - benar tak mampu bergerak.

Kafin mendesah panjang. Ia menyugar rambutnya ke belakang menunjukkan bahwa dirinya benar - benar frustasi melihat jalanan yang begitu padat. Tak ada sedikit pun celah baginya untuk keluar dari antrian mobil ini untuk mencari jalan lain agar dapat mengantarkan Cal hingga kampus dengan selamat dan juga tepat waktu.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.45. Lima belas menit lagi, ia harus sudah tiba di kampusnya sekaligus kampus Cal mengingat jam perkuliahan sang kakak akan dimulai tepat pukul 11. Sementara untuk menempuh perjalanan ke kampus dari lokasi mereka berada saat ini memerlukan waktu kurang lebih tiga puluh menit, tentu dengan keadaan jalanan yang normal.

Kafin berada di bawah tekanan. Bukan karena ia tak senang mengantarkan Cal. Hanya saja, ada rasa khawatir dan juga takut mengecewakan kakak perempuannya itu.

Perlahan, Kafin memberanikan diri untuk menoleh ke arah Cal yang berada di samping kirinya.

Tak seperti dugaannya, wajah Cal terlihat begitu tenang. Tak ada raut kesal atau amarah yang terpancar dari wajahnya. Sekilas, Kafin bahkan bisa melihat senyum manis terukir di bibir tipis sang kakak saat melihat sesuatu di layar ponselnya. Hingga tanpa sadar senyum itu menular pada bibirnya.

Kafin mengembuskan napas panjang. Ia memberanikan dirinya untuk memecah keheningan yang terjadi di antaranya dan juga Cal.

Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Bagaiamana respon Cal setelah ini, Kafin tetap harus mulai berbicara. Setidaknya, Kafin tetap harus meminta maaf jika pada akhirnya keduanya tak bisa tiba di kampus dengan tepat waktu.

Ya, walaupun jauh di dalam lubuk hati Kafin terbersit sebuah kekecewaan. Pertama kali di dalam hidupnya, Cal memintanya sendiri untuk menjemput dan mengantarkannya ke kampus. Namun yang terjadi saat ini adalah keduanya terjebak dalam kemacetan yang kemungkinan besar akan membuat Cal murka.

"Kak," panggil Kafin pelan. Suaranya benar - benar lirih seperti bisikkan, tapi masih bisa didengar oleh Cal.

Cal yang sedang asyik menatap layar ponselnya, sontak mengangkat kepala. Ia kemudian menengok ke arah Kafin yang terlihat sangat gugup saat bertatapan dengannya.

Cal tak menyahuti panggilan Kafin. Gadis itu hanya mengernyitkan keningnya sambil menatap Kafin dengan tatapan datarnya.

"Sorry," ujar Kafin masih dengan suaranya yang pelan.

Masih belum mengeluarkan suara, kernyitan di kening Cal terlihat semakin dalam. Ia memilih untuk terus mendengarkan Kafin melanjutkan ucapannya.

Tatapan tajam Cal tampak menguliti Kafin. Pemuda sembilan belas tahun itu kembali diserang rasa gugup yang luar biasa. Berusaha untuk mengendalikan dirinya, Kafin akhirnya menunduk sembari menggaruk leher bagian belakangnya.

The BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang