MESAFE
JARAK
*****
Rekkan masih berada di ruangan Dokter Anita sejak keduanya makan siang tadi.
Padahal Dokter Anita sudah menyuruhnya pulang, tapi Rekkan menolak. Dengan alasan ia bosan dirumah.Rekkan sendirian diruangan itu. Sebab Dokter Anita pamit untuk kembali melaksanakan tugasnya sebagai seorang Dokter.
Tentu saja Rekkan harus menunggu sendiri diruangannya karena tidak mau pulang.Mungkin karena menunggu terlalu lama, remaja itu pun tertidur di sofa.
Ponselnya yang terus berbunyi pun tidak mampu membangunkannya.
Menunggu seseorang sendirian?
Siapa yang tidak mengantuk?
Kalau sampai tertidur......
Ya bukan salah bunda mengandung kan?***
Dokter Anita baru saja selesai dari tugasnya. Ia berjalan tergesa gesa agar bisa segera sampai diruangannya. Mula nya ia tidak ingin Rekkan menunggu terlalu lama, tapi pesan yang dikirimkannya dalam setiap waktu senggang tiada dibalas sama sekali. Membuat ia khawatir mengapa remaja itu tiada membalas pesan atau mengangkat teleponnya.
"Kok buru buru Bu Dokter?"
Sebuah teriakan membuat Dokter Anita menoleh. Dilihatnya sahabat karibnya, Della, sudah bersiap untuk pulang.
Perempuan yang berprofesi sebagai suster itu sedikit berlari menghampiri Dokter Anita."Gue nebeng lagi ya? Heheh" Della hanya meringis.
Dokter Anita malah menyerahkan kunci mobilnya membuat sahabatnya itu bingung.
"Loe bawa aja deh. Gue ada yang nganter kok" ucap Dokter Anita.
"Wah, siapa? Dokter Affandi?" Tanya Della.
"Enak aja kalo ngomong. Ogah gue pulang bareng dia.
Gue pulang bareng Rekkan. Dia diruangan gue dari pulang sekolah tadi" jawab Dokter Anita."Yang bener? Loe beneran pedekate nih sama anak itu. Udah sedekat apa?"
Dokter Anita memutar bola matanya malas. Selalu saja, kalau sudah menyangkut Rekkan, sahabatnya itu selalu rempong.
"Udah udah. Loe nggak usah berisik, sekarang pulang aja ya. Gue buru buru ini" ucap Dokter Anita.
"Eh eh eh! Gue juga pengen ketemu Rekkan dong!!"
Della berlari dan berteriak mengejar Dokter Anita yang telah meninggalkannya.
_
Dokter Anita membuka pintu ruangannya diikuti Della dibelakangnya.
Baru saja ingin membuka suara namun ia urung saat melihat Rekkan tertidur disofa.
Melihat hal itu, hatinya menghangat sekaligus lega.
Ia sempat berpikir yang tidak tidak tadi.
Pantas telepon dan pesannya tidak dibalas, ternyata anak itu tertidur.Ia berjalan mendekatinya. Berjongkok dilantai menghadap gadis itu.
Melihat wajah damai gadis itu membuatnya tersenyum.
Tangannya pun terulur menyentuh dagu Rekkan."Loe inget nggak La? Dulu gue pertama kali ketemu Rekkan dengan dagunya yang sobek"
Pertanyaan lirih itu membuat Della menoleh.
"Sampai harus dijahit kan? Lukanya parah, sampai perlu operasi. Gue inget Ta" jawab Della.
Dokter Anita tersenyum sendu. Ia masih betah memperhatikan wajah Rekkan. Jarinya pun kini menyentuh lembut bekas jahitan di bagian bawah dagu gadis itu.
Orang lain tidak akan bisa melihatnya, kecuali jika Rekkan mendongak. Maka bekas jahitan itu akan terlihat jelas.Terkadang ia mendapati Rekkan mencoba menyembunyikan nya. Terlebih jika ada orang lain yang mulai memperhatikan wajahnya.
Bahkan Rekkan sempat menyembunyikan bekas jahitan itu darinya.
Untuk apa?
Bahkan semua luka yang tertoreh ditubuh gadis itu ia sudah melihatnya.