Happy reading
__Gilang terpaku dipijakannya, matanya menatap kosong pintu ruang rawat ayahnya, tangisan Ibunya seperti belati yang menyayat hati. Apakah semua ini nyata? Atau Gilang hanya bermimpi. Rasanya baru beberapa menit yang lalu kondisi ayahnya membaik, lalu mengapa kini berbalik?
"Maaf, nyawa pak Dion tidak bisa diselamatkan!"
Duar... Bagai tersambar petir disiang bolong, runtuh sudah pertahanan Gilang. Air mata yang sejak tadi ia tahan kini lolos. mengapa secepat ini tuhan? Hancur! Hancur hati ini menerima kenyataan bahwa pahlawan di dalam hidupnya telah pergi menghadap sang illahi.
Suara tangisan terdengar semakin keras, tidak ada seorangpun yang mampu menahan pedihnya ditinggalkan, Gilang luruh, bersimpuh didepan kaki Ibunya. Rasanya sakit! Hatinya sakit!
"Nggak mungkin Dok, suami saya baik-baik aja. Gak mungkin dia meninggal," cerca Mia dengan isak tangis.
"Maaf bu, kami turut berduka cita."
Gilang berdiri menenangkan Ibunya, merengkuh tubuh lemah itu ke dalam pelukan.
"Ayah masih hidup Lang?! Gak mungkin Ayah meninggal," jerit Mia histeris.
Gilang kewalahan menahan tubuh Ibunya yang bersi keras memberontak minta dilepaskan. Ibunya berlari memasuki ruang dimana ayahnya dirawat. Disana, diatas brankar rumah sakit. Tubuh laki-laki yang selama ini membesarkannya, terbujur kaku ditutup kain putih. Dengan langkah berat, Gilang mendekati jenazah Ayahnya.
"Bangun Mas! Kenapa kamu tinggalin aku sama Gilang!" Mia menggoncangkan tubuh Dion sambil menangis pilu.
"Bangun mas!"
"Bangun...." Lirihnya pilu.
Mulut Gilang seakan kaku, ia mengusap kasar air mata yang selalu merembes keluar. "Ma-maafin Gilang yah." Gilang terisak lirih.
__
Ketiga sahabat Gilang bersama Ica berjalan tergesa-gesa dikoridor rumah sakit. Mencari-cari keberadaan kamar ayah Gilang dirawat. Mulut Ica tek henti-hentinya merapalkan doa.
Tubuh Ica terdiam kaku, matanya menatap lurus lantai keramik rumah sakit. Isak tangis pilu terdengar begitu keras dari depan ruangan Ayah Gilang di rawat.
Doni melirik bergantian Surya dan Jamal, perasaannya tiba-tiba tidak enak. Mereka berempat melangkah perlahan mendekati pintu ruangan yang terbuka.
Ica menutup mulutnya kala melihat sesuatu ditutupi kain putih, itu artinya? Sesak, Ica hampir kesulitan bernafas. Air matanya lolos. Kakinya melangkah masuk tanpa bisa dicegah, Ica merengkuh tubuh Mia yang hampir limbung. Ibu dari Gilang itu menangis pilu dipelukannya.
Ica mengusap air mata yang terus mengalir dipipinya, ia bisa merasakan bagaimana sakitnya ditinggalkan. Matanya menatap sedih ke arah Gilang, laki-laki yang selama ini terlihat kuat didepannya, hari ini menangis hebat direngkuhan teman-temannya.
"Ayah, masih hidup lang. Ayah masih hidup," racau Mia menangis.
Ica mengusap punggung Mia menenangkan walaupun itu tidak membantu menghilangkan rasa sedih sama sekali. Jenazah Om Dion dibawa beberapa perawat untuk dimandikan, lalu dikafani dan dipulangkan menggunakan ambulance menuju rumah.
Malam semakin larut, kemungkinan besok pagi jenazah akan dimakamkan. Sanak keluarga telah dihubungi, ada beberapa kaluarga dari mendiang Om Dion berdatangan. Termasuk Rara dan keluarganya yang sedang dalam perjalanan.
Lantunan surat yasin terus terucap dari bibir Gilang, laki-laki itu tak beranjak sedikitpun dari samping jenazah ayahnya. Ica yang menyaksikan itu menunduk sedih, ingin sekali ia mendekati Gilang, menguatkan laki-laki itu agar selalu tegar dan ikhlas menerima cobaan dari allah.
Satu persatu tetangga berpamitan, kini tinggal keluarga inti serta Ica dan ketiga teman Gilang. Ica sudah menghubungi Kakek dan Nenek agar tak mencemaskannya sekaligus memberitahu mereka kabar duka ini.
Tante Mia sudah berpindah menuju kamar bersama keluarganya, Ica menoleh ke arah Doni dan yang lain, mereka sedang menunduk membaca yasin. Ica tersentak saat tangannya ditarik oleh Gilang, laki-laki itu menariknya menuju kamar.
Ica mendudukkan bokongnya dibibir ranjang, matanya tak lepas memperhatikan Gilang yang melepas kopiah lalu diletakkan diatas meja, laki-laki itu melangkah mendekat dan berhambur memeluknya. Rintihan lirih terdegar ditelinga Ica, oh tuhan! Laki-laki yang begitu ia cintai menangis, lagi.
"Kak Gilang yang ikhlas," lirih Ica. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Gue belum jadi anak yang berbakti Ca, gue belum bisa nyenengin Ayah," lirih Gilang terisak.
"Kak Gilang harus sabar, yaa... " balas Ica dengan suara serak. Tangannya tak berhenti mengusap punggung Gilang yang bergetar. Malam ini di isi dengan tangisan pilu Gilang didalam pelukan Ica.
__
Rintik hujan membasahi bumi, mengiringi kepergian ayah dari ketua osis SMA Pelita. Seluruh anggota osis beserta para guru ikut hadir dalam pemakaman diTPU terdekat.
Gilang memegang payung disamping Ibunya yang sedang menabur bunga diatas gundukan tanah basah.Ica memeluk tubuh Neneknya, yang juga hadir bersama Kakek. Semalam ia tidak pulang kerumah, alhasil Ica menempati kamar Gilang untuk tidur walau hanya sebentar dan Gilang memilih tidur didekat jenazah ayahnya.
Satu-persatu orang meninggalkan kuburan almarhum Om Dion, termasuk Ica karena harus pulang kerumah. Ica melirik ke arah Gilang yang sedang menunduk, Ica pulang dulu kak Gilang, batin Ica. Rasanya tidak enak untuk berpamitan ditengah-tengah ramainya keluarga laki-laki itu.
Gilang mendongak, pandangannya jatuh pada punggung Ica yang semakin menjauh, Gilang menghela nafas panjang, gadis itu mungkin saja kelelahan setelah pulang kemah dan langsung menemaninya.
"Udah ma, kita pulang?" ajak Gilang membantu Mia berdiri.
Seluruh keluarga perlahan meninggalkan gundukan makam yang masih basah, Gilang menoleh kebelakang dan tersenyum getir, yang tenang yah.
Ica menghempaskan tubuhnya disofa, badannya terasa pegal-pegal karena kegiatan kemah kemarin. Ica menopang dagu memikirkan sesuatu, bagaimana jika ia yang berada diposisi Gilang, Ica tidak bisa membayangkan itu semua, pasti ia akan sangat sedih atau bahkan terpuruk. Ica tidak masuk sekolah hari ini, tak apa tertinggal sedikit materi, itu bisa menyusul nanti.
Ica mengambil ponsel di dalam tas selempangnya, ia mengetikkan sesuatu lalu ia kirim pada Gilang. Bukan hal serius, hanya berupa kata-kata penyemangat agar laki-laki itu tetap tegar.
__Sudah dua hari berlalu sejak meninggalnya Om Dion, Gilang belum juga menampakkan batang hidungnya disekolah, Ica dibuat cemas karena itu. Ia juga beberapa kali menelpon nomor Gilang, tapi selalu suara perempuan yang menjawab. Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan dan bla bla bla.
Ica juga mencoba mencari tau melalui teman-teman Gilang, tapi sama. Mereka juga tidak tau menahu dimana keberadaan Gilang. Laki-laki itu seolah ditelan bumi. Tak putus asa, Ica juga mendatangi kediaman Gilang, sepi! Itulah yang ia dapat.
Ica menunduk lesu memandangi jalanan, pergi kemana Gilang? Mengapa tak mengabarinya? Sudahlah, lebih baik Ica pulang kerumah dan menunggu hingga laki-laki itu menghubunginya.
_____
Im so sad😭😭😭
Kalo bacanya diresapi pasti mewek huhu.
Jangan lupa vote dan komen yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
GILANG FALLS [COMPLETED]✔️
Fiksi Remaja"Kangeeen." Gilang mencium wangi shampo disetiap helai rambut Ica. "Sama ... Ica juga kangeen." __ Gadis itu hadir ditengah hidup Gilang yang monoton. Datang membawa sejuta warna menghiasi harinya dengan bermacam tingkah laku yang unik. Gilang hanyu...