BANGUN

5.5K 448 10
                                    

Sudah 2 Minggu sejak kejadian Rekkan menggenggam tangan Dokter Anita. Responnya bisa memberi secercah harapan bagi keluarga Rekkan.
Namun, sejak itu pula tidak ada lagi respon dari Rekkan. Keadaan Rekkan tetap belum ada perubahan hingga 2 Minggu terlewati.
  Membuat keluarga Rekkan kembali putus asa. Mereka menyerahkan semua kepada Tuhan. Hanya Tuhanlah Sang Pemberi Mukjizat.

ANNA POV

Aku menjenguk kesayanganku setelah pulang dari kantor sore ini. Rencananya sih mau gantian jagain Rekkan. Biar ayah dan ibu bisa istirahat dirumah. Kasihan kan nanti kalau mereka kecapekan.

"Udah gapapa biar ayah sama ibu aja yang jagain Rekkan. Kamu pasti capek, istirahat aja" ucap ibu.

"Nggak Bu, gapapa. Harusnya saya yang jaga Rekkan. Kan ayah dan ibu udah jagain Rekkan terus sewaktu saya belum pulang. Sekarang giliran saya yang harus jaga Rekkan"

"Emang gapapa nak? Kamu nggak capek?" tanya ayah.

"Ya gapapa lah Yah. Lagian capek saya langsung hilang kalau udah ketemu Rekkan"

"Ya udah kalau gitu ayah sama ibu pulang dulu. Kami titip Rekkan. Kalau ada apa apa telpon aja" ucap Ibu.

"Iya Bu. Hati hati"

Setelah ayah dan ibu pulang, aku melepas blazerku. Rasanya gerah banget pengen cepat cepat mandi.
Kesayanganku paling nggak suka kalau nyium bau badan aku kalau belum mandi.
Katanya seperti bau anak kudanil lagi main dilumpur. Dasar, ada ada saja dia.

Setelah selesai mandi, aku kembali fokus ke kesayanganku.
Duduk disampingnya, menggenggam telapak tangannya, menyentuh pipinya.
Hufftt pipi ini agak tirus sekarang. Tidak lagi tembem seperti sebelumnya.

"Cepat bangun sayang. Kamu nggak lapar hmm? Badan kamu kurusan gini sekarang, cepat bangun dan makan yang banyak. Kamu jelek kalau kurus gini" ucapku seraya mengelus pipi kanannya.

"Kakak udah bawain oleh oleh buat kamu banyak. Papa Peregrin juga titip oleh oleh buat dikasih ke kamu, emang kamu nggak mau buka?"
Ku tahu dia tidak akan menjawab pertanyaanku.

"Apapun mimpi kamu, indah atau buruk, harusnya kamu dateng ke mimpi kakak. Ajak kakak masuk ke mimpi kamu. Supaya kakak bisa nemenin kamu kalau kamu tersesat". Mataku mulai memanas.

" kemanapun kamu pergi kakak ingin ikut. Kamu nggak boleh pergi sendirian. Apalagi pergi menemui Tuhan. Biar kakak yang lebih dulu menemui Tuhan. Biar kakak nggak merasakan sakitnya kehilangan kamu" airmataku mulai menetes.

"Kakak nggak akan pernah siap untuk kamu tinggalkan. Kakak nggak bisa melanjutkan hidup ini kalau kamu pergi. Sampai kapan kamu ingin menyiksa kakak dengan keadaan seperti ini? Kakak sakit lihat kamu seperti ini. Sakit sayang..."

"Kakak menyayangimu lebih dari apapun. Kamu..  Kamulah hal terindah yang kakak miliki. Kamu yang paling berharga dan berarti. Kamu nyawa kakak. Sayang... Bangunlah"

Airmataku kian deras. Dadaku semakin sesak. Tangis ini semakin pilu. Dan aku tidak mampu menahannya lagi. Tangis ini, airmata ini, begitu menyakitkan.
Aku takut kehilangan dia. Aku selalu ketakutan. Sungguh.

Dengan airmata yang terus mengalir, tangis pilu, aku mencium matanya yang terpejam itu.
Begitu lama dan dalam. Menumpahkan segala kesedihan, kerinduan, juga ketakutan.
Dan airmataku semakin membasahi wajahnya.

Dikala aku mencium matanya, aku merasakan sesuatu yang bergerak lembut dibibirku.
Aku menyudahi ciumanku. Lalu memperhatikan kelopak matanya yang memejam.

Ya Tuhan, apa aku salah lihat?

Aku mengusap airmataku dengan kasar. Lalu menajamkan penglihatanku.
Ya ya! Aku tidak salah lihat! Ini semua nyata!

MENCINTAI REKKAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang