SEPERTI KOMPOR YANG MELEDUK LEDUK

5.1K 355 40
                                    

Berkali kali Dokter Anita mengumpat dalam hati. Mengapa waktu berlalu begitu cepat?
Padahal ini hari terbaik baginya.
Hari ini, untuk pertama kalinya bagi Dokter Anita bisa berbincang dengan Rekkan.
Ekhemm! Maksudnya sejak Rekkan siuman.

Tapi Dokter Anita tidak boleh egois. Sebab Rekkan adalah seorang pasien yang masih harus dirawat dan membutuhkan waktu untuk istirahat.
Dan sekarang waktu untuk membawa Rekkan kembali ke ruangannya.

"Dokter sudah makan?" tanya Rekkan.
Sedangkan Dokter Anita mendorong kursi rodanya.

"Belum. Itu nanti saja gampang. Yang penting sekarang kamu harus istirahat" jawab Dokter Anita.

"Saya bisa ke ruangan saya sendiri kok. Dokter makan saja dulu. Ini sudah lebih dari jam makan siang loh" celetuk Rekkan yang harus mendongak saat berbicara pada Dokter Anita.

"NO! Saya tidak akan membiarkan kamu balik sendirian. Bahaya" ucap Dokter Anita.

Mana mungkin bisa ia membiarkan kekasih hatinya yang sedang sakit itu balik sendiri.
Ralat, maksudnya calon kekasih.

"Saya sudah banyak merepotkan Dokter loh. Masa sekarang saya bikin Dokter telat makan siang.
Oh ya! Kalau Dokter tidak membolehkan saya balik sendiri, saya bisa minta tolong suster kok" ucap Rekkan panjang lebar.

Dokter menggelengkan kepala.

"Tidak Rekkan. Saya akan tetap mengantar kamu ke ruangan" ucap Dokter Anita tegas.
Membuat nyali Rekkan menciut.

"Oh oke" ucap Rekkan seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Di belakangnya, Dokter Anita tersenyum. Ia begitu gemas pada remaja didepannya itu.

Ia terus mendorong kursi roda Rekkan sambil sesekali menjawab sapaan dari para suster yang berpapasan.

_

Sesampainya di depan ruang inap Rekkan, Dokter Anita membuka pintu dan mendorong kursi roda Rekkan ke dalam.

"DARIMANA?" ucapan seseorang mengejutkan mereka.

"Kakak? Sejak kapan disini?" tanya Rekkan saat melihat Anna duduk diranjang Rekkan dengan bersedekap.
Wajahnya begitu datar saat melihat Rekkan dan Dokter Anita datang bersama.

"Jawab dulu darimana Rekkan!!" nada pertanyaan Anna meninggi.

Rekkan terlihat menunduk. Ia tidak berani menatap kakaknya jika sedang marah.
Ya, ia sangat tahu jika kakaknya tengah marah padanya sekarang.

"Kamu itu masih sakit, kenapa malah keluar?" pertanyaan Anna terus bertubi.

Bukan, sebenarnya ia bukan marah karena Rekkan keluar. Meski sebenarnya ia tetap khawatir dengan keadaan kesayangannya itu.
Tapi ia merasa marah karena kesayangannya itu keluar bersama Dokter Anita.

Ya, Anna dengan sangat jelas bisa menangkap gelagat Dokter Anita saat menatap Rekkan.
Tatapan yang sama seperti yang ia miliki.

Anna sering memperhatikan Dokter Anita saat memeriksa Rekkan ataupun berbincang dengan orang tua Rekkan.
Anna sering menangkap basah Dokter Anita yang selalu mencuri pandang ke arah Rekkan.
Meski Dokter Anita berbicara pada yang lain, tapi tatapan Dokter Anita selalu tertuju pada Rekkan.
Dan Anna tidak menyukai itu. Ia benar benar tidak menyukai tatapan itu.

"Maaf kak..." ucap Rekkan lirih. Ia terus menunduk dan memainkan kukunya dengan tangan bergetar.

Dibelakangnya, Dokter Anita memutar bola matanya malas.
Ia tidak suka dengan cara Anna bertanya dan membuat Rekkan merasa bersalah.

MENCINTAI REKKAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang