Tiga puluh delapan - Baikan

250 41 9
                                    

Cowok berkemeja putih, dengan jas berwarna biru dongker itu berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang begitu panjang, sendirian. Setelah usai dengan urusan di kantornya, lagi-lagi Genta tak lelah mengunjungi sang mama yang sebetulnya belum sehat sempurna. Kini dirinya telah berdiri di depan pintu ruangan mawar nomor 3, tempat dimana Hana dirawat selama ini. Ditempatnya, Genta sedikit mendengar suara beberapa orang yang sedang berbincang di dalam sana. Tanpa curiga, Genta menggeser pintu itu dengan tenang, dan mematung setelahnya, melihat sosok familiar yang ada di dalam ruangan, dan berdiri tegak di samping brankar sang mama.

"Ta? Kok diem? Kek liat setan lo," suara Sean berhasil menyadarkan dirinya dari lamunan singkat. Setelah sadar, cowok itu menutup pintu dan berjalan ke arah dimana mamanya dan Aluna berada. Dua wanita itu juga tak lepas memandang akan kehadirannya.

"Anak mama udah pulang? Ini Una nyariin kamu dari tadi," Hana tersenyum senang. Berbeda dengan Aluna dan Genta, yang sama sekali tidak menunjukkan mimik senang sedikit pun.

Tiba-tiba, Aluna sadar bahwa Genta sedang menatap tajam ke arahnya. Gadis itu spontan langsung menundukkan kepalanya, menghindar dari tatapan mematikan itu.

 Gadis itu spontan langsung menundukkan kepalanya, menghindar dari tatapan mematikan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ngapain nyariin?" tanyanya biasa. Terlalu biasa sampai-sampai terkesan tajam.

"Gak, gapapa," Aluna membalas lirih. "Bun, Aluna pulang dulu, ya? udah malem juga," Aluna meminta izin untuk pulang, tanpa menghiraukan tatapan Genta sedikit pun.

"Eh iya, udah jam sembilan lebih juga. Itu Sean gak niat balik, nak?" tanya Hana pada Sean yang duduk di sofa, dan sibuk dengan PUBG Mobile-nya.

"Hah? E-eh, iya tan. Saya balik dulu sama Al-"

"Lo balik. Gue yang antar Aluna," ucapan Sean dipotong begitu saja oleh Genta. Aluna semakin menunduk mendengar itu. Padahal, ia ingin pulang karena ia takut berlama-lama berada di dekat Genta untuk saat ini.

"Oh, yowes. Balik ya tan, Na, Nyet!" Sean membuka pintu ruangan, dan berdada-dada ria. Setelah itu, Sean pun tak terlihat lagi.

"Ngapain melamun? Buru, biar gue anter," Genta berujar ketus pada Aluna. Cewek itu seketika menoleh cepat ke arah Genta, dan mengangguk ketakutan.

"Hush, gak boleh kasar sama perempuan, Alva! Kamu lagi ada masalah, apa gimana?" wajar saja. Selama sadar, Hana belum pernah melihat sisi gelapnya seorang Genta Alvaraldo, putranya sendiri.

"Alva pamit ya, ma." Genta melenggang begitu saja, tanpa menunggu jawaban dari Hana. Aluna yang melihat kepergian Genta, sontak ikut menyusul cowok jangkung itu dengan langkah yang tergesa-gesa. Setelah pamit dari Hana, tentunya.

"Al! Alva! Tungguin aku," teriaknya dengan suara yang tidak terlalu keras. Aluna masih tahu tempat. Gadis itu kini berlari kecil, menyamai langkahnya dengan langkah lebar milik Genta.

"Alva!" Aluna menarik sebelah tangan cowok itu dan membuat langkahnya terhenti.

"Al, aku mau ngomong. Aku min-"

"Jangan sekarang, gue lagi banyak pikiran. Gue gak mau ngebentak lo, Na," ini yang paling dihindari oleh Genta. Membentak gadisnya yang akan berujung tangisan pilu pastinya. Belakangan ini, dirinya sedang di sibukkan oleh beberapa urusan kantor yang begitu menguras energinya. Ia mengambil libur, tidak sepenuhnya untuk mengurus Hana. Namun ia juga mengurusi perusahaannya yang kini sedang sedikit mengalami penurunan.

Aluna mengeluarkan jurus andalannya. Gadis itu tanpa diminta, dan tanpa meminta, memeluk tubuh jangkung kekasihnya itu. Genta tertegun sebentar. Tanpa sadar, cowok itu telah menikmati setiap tepukan lembut yang di berikan Aluna di punggung tegapnya.

"Maafin aku ya Al. Kalo aku ga ungkapin semuanya sekarang, aku bakalan kepikiran terus. Maaf aku egois," tuturnya dengan suara rendah, tanpa menghentikan gerakan tangannya. Genta mendorong bahu Aluna pelan, membuat gadis itu menjauh dari tubuhnya.

Ia menghela nafas, "iya. Maafin aku yang gampang marah sama kamu," Aluna tersenyum hangat, dan mengangguk mengiyakan permintaan maaf kekasihnya itu.

"Capek banget, ya? Mau aku pijitin dulu, baru pulang?" tanya Aluna iseng, menawarkan diri.

"Gak usah, liat kamu senang, capek aku udah ilang," Aluna berdecak dan memutar matanya malas. Dia tau, cowok itu sedang menggombalinya.

"Makin pinter gombal kamu ya?"

___

Hari kini telah berganti. Berganti menjadi pagi yang masih di basahi oleh air embun, serta matahari pagi yang masih malu-malu mengintip dari timur. Udara yang segar tidak dapat di bantah oleh siapapun, membuat orang-orang semakin bersemangat untuk keluar dari tempat tinggal mereka, dan menyelesaikan rutinitas yang sudah seharusnya di mulai dari sejak pagi datang.

Begitu juga dengan Aluna Rizqayla. Gadis itu kini tengah bersenandung kecil seraya menyisir surai hitam kecoklatannya dengan riang. Membaiknya hubungan antara dirinya dan Genta, menjadi alasannya. Di tambah lagi, cowok itu semalam menawarkan diri untuk menjemputnya, dan berangkat bersama. Hal itu semakin membuat suasana hatinya berbunga-bunga.

Suara klakson singkat yang berbunyi sebanyak dua kali, cukup memberi tahu Aluna bahwa Genta pasti sudah sampai di depan rumahnya. Aluna mengintip dari jendela kamarnya untuk memastikan, dan benar, tampak dari kejauhan figur Genta yang memakai jaket hitam favoritnya, kini tengah menunggunya.

Dengan langkah yang tergesa-gesa, Aluna turun dan keluar dari rumah minimalisnya. Tentu setelah menyalami sang papa yang sedang menikmati sarapan. Namun sebelum dirinya menghampiri Genta, gadis itu menghentikan langkah sejenak. Ternyata Aluna sedang membuka ponselnya yang terasa bergetar menggelitik pahanya.

Sambil memperhatikan ponselnya lekat, Aluna berjalan pelan menghampiri Genta yang sudah sedari tadi menunggu di atas motor.

"Udah? Ayo, nanti telat!" Aluna mengerjapkan matanya. Suara berat Genta telah menyadarkannya.

"Ah... i-iya, ayo!" Genta mengernyitkan dahinya. Genta melihat, bahwa mimik wajah Aluna berubah sejak gadis itu menyalakan ponselnya, dan membaca sesuatu di dalam sana.

"Kenapa? Dapat pesan dari siapa?" Genta mengulurkan tangannya, dan membantu Aluna naik keatas motor ninjanya.

"Hah? Pesan apanya?" tanya Aluna seperti orang yang bingung. "Bukan pesan, cuma pemberitahuan shopee."

Genta menyalakan motornya, dan mengangguk ketika mendengar alasan Aluna. "Oke, aku gak percaya."

____

Sebelumnya, aku mau nanya dong...
Kalian ada yang penasaran sama ceritanya Derren Aletta gak sih??

Thanks for reading yaaa!!
💋💋

Kill This Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang