Lima puluh delapan - The last letter

288 44 15
                                    

Gadis berkemeja biru muda, dengan jeans yang melekat di kaki jenjangnya itu menghempaskan tubuh lelahnya ke atas permukaan kasur. Aluna menatap kosong langit-langit kamarnya. Tak lama setelah itu, rasa kantuknya mulai kembali menyerang. Gadis itu memilih untuk memejamkan mata sejenak, dan mengistirahatkan tubuh lelahnya.

Setelah berganti sift dengan Sean, gadis itu memilih untuk kembali ke rumahnya menggunakan ojek online. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00, yang dimana seharusnya Aluna sedang duduk manis dengan teman-temannya, dan menunggu bel masuk berbunyi.

Aluna membuka mata ketika mendengar ketukan yang berasal dari pintu kamar. Dengan malas, gadis itu membuka pintu kamarnya, lalu terlihatlah Sang Papa yang sudah rapi dengan kemeja kantornya.

"Papa boleh masuk, Na?" tanya Delon lembut. Aluna mengangguk mengizinkan. Pria itupun melangkah masuk dan duduk di pinggir kasurnya, begitu pun dirinya.

"Kamu berantakan banget, sayang." Delon menatap Aluna dari atas hingga bawah. Yang di katakan Delon tidaklah salah. Gadis itu sangat tampak berantakan dan juga kacau. Di mulai dari surai panjang nya yang terlihat kusut, bibir mungilnya yang mengering dan terdapat luka kecil dibagian ujungnya, lalu kedua matanya yang membengkak sempurna, hingga kemeja yang tidak terlalu benar Aluna kenakan.

"Tadi temen mu datang kesini jam tiga malem. Katanya dia mau ngambil bajumu. Dia juga cerita, kamu di apa-apain sama orang yang nyelakain Aletta. Bener itu sayang?" mengingat kejadian mengerikan semalam, Aluna kembali menitikkan air mata.

"Bener ya? Maafin papa, sayang. Papa kurang dalam menjaga kamu. Papa juga belum wujud-in keinginan kamu untuk jumpa sama mama. Papa terlalu sibuk kerja, Na," Delon menarik putrinya kedalam pelukannya. Aluna membalas pelukan itu dengan erat dan menenggelamkan wajahnya pada tengkuk Sang papa.

"Akan papa buat menyesal siapapun yang berani menyentuh putri papa," ujar Delon tegas.

Aluna melepaskan pelukan mereka. Ia mengusap kedua matanya, lalu mengulurkan tangannya mengambil ponsel yang tergeletak disampingnya. Ponsel itu bergetar. Dengan cepat, Aluna menerima panggilan itu.

"Halo, Di. Di, Tolong bilang ke bu-"

"Nak... Dendi udah gak ada..."

___

Belum lagi reda kesedihannya, hari ini Aluna kembali dipertemukan dengan kesedihan lainnya. Gadis bersurai kecoklatan itu berlari kecil menyusuri koridor rumah sakit yang panjang. Kakinya spontan berhenti melangkah ketika ia melihat Ibu Dendi yang meringkuk dan menangis, bersandar pada tembok rumah sakit. Tanpa bertele-tele, Aluna langsung menghampirinya, lalu menyamakan tingginya dengan wanita paruh baya itu.

"B-bunda? I-ini Aluna," wanita itu mendongak, dan membalas tatapan Aluna.

"Bunda jangan sedih lagi ya? Dendi bakalan sedih banget liat bunda kaya gini," Aluna langsung memeluk wanita itu. Ibu Dendi juga membalas pelukan dengan sangat erat. Wanita itu berusaha mencari sumber kekuatan dari Aluna.

Tangan gadis itu bergerak mengelus punggung Ibu dari sahabatnya itu agar beliau tenang. "Bunda... Ikhlasin semuanya, ya? Aluna janji bakal selalu ada di samping bunda."

Wanita paruh baya itu mendorong bahu Aluna, pelan. Ia mengusap air matanya serta hidungnya, mencoba menetralkan pernapasannya yang begitu terasa sesak akibat kehilangan anak satu-satunya. Ibu Dendi terlihat sedang mencari sesuatu di dalam tas tenteng miliknya. Lalu wanita itu menyodorkan secarik surat yang sedikit bebercak darah.

"Kamu baca. Ini buat kamu dan Genta." Aluna mengernyitkan dahinya. Tapi setelah itu, ia membuka surat itu dan membacanya.

To: Aluna Rizqayla

Na, maaf ya... Aku bodoh, aku lagi-lagi buat kamu sedih. Janji sama aku ya? Setelah baca surat ini kamu gak akan marah? Aku bener-bener minta maaf, Na. Aku labil, aku cemburuan, aku jahat. Aku yang celakain kak Genta sesuai perintah kak Derren. Aku terpaksa, tapi aku juga dendam. Aku cinta dan pengin milikin kamu sebagaimana kak Genta menangin hati kamu, Na. Aku gak sadar diri kan? Aku memang udah jauh berbanding dengan kak Genta yang perfect.

Sampaikan maaf ku karena udah sengaja nyelakain dia, ya? Aku harap, kak Genta bisa bertahan. Bilang makasih dari aku untuk kak Genta karena selalu nyelamatin aku. Bilang juga sama ibu, ini keputusanku, bukan salah siapa-siapa. Aku gak bisa hidup dalam rasa penyesalan yang begitu besar. Dan satu hal lagi, aku berharap kamu selalu bahagia sama kak Genta.

Aku cinta kamu Na, sampai akhir hayat.

Regards: Dendi Aditya

Gadis itu mengepal surat berwarna putih itu, kemudian membuangnya ke sembarang arah. Aluna menundukkan kepalanya dan mulai menangis keras. Ia menjambak rambutnya kasar, dan beberapa helai rambutnya terlepas dari kulit kepala.

"Kamu jahat, kamu bodoh! Kenapa kamu tinggalin aku Di.. hiks."

Lagi-lagi, orang yang begitu berarti dihidupnya menderita akibat keberadaannya.

___

Hai... Vote dan Komennya dong...

Thanks for reading!!🧡

Kill This Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang