Konsentrasi Kim Taehyung terganggu sejak lima menit lalu, hingga ban mobilnya melintas masuk gerbang besar dan megah kediamannya berhenti di jalur bebas di khusus mobil-mobil di pekarangan rumah untuk sementara.
Sepanjang jalan menuju kemari, hampir saja dirinya menabrak pohon besar yang berdiri tegak di bahu jalan dan sebanyak dua kali kemudian sisa beberapa inci, pria itu juga akan menabrak pembatas jalan. "Shittt." Umpatan kekesalannya membuat takut dua asisten rumah tangga yang berdiri di dekat pilar teras menempel saling berbisik menunggu Taehyung berjalan ke arah mereka.
"Kau sih memberitahu tuan Kim."
"Jika nyonya Kim meninggal karena kesalahan kita tidak melapor pada suaminya. Aku yakin arwah nyonya akan gentayangan dan menghantui mu."
"Hussttt....tuan Kim kemari. Kecilkan suaramu."
Taehyung menitipkan kunci mobil berlalu sambil melepas jasnya panik. "Dimana dia?"
"Berkeliling tuan, beliau meracau seperti biasa jika kambuh."
"Pembelian dan pengiriman wine kemari sudah ku hentikan setahun ini. Kenapa dia masih memiliki minuman lainnya. Kalian semua tidak becus mengurus rumah. Apa sudah bosan bekerja!" Kedua wanita yang ketakutan itu mengekor tanpa berani menegakkan wajah mereka dalam setiap langkah.
Siapapun yang bersuara di rumah sebesar ini bisa terdengar apalagi jika berteriak-teriak seperti yang istrinya lakukan. Taehyung dibuat kesal, karena baru menikmati dua sendok makan siangnya terpaksa harus segera kembali ke rumah. Meninggalkan Rosie sendirian di kamar hotel.
Ruangan ini di khususkan untuk alat musik, Taehyung menemukan istrinya bermain dengan tuts piano, seperti orang kesetanan, alunan musiknya itu membuat semua orang menutup gendang telinga mereka agar tidak rusak. "Tinggalkan kami berdua." Pinta Taehyung
"Baik tuan Kim."
Langkah sepatu Taehyung menggema terlebih ketika masuk melewati ambang pintu. Bergegas mengambil kasar gelas dan botol minuman beralkohol yang juga ada disana. Menuang cairan beraroma menyengat itu ke dalam tanah pot hiasan yang ada di sudut dinding ruangan.
Kembali menaruh gelas kosong itu dalam satu hentakan. Istrinya tidak menoleh, tatapan matanya kosong. "Aku ingin mati saja." Kata Sarang, terlihat cairan menumpuk di dalam mata wanita itu.
"Aku lelah." Suara racauan lainnya.
"Kita pergi ke kamar, aku temani sampai kau tertidur." Kepala Taehyung bertumpu di atas telapak tangannya dengan siku di samping tutup piano, dengan maksud memperhatikan lekat-lekat wajah istrinya yang pucat tanpa menggunakan riasan wajah.
"Aku tidak bisa istirahat."
"Harus kau lakukan." Kali ini Taehyung serius dengan ucapannya.
Suara tangisan meraung-raung keluar dari mulut Sarang. Pengaruh alkohol sudah menguasai tubuhnya. Taehyung sampai bekerja keras menjauhkan jemari istrinya agar tidak menekan asal tuts dan menghentikan konser solo yang menyayat pendengaran. "Aku sudah disini, tenanglah." Taehyung memapah tubuh Sarang yang lemas.
❄️❄️❄️
Setelah membayar uang taksi, kemudian dirinya dibantu oleh supir itu juga untuk memindahkan semua hadiah pemberian dari Taehyung ke dalam apartemennya. "Gila, merepotkan sekali." Setelah memastikan semua barang selamat.
"Terima kasih pak."
"Yes ma'am."
Rosie menutup pintu, kemudian berlari ke dalam kamar mencari jaket kulit hitamnya, agar tidak begitu dingin ketika dirinya berjibaku dengan angin, memasang sarung tangan dan memakai buff hitam di wajahnya. Kemudian meraih kunci motor. "Jongin aku kesana."
Satu kalimat terucap setelah panggilan teleponnya tersambung. Kemudian memasukkan lagi ponsel ke saku tas slempang kecil berwarna hitam dengan bahan kulit. Keluar dari unit apartemen, tidak sabaran menekan-nekan tombol lift.
Sepuluh menit kemudian...
Motornya masuk begitu gerbang otomatis terbuka. Dari luar seperti penampilan bangunan terkesan tidak diurus oleh si pemiliknya, bisa jadi untuk penghindaran terhadap fiskus pajak atau terhadap hal lainnya.
"Akan ku hukum penggal jika kalian mendekat!" Sistem pengamanan yang Jimin desain di luar ekspektasi mereka. Palang besar dengan tulisan dari cat berwarna merah mengintai siapa saja yang berusaha masuk. Gulungan kawat berduri di atas pagar bis amerobek kulit siapa saja yang berusaha naik ke atas. Turun dari motor secepat mungkin, menurunkan Buff ke lehernya. Menenteng helm di pinggang.
"Wah, medusa kita sudah tiba." Ejek Jimin beralih melihat wajah Rosie dari layar komputernya. Momo baru keluar dari dapur tersenyum dan berhenti mengunyah roti selainya. "Diam Jim. Atau ku patahkan lenganmu." Ancaman Rosie tidak pernah main-main. Pria itu langsung menutupi mulutnya, ngeri.
"Sekalian kau bunuh saja. Aku tidak keberatan." Momo menimpali, memberikan roti lainnya yang belum terjamah. Rosie mengambilnya dari piring. "Thanks."
"Info apa yang kau temukan."
"Tidak ada yang wow. Aku menyadapnya, dengarkan saja." Rosie melempar PenDrive ke atas meja dihentikan oleh pria itu dengan tangannya agar tidak tergelincir lebih jauh.
"Kenapa dia menanyakan Kim Namjoon dan Jung Jaehyun. Momo kau bisa selidiki mereka berdua."
Jongin terlambat bergabung, ia masuk dengan wajah khas bangun tidur. "Sulit sekali masuk ke hotelmu menginap nona Park." Keluhnya sambil menguap, masih saja mengantuk, kemudian berlalu untuk masuk ke dalam kamar mandi. Mencuci mukanya yang basah karena berkeringat.
Momo mengangguk. "Jongin begadang memikirkan caranya masuk kesana. Ku rasa pertemuan internal yang Rosie sebutkan ada kaitannya kenapa kau sulit masuk kesana bro." Suara Momo meninggi agar Jongin dapat mendengar dari kejauhan.
"Tentu saja, belut dan ular selalu membuat tubuh mereka licin, dan apa yang mereka pikirkan juga lakukan melebihi otak manusia normal. Malam ini aku menginap disini." Rosie merentangkan kedua tangannya ke atas peregangan atas semua lelahnya. Setidaknya hidupnya akan damai tanpa Taehyung sampai menjelang akhir pekan.
"Dia akan membunuhmu, jika mengetahui yang sebenarnya." Jimin mengingatkan, sebelum mematikan rekaman karena harus menunggu Jongin keluar dari kamar mandi.
"Haha, aku yang terlebih dahulu mengirimnya bertemu Tuhan." Jawab Rosie sarkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Widér Sense 💋 Taerosé [END]
Fanfic[M] [COMPLETED] "Because even if you buried yourself in guilt, you can't go back and change what happened." Sebagai warga sipil yang menjadi mata, kaki, telinga untuk Badan Intelejen, Roseanne banyak menyimpan dan mengetahui rahasia tergelap dari pa...