Dua - Anak baru

1K 109 8
                                    

Suara derap kaki sangat mendominasi koridor. Bagaimana tidak. Kini Aluna sedang menyamakan langkah lebar Genta, yang terus saja menghindarinya. Tanpa menyerah, gadis itu tidak berhenti memanggil-manggil nama cowok itu.

"Al! Berhenti! Dengerin aku dul—" Genta menghentikan langkah kakinya, mendadak. Gadis itu menabrak punggung tegap Genta, dan mengaduh kesakitan.

Cowok itu membalikkan badan, lalu menatap Aluna tajam. "Apa?"

Aluna langsung mundur dua langkah saat melihat respon Genta yang tidak bersahabat.

"Al. Kamu Alva, kan? Kamu—"

"Gue Genta, bukan Alva," ucap Genta meralat namanya. Tanpa memberikan Aluna kesempatan untuk berbicara, cowok jangkung itu langsung balik badan, dan pergi meninggalkan Aluna yang terdiam ditempat.

"Aku rindu kamu, Al."

___

"Aluna, silahkan duduk di kursi pojok sebelah Dendi, ya!"

Aluna mengangguk dan berjalan menunduk menuju kursi yang ditunjuk oleh Pak Eko. Sesampainya di bangku, Aluna disambung hangat oleh cowok itu—yang akan menjadi teman sebangkunya selama satu semester kedepan.

"Hai Aluna! Salam kenal, ya!" Cowok itu menyunggingkan senyum senangnya. Aluna pun ikut tersenyum, dan merasa bahagia ketika temannya menyambut baik kedatangannya. Setidaknya, overthingking Aluna sudah mulai berkurang.



"Aku Dendi, Dendi Aditya."

"Iya, aku Aluna."

Keduanya kembali terdiam ketika suara Pak Eko—selaku wali kelas mereka, mulai terdengar lantang menjelaskan materi yang akan dipelajari.

Satu jam setengah pun berlalu. Kini bel istirahat sudah berbunyi nyaring masuk ke indra pendengaran seluruh siswa-siswi SMA Garuda Bangsa. Para murid mulai berhamburan keluar kelas, menuju tempat favorit mereka.

Kantin.

"Hmm, Di. Kamu mau ke kantin, gak?" tanya Aluna basa-basi.

"Ng-Nggak deh, Na. Aku ga terbiasa pergi ke kantin," balas Dendi, ringan. Cowok itu sedang sibuk menyimpan buku-buku pelajarannya ke dalam laci.

"O-oh... Terus, kamu makan apa? dimana biasanya, Di?"

Raut wajahnya sedikit berubah. Cowok itu membuang pandangannya ke arah jendela—yang terbuka lebar di sebelahnya. Aluna yang sadar akan itu, malah merasa tidak enak. Apa dia salah ngomong?



"Aku biasanya bawa bekal. Aku ada bawa tempe goreng. Mau, Na?"

Aluna mengangguk cepat. "Mana? Mau, donk!" Cowok itu menoleh cepat, dan mendapati Aluna yang sedang tersenyum antusias. Awalnya Dendi merasa malu. Namun, respon baik dari Aluna, membuat dirinya tidak malu lagi.

Setidaknya, Aluna berbeda dari gadis-gadis pada umumnya, yang ia kenal.



"Kamu kelihatannya orang yang berada. Tapi, mau aja makanan yang beginian." Cowok itu membuka tempat makannya, sambil terkekeh kecil.

Aluna berdecak pelan. "Apaan, deh. Aku di rumah makannya juga tempe pake nasi, kok."

Aluna tidak berbohong. Terkadang, saat Bi Sari memasak makanan yang terlalu berat, Aluna malah memilih menggoreng sendiri tempe goreng ataupun tahu goreng yang kemudian ia makan dengan nasi dan kecap.

Tempe goreng adalah salah satu makanan favoritnya.

"S-sumpah, Na?" Sambil mengunyah, Aluna mengangguk.

Dendi tersenyum senang. "Kamu beda banget, ya? Aku suka temenan sama kamu! Kita temenan, ya? Kamu mau, kan?"

Aluna mencocol tempe itu dengan saus, yang juga Dendi bawa. "Boleh. Kenapa enggak?"

___

Aluna melangkahkan kakinya santai keluar dari kelas. Mumpung kali ini kelas Aluna dalam keadaan jamkos, gadis itu berniat untuk pergi melihat-lihat area sekolah yang sepenuhnya belum ia ketahui letaknya.

"Dar!"

Aluna terloncat dari tempatnya. "Ih, Dendi! Ngagetin banget, asli." Gadis itu mengelus dadanya pelan sambil memarahi Dendi yang sudah mengejutkannya.

Dendi tertawa kecil, ketika melihat teman barunya itu jengkel padanya.

"Mau kemana, Na?"

Aluna melanjutkan jalannya, yang disusul oleh Dendi di sampingnya. "Perpus, Di."



"Kamu suka baca buku?"

Aluna mengangguk pelan.

"Baca apaan sukanya, Na?"

"Hm.., buku novel sih. Hehe..."

Setelah sampai di dalam perpustakaan, Aluna bisa merasakan heningnya tempat itu pada siang ini. Wajar saja. Semua murid pasti sedang belajar di kelas mereka masing-masing.

"Kok sepi, ya?" Dendi tersenyum kecil pada Bu Kolsum, penjaga perpustakan yang sedang duduk di mejanya.

"Kan lagi pada di kelas, Di!"

Setelah dipikirkan, ucapan Aluna benar juga. "Iya juga, ya."

Aluna menemukan banyak kursi dan meja di ujung sebelah kiri perpustakaan. Gadis itu segera duduk di salah satu kursi, begitupun dengan Dendi. Aluna membuka buku sejarah yang tadi sempat ia ambil dari rak, dan mencoba membacanya. Namun tiba-tiba, Aluna mendengar suara tangisan wanita di pojok kanan perpustakaan.

Gadis itu sempat merinding. Jujur saja, perpustakaan milik Garuda Bangsa lumayan gelap, namun sangat besar. Perpustakaan di sekolah Aluna yang dulu saja, tidak sebesar ini. Padahal sekolahnya adalah sekolah yang sangat terkenal di kota Surabaya.



"Na! Kamu ngapain sih?" Dendi menatap heran pada Aluna yang sedang berjalan mengendap-ngendap ke arah pojok kanan perpustakaan.

"Sshht... sini deh!" Aluna melambaikan tangannya—menyuruh Dendi untuk mendekat. Cowok itu pun berjalan pelan, mendekati Aluna.

"Apa?"

"Sshht... jangan berisik! Bisik-bisik aja ngomongnya." Aluna menempelkan jari telunjuknya pada bibir Dendi. Cowok itu langsung patuh, dan diam. Setelah itu, dua remaja itu kembali berjalan mendekat ke arah sumber suara.

Semakin mendekat, Aluna malah dapat mendengar suara lain dari sumber yang sama. Hal itu semakin menambah rasa penasarannya, karena suara cowok itu tidak asing ditelinga Aluna.

Sesampainya Aluna di rak paling ujung, Aluna membungkam mulutnya, tidak percaya. Mata gadis itu membesar, lantaran terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Alvanya sedang dicium rakus, oleh seorang gadis yang sama sekali tidak ia kenal.

___

tbc

Kill This Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang