Dua belas: Vorhersagen

1.8K 285 15
                                    

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4000.000.000 (empat miliar rupiah).

NOTE: Jangan mampir baca, vomment, follow saya dengan akun fake atau real berujung plagiarisme: di cabut-cabut acak bagian part-nya, di tulis ulang dengan kalimat yang sama, atau di olah ulang sedemikian rupa agar terlihat beda. Saya sangat tidak mentolerir tindakan ini karena semua cerita yang saya tulis tidak ada yang saya komersil kan untuk keuntungan pribadi. Jadi bersikap saling menjaga, dan tidak melewati batas. Trims

❄️❄️❄️

        Pada hitungan mundur terakhir atau 'satu.' Mobil melaju cepat dari dalam bangunan dan keluar di dekat Rosie, puing-puing kapur serta bata-bata krim hancur mengenai tubuhnya dan Taehyung, akibatnya mereka terlempar ke dinding lain. Laju mobil terhenti, Jongin yang menggunakan topi dan masker penutup wajah, menggendong paksa Rosie seperti karung beras. Adegan yang dibuat-buat. Taehyung mengamuk di tempat, karena sadar tidak bisa mengejar mobil itu.

        Dari dalam mobil, Rosie menoleh ke belakang di jalanan itu. Keadaan kekasihnya yang sangat murka karena menyangka dirinya dalam bahaya. Pistol yang tersembunyi, sekarang berpindah di sela jarinya. "Jangan halangi aku memecahkan kepala wanita itu."

       "Ya...lalu kau membusuk di dalam penjara miss." Timpal Jongin dengan seringainya.

       "Jungkook yang melakukannya. Bukan Sarang." Sambung Jimin.

        "Wah-wah. Apa dia sudah tahu tentang diriku yang sebenarnya. Padahal aku menutupinya dengan sangat baik."

        Jimin menggeleng singkat. "Yang ia ketahui hanyalah kau-mantan kekasihnya, sekarang menjadi kekasih temannya. Ingat pesanku, jangan pernah terlibat kontak langsung dengan Jungkook. Seperti muncul di hadapannya. Tidak perlu ikut campur saat aku dan Jongin meng-eksekusinya di lapangan."

        "Baiklah-baiklah."

         Komunikasi dengan Momo berjalan lancar. Wanita itu mengabarkan dimana titik koordinat terakhir Jungkook. Decitan ban mobil berhenti sesuai lokasi, tepat di area bangunan kosong. Terdapat tiga pilar bangunan yang masih terjaga desain dan corak warnanya walaupun sudah tidak memiliki fungsi lagi. Mereka tidak perlu menyebar, berurutan masuk ke dalam bangunan sebelah timur.

       "Sist-Jungkook belum pergi kan?"

       "Belum. Ingat Jim di bagian timur."

        Ketiganya sangat berhati-hati menginjakkan kaki di setiap anak tangga berbentuk spiral satu arah panjang lurus ke atas sampai bagian tertinggi. Jongin langsung mendobrak pintu karena ia orang pertama yang tiba.

        Tidak sadar atas kehadiran tamu-tamu tak diundang. Jungkook mendongak ke pintu, langsung berhenti membereskan perkakas senapan laras panjang ke dalam wadah. Ia mengangkat kedua tangannya. Rosie yang paling terakhir tiba di atas bangunan, tiba-tiba emosi dan menekan pelatuk pistol mengenai lengan Jungkook.

        "Hai bro," sapanya sambil melambaikan tangan singkat. Setelah itu Jongin mengambil borgol dari kantung belakang celana jeans biru dongkernya. "Agen khusus Kim Jongin, nomor BIN 5125788. Atas tindakan ilegal yang membahayakan Negara, saudara Jeon Jungkook kami tahan. Silahkan gunakan hak Anda sebagai warga Negara untuk membela diri di pengadilan."

        Tepat saat itu juga, sirine mobil polisi tiba. Empat orang pihak kepolisian setempat, baru saja menghampiri mereka ke atas. Sisanya berjaga di bawah. Jongin menyerahkan Jungkook pada mereka dan ikut mendampingi. Jimin melepaskan sambungan komunikasi dengan Momo. Tidak bisa berkata-kata lagi ketika memandangi wajah Rosie dengan seksama.

       "Harusnya kau tidak muncul."

       "Kenapa? Hei, dia hampir menembak kepalaku. Masih mending, tadi tidak ku tembak di kepala."

       "Lalu. Apa selanjutnya?" Jimin menge-tes Rosie dengan pertanyaannya. Wanita itu terlihat bingung, mengangkat bahunya.

       "Kau tahu, terkadang emosi tidak menyelesaikan masalah, saat kita merasa harga diri kita diinjak-injak orang lain, lalu tersulut dan marah seolah-olah itu hanya satu-satunya jalan. Kemudian kau ingin menunjukkan dengan gagah perkasa jika kita hebat. Sebaiknya kontrol emosimu nona Park. Bom belum di tangan Jungkook. Hanya Taehyung yang mengetahui dimana nuklir itu. Jika kau tidak kembali ke villanya. Semua ini akan sia-sia. Kemunculan mu tadi, membuat Jungkook mengira kau merupakan satu anggota dari kami. Bisa jadi dalam keadaan darurat seperti ini, ia seperti kita. Memberikan kabar pada Taehyung siapa dirimu sebenarnya."

       "W.O.W." Sahut Rosie dengan wajah santai.

       "Kejahatan LINTAS NEGARA. Kita tidak bicara HANYA SATU NEGARA. Ah kepalaku berdenyut." Sungut Jimin lagi sambil mengibaskan sapu tangannya, pergi dengan berkacak pinggang.

       "Itulah kenapa aku tidak pernah mencoba masuk dan menjadi bagian dari intelejen resmi karena ya...begitu lah." Teriak Rosie di balik punggung kepergian Jimin.

      Mengangguk dan mengangkat tangannya saja balasan yang Jimin berikan sebagai bentuk mengerti.  "Aku akan menyusul Jongin. Pikirkan bagaimana caranya saja kau masih bisa berkomunikasi dengan Taehyung lagi, setelah tindakan yang kau lakukan barusan. Pertimbangkan ucapanku ini."

       Rosie mengangguk. Penyesalan datang merayap ke ulu hatinya. Setelah Jimin masuk ke dalam mobil, baru Rosie berani bicara. "Apa aku harus benar-benar hamil. Ide gila macam apa iniiiiiii."

       Memasang alat penghubung lagi di telinganya memandangi mobil Jimin yang semakin menjauh.

      "KENAPA KAU MENEMBAKKAN PELURU PADANYA."

       "Santai saja."

       "YA TUHAN ROSEANNEEEEE PARK. Emosimu membawa pada kehancuran."

       "Tidak juga, bagaimana caranya agar cepat hamil. Aku ingin hamil."

        "Apa! hamil?"

Widér Sense 💋 Taerosé [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang