34). Bimbang

25 2 0
                                    


Part ini pendek! Benar-benar pendek, jadi maklumin aja lah ya 😁

__

"Hey ngapain nangis di sini?" tanya seseorang yang tiba-tiba sudah berada di depan Aurel. Bahkan kedatangannya pun tidak diketahui oleh Aurel.

Aurel yang mendengar suara yang tak asing baginya langsung mengelap air matanya dengan tangan. "Ka ... Kakak ngapain disini,"

"Kok malah nanya balik sih, seharusnya Kakak yang nanya kenapa Lia masih di kelas," ucap Adit lalu duduk di sebelah Aurel.

Aurel langsung membereskan buku-bukunya yang masih tergeletak di meja, kemudian ia masukan ke dalam tas.

"Aurel habis ngerjain pr Kak, soalnya kalau di rumah takut lupa," Alibinya.

Namun Adit tahu bahwa Aurel berbohong. "Emang ada masalah apa?"

Aurel yang sedang memasukkan pulpen, spontan menoleh ke Adit.

"Kakak tau dari tadi Lia nangis, terus manggil nama Aida. Emang Aida kenapa, Dia gak mau temenan sama kamu," ujar Adit sambil menatap mata Aurel yang sudah mulai berkaca-kaca lagi.

Sebenarnya Adit sudah menunggu Aurel di parkiran sekolah, namun Aurel tak kunjung kelihatan. Bahkan sampai siswa yang tersisa hanya dirinya dan dua orang lain.

Lalu Adit dengan segera menghampiri kelas Aurel. Dan tepat sekali Aurel masih ada di dalam kelas. Langkah Adit terhenti di depan pintu kelas Aurel, Ia mendapati Aurel yang sedang menangis, saat tangisannya makin terisak, Adit segera menghampiri Aurel, Ia tak tega jika melihat Aurel menangis begini. Mangkanya Ia tahu Aurel menangis karena masalah pertemanan dengan Aida.

Aurel sedari tadi tak ingin menjawab pertanyaan Adit. Ia memilih beranjak berdiri dan langsung meninggalkan Adit.

Adit yang di tinggal pergi begitu saja tak tinggal diam, Ia langsung berlari mengejar Aurel.

"Lia tunggu!" ujar Adit lalu mencekal tangan Aurel dari belakang.

Aurel akhirnya berbalik badan. "Mau apa kak? Aurel mau pulang," Sembari melanjutkan jalannya.

"Iya Kakak tau, tapi pulang sama Kakak ya," ujar Adit yang kini sudah mensejajarkan langkahnya dengan Aurel.

"Aurel bisa pulang sendiri,"

"Yakin gak mau pulang bareng sama Kakak?"

"Yakin,"

"Berarti Lia gak sayang sama Kakak?"

"Maksudnya?" ujar Aurel mengerutkan keningnya.

Adit menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Maksudnya Lia pulang sama Kakak ya, plis,"

Aurel tampak mikir sejenak, lalu Ia mengangguki permintaan Adit.

"Nah gitu dong. Baru pri kecilnya Kakak," ujar Adit sambil mengusap kepala Aurel. Dan Aurel hanya tersenyum.

Adit menggandeng tangan Aurel sembari menghampiri motornya.

"Sini Kakak pakein helmnya," ujar Adit lalu Ia memakaikan helm di kepala Aurel. Aurel menurut saja.

Di sepanjang jalan tak ada satupun yang memulai pembicaraan. Aurel canggung. Ia tak tau mau memulai pembicaraan dari mana agar tak sunyi. Begitupun Adit, ia kini sedang menanyakan tentang perasaan yang sebenarnya, kepada hatinya sendiri. Ia pun masih bingung akan perasaannya. Akan perasaan yang bimbang.

Ia bingung soal hatinya untuk siapa? Jujur ia merasa bahagia jika bersama Aurel. Tapi di sisi lain ada seseorang yang menunggunya sejak lama. Arghh.

Motor Adit kini sudah terparkir di halaman rumah Aurel, di sana terlihat sepi. Sepertinya Keluarga Aurel sedang pergi.

Aurel langsung turun dari motor Adit, dan melepaskan helmnya, lalu ia berikan kepada pemiliknya.

Sebelum masuk ke dalam rumah, Aurel mengucapkan terimakasih terlebih dahulu kepada Adit yang telah mengantarkannya pulang.

Adit pun membalas dengan senyuman, lalu ia langsung pergi meninggalkan rumah Aurel.

Bersambung...

AURELIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang