Tiga puluh dua - Flashback 2

218 39 4
                                    

Budayakan meninggalkan jejak ya temen-temen...

Happy Reading💜

"Jawab pertanyaan gue, Ge. Jangan ngeles, gue tau lo boong kan?" Sean terus menerus menekan Gerald untuk berkata jujur. Namun, Gerald lagi-lagi hanya menggeleng.

Seakan berada di ruang persidangan, begitu lah suasana kostan Gerald pada malam ini. Dengan tatapan mematikan yang ia dapatkan dari sahabat sedari SMP nya, Genta, hawa mencekam semakin menyelimuti di antara mereka.

"Iya, gue ga boong Yan. Memang gitu doang ceritanya," ujar Gerald, mencoba meyakinkan Sean dan Genta.

"Lucu lo! Masa lo segitu takutnya cuma gara vidio lo ngerokok di sebar?" heran Sean. Rasa curiga cowok itu tidak mudah di singkirkan dengan alasan bodoh Gerald.

"Gue anak beasiswa, Yan. Wajar gue takut sama yang gituan," bela Gerald. Cukup masuk akal. Tapi, otak pintar Genta sangat menolak mempercayai alasan klasik itu.

"Oke, gue gak percaya," Genta melirik tajam ke arah Gerald sebentar, lalu cowok itu bangkit dari duduknya, dan meninggalkan tempat tanpa sepatah kata pun. Jujur, Genta sudah sangat muak mendengar kebohongan Gerald, yang masih saja di pertahankan.

"Mampus lu, Genta ngambek kan."

___

Alih-alih berdiam diri dirumah, Genta kini sibuk berusaha mencari tahu kebenaran di balik kejadian yang baru saja terjadi antara sahabatnya dengan Elang dan Peto. Tidak ingin membuang-buang tenaganya, ia langsung menghubungi Elang yang nomornya ia dapatkan dari grup leting.

Sekali, dua kali, tidak ada jawaban. Genta menjadi kesal sendiri, dan ke tiga kalinya...

"Halo? Siapa?"

Genta menghela napas kasarnya, menahan amarah. "Gue, Genta."

Suara tertawa hambar pun terdengar. "Apa? mau wawancara gue? atau mau ngasih uang untuk pengobatan gue? Gigi gue patah satu gara lo, anjing," sembur Elang, sarkastik.

"Vidio apa yang lo maksud tadi?" tanya Genta datar, yang tersirat kemarahan yang begitu besar di dalam pertanyaan itu.

"Ah... mau tau? jumpain gue sama Peto ya, besok! Di jalan kenanga, hotel Rawa Indah yang ga kepake lagi, tau kan lo?" tanyanya. "Sendiri, jangan kaya banci lo, bawa temen lo."

"Lo kali banci, pake di temenin si Peto," tut, panggilan di putuskan begitu saja oleh Genta.

___

Malam sunyi, yang hanya di temani beberapa bintang dan di sinari bulan, kini menemani jalannya Genta menuju tempat perjanjian awal mereka. Tanpa ragu, tanpa membawa apapun, Genta dengan sigap mendatangi Elang dan Peto.

Eksistensi dua manusia sampah itu mulai terlihat oleh indra penglihatan Genta. Dengan cepat, cowok berjaket kulit itu turun dari motor ninja nya, dan menghampiri dua manusia itu.

"Sihiy, abang ganteng udah nyampe," ujar Peto bercanda tak lucu.

"Lo suka sama gue? sampe jawab pertanyaan gue aja harus jumpa? buang-buang waktu tau gak lo," Genta sudah menampilkan wajah kesalnya. Suara tawa Peto semakin menghancurkan mood-nya.

"Gue akuin sih kalo lo ganteng. Sampe Elang suka nih sama lo," perkataan Peto berhadiahkan pukulan keras dari Elang, di bahu cowok itu.

"Iya, tau gue. Apa? Vidio apa? tunjukin!" pinta Genta tidak main-main.

Drrtt.. Drrtt..

"Angkat dulu tuh, siapa tau penting," saran Elang ketika mendengar getaran dari saku jaket Genta.

Genta merogoh saku jaketnya. "Apa, Yan?"

"Woi anjeng! Lo dimana?" tanya Sean membentak. Suara cowok itu sedikit terdengar bergetar di sebrang sana.

"Hotel setan. Kenapa?"

"Ta... Gerald, Gerald udah gak ada.. hiks. Bro dia... dia ninggalin kita," Sean menangis, itu yang dapat disimpulkan olehnya sekarang.

"G-gak bercanda kan lo? Aw-"

"Anjeng, Peto sialan. Gerald takut banget vidio bugil dia di sebarin sama Elang dan Peto. Mereka minggu lalu telanjangi Gerald sampe di vidioin, Ta. Gak ngotak anjing. Gue udah baca semuanya surat wasiat dari Gerald yang sengaja ditinggalin buat kita," suara Sean terdengar sangat memilukan di telinga Genta.

Mendengar hal itu, Emosi Genta langsung meledak. Genta membuang ponselnya asal, kemudian cowok itu langsung menghajar Peto dan Elang secara membabi buta. Elang yang sudah menyimpan senjata tajam pun, di buat kewalahan oleh nya. Amarahnya sudah menguasai kesadarannya. Hal itu membuat Genta sudah tidak peduli lagi dengan nasib korbannya yang akan melanjutkan hidup lagi atau tidak.

Di ujung kesadaran Peto dan Elang, Rauzan bersama Farhan dan Septi datang sedikit terlambat. Melihat anggotanya yang sudah berlumuran darah, Rauzan tidak bisa diam saja. Ia bersama Farhan ikut menghajar Genta. Akibatnya, Farhan dan Rauzan juga menjadi korban keberingasan Genta. Septi yang melihat hal itu hanya melongo di tempatnya, tidak berani untuk sekedar menghampiri Farhan dan Rauzan yang sudah pingsan di tempatnya.

Hanya dengan sebuah pisau milik Elang, dan sebuah batu yang tidak ada pemiliknya, Genta dapat menghabisi dua nyawa secara bersamaan.

"SIAL LO ANJING!! INI RASANYA BELUM SEBERAPA DENGAN YANG LO LAKUIN KE SAHABAT GUE, BANGSAT!" teriaknya putus asa bercampur menyesal. Kata-kata itu terucap dibarengi dengan turunnya air mata Genta yang begitu deras.

Di malam duka itu, Genta juga mengambil nyawa Elang dan Peto bersamaan dengan perginya Gerald, sahabatnya.

Flashback off

___


Sean & Gerald

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sean & Gerald

Kill This Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang