Empat puluh sembilan - Our first love

208 36 4
                                    

"Aku mencintaimu. Aku hanya memilikimu. Dan aku tak punya apapun selain kamu."

-Genta Alvaraldo

___

Genta berdiri tegak menatap pantulan dirinya pada cermin panjang kamar Aluna. Cowok itu mengancing kembali seragamnya, lalu merapikan surai legamnya yang setengah basah akibat air wudhu yang membasahi setengah kepalanya. Setelah selesai, Genta menatap Aluna yang kini sedang melipat mukenah yang tadi gadis itu gunakan saat sholat berjamah bersamanya, lewat pantulan cermin di hadapannya.

"Om Delon kapan pulang, Na?" tanya Genta mulai membuka pembicaraan.

Tanpa menoleh, Aluna menjawab. "Papa? Papa biasa selalu pulang abis isya-an sih."

"Ya udah, aku temenin sampe papa kamu pulang."

"Izin dulu sama Bunda, Al. Nanti Bunda nyariin," ujar Aluna, menyuruh.

"Iya, nanti."

Aluna sudah selesai dengan kegiatan lipat melipatnya. Selanjutnya, Aluna menghampiri cowok itu yang masih memperhatikan gerak-geriknya lewat pantulan cermin.

"Duduk dulu yuk, aku mau ngomong," gadis berkaus pink itu menarik pelan lengan Genta dan membawanya ke arah pintu balkon yang masih tertutup. Setelah membukanya, ia mendudukkan cowok itu di sofa tunggal yang terletak di balkon kamarnya.

"Kamu ada masalah apa Alva? Aku siap dengerin apapun itu masalahnya. Ya walaupun aku memang enggak bisa bantu banyak, tapi kamu bisa berbagi rasa gelisah kamu ke aku," ucap Aluna panjang lebar, membujuk sang kekasih untuk menceritakan seluruh masalahnya tanpa ada yang ditutup-tutupi.

Genta menatap dalam manik hitam Aluna. Kemudian, cowok itu mendadak menarik lengan gadisnya, dan tentunya gadis itu terjatuh ke atas pangkuan Genta. Aluna spontan membelalakkan matanya, namun ia tidak memberontak. Genta melingkarkan tangannya pada pinggang ramping Aluna, dan gadis itu masih diam dengan sejuta keterkejutannya. Cowok itu menaruh dagunya di atas bahu Aluna, lalu mulai bercerita.

"Mama lagi ngurus perceraian sama papa, Na." Aluna melongo di tempatnya. Jujur, Aluna tidak pernah menyangka bahwa keadaan keluarga Genta sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Tak lama setelahnya, suara cowok itu kembali terdengar. "Setelah kejadian itu, papa suka bawa pulang perempuan ke rumah Na, sampai-sampai udah kelewatan batas."

Genta merubah posisinya. Dia menarik bahu Aluna, agar gadis itu dapat bersandar di dada bidangnya. Lalu Genta menaruh dagunya pada pucuk kepala gadis itu, tanpa melepaskan tautan tangannya yang masih setia melingkar di pinggang gadisnya.

"Yang bikin aku pusing, papa ngambil hak asuh anak sepenuhnya, dengan alasan mama gak bakal sanggup biayain pendidikan aku.

"Kalau aku sepenuhnya ada di tangan papa, mungkin aku harus tetap jadi penerus perusahaannya. Aku muak Na, cita-cita aku jauh dari kata perusahaan, bisnis, atau semacamnya."

"Kamu mau jadi apa?" tanya Aluna lembut.

"Staf kedutaan, kalo bisa," balasnya tenang.

Aluna mengangguk pelan. "Aku selalu doain yang terbaik untuk kamu, Al. Semua ada jalannya, kalau kamu mau berusaha buat kejar impian kamu. Sebenarnya, sekarang ini tugas kamu adalah belajar yang serius, siapin fisik dan ilmu matang-matang. Bukannya malah sibuk ngurusin urusan kantor, Alva," ucap Aluna yang di simak baik-baik oleh Genta. "Jangan main-main lagi, kamu udah kelas 12. Aku tau kamu gak banyak main-main kan? Tapi maksud aku, kamu udah bisa lebih memfokuskan diri kamu untuk belajar, jangan sama aku terus-terusan. Terus juga, jangan sibuk ngantor mulu."

Genta tiba-tiba menatap wajah Aluna dari samping. Aluna pun menolehkan kepalanya. Cowok itu berusaha mencari kebohongan pada raut wajah Aluna, namun tidak ia temukan. Gadis itu malah tersenyum meyakini, dan disitu lah Genta tahu bahwa Aluna benar-benar serius menyampaikan nasihatnya.

"Aku siap kamu duain sama tugas-tugas kamu deh," gigi rapih gadis itu terlihat, dan senyum itu membuat Genta menyerah. Cowok itu sudah terlalu gemas. Ia menyambar bibir tipis Aluna singkat, spontan Aluna membolakan matanya dan berusaha bangkit dari pangkuan Genta. Namun, ia tidak berhasil, lantaran pinggangnya yang sudah di kunci erat oleh tangan kokoh Genta.

Cowok itu hampir saja mencuri satu kecupan singkat lagi di bibir Aluna. Gadis itu langsung mengerucutkan bibirnya lucu.

Aluna pura-pura merajuk.

"Jangan gitu, aku makin gemes," gumam Genta pelan, sambil menyingkirkan beberapa helai rambut Aluna ke belakang telinga, dengan tangannya.

Aluna berdecak, dan membuang muka.
"Lepasin, Genta Alvaraldo! Ntar kalo Bi Sari liat gimana, ih?!" celetuknya kesal. Genta hanya tertawa renyah melihat gadisnya marah-marah tidak jelas padanya.

"Bi Sari kalo masuk juga ngetuk kali, Na." Genta semakin erat memeluk pinggang gadis itu, lalu menjatuhkan kepalanya ke bahu kiri Aluna seperti yang ia lakukan beberapa menit yang lalu.

Semilir angin malam seakan menjadi pelengkap kemesraan keduanya, serta langit malam yang di penuhi oleh bintang-bintang seakan menjadi saksi kebahagiaan mereka. Dunia serasa milik berdua untuk malam ini, tanpa mengetahui batasan waktu hubungan mereka yang tersisa.

"Aluna," panggil Genta.

"Kenapa, Al?"

"Jujur sama aku, hmm? Kamu suka aku dari apanya? Wajah, sifat, atau harta?" Aluna berdecak kesal. Ia sangat benci pertanyaan yang seperti itu.

"Gak tau. Aku tiba-tiba aja suka sama kamu, dari dulu," jawab Aluna biasa. Gadis itu kembali memposisikan dirinya, bersandar pada dada bidang Genta. Aluna mendongakkan kepala, seraya menatap bintang malam yang berserakan di langit.

"Sejak kapan?" tanya Genta lagi.

"Hmm... pas aku kelas dua SD deh."

Genta tersenyum hangat tanpa terlihat oleh Aluna."Yah, aku duluan ternyata yang nyukain kamu," ucap Genta sok-sok lesu.

Aluna sedikit mendongak, menatap wajah tampan Genta. "Hm? Kapan?" tanya Aluna penasaran.

Genta tersenyum miring. "Hmm..., sejak pertama kali kenal sama kamu, terus aja sampai sekarang. Gak ada orang lain," jujur Genta. Pipi Aluna langsung memerah mendengar ucapan manis yang Genta ucapkan. Lantas, cepat-cepat gadis itu memegang pipinya sendiri.

"Aluna," panggil Genta. Cowok itu mengambil satu tangan Aluna, lalu memainkannya.

"Iya?"

"Aku cinta sama kamu, Aluna. Apapun masalahnya, jangan pernah tinggalin aku, ya?"

___

tbc

Kill This Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang