Epilog

622 47 14
                                    

"Seseorang yang kutunggu sampai hatiku terluka, itu adalah dirimu."

-Genta Alvaraldo

Recomendation song: Ben - Memory

___

Aluna merenggangkan otot-ototnya. Kemudian, Aluna juga membunyikan tengkuk lehernya yang terasa berat. Wanita itu sudah duduk di meja kerjanya selama lima jam lamanya. Dalam dua hari ini, wanita itu sedang sibuk menyusun laporan forensik, yang akan dilaporkan pada atasannya.

Ruangan senyap Aluna tiba-tiba saja berbunyi berisik. Wanita itu terkejut bukan main ketika Miska, teman seletingnya masuk dan berlari kencang ke arahnya.

"Aluna, lo harus tau!" Aluna menaikkan sebelah alisnya bingung. Miska yang tahu bahwa Aluna belum connect, ia segera memberitahukan detailnya.

"Suami lo yang ganteng itu lagi dibawah, dong!! Dia nungguin lo, sama anak lo juga," jelas Miska menggebu-gebu. "Bukannya gue mau pelakorin suami lo. Tapi, dia emang ganteng banget, njim!" Miska berteriak histeris membayangkan wajah tampan suami Aluna. Sedang Aluna sendiri hanya terkikik geli.

"Makanya, nikah. Pak Ridwan kan mau sama lo!" Miska membelalakkan matanya. Wanita itu menoyor kepala Aluna, lalu bibirnya berkomat-kami mengucapkan 'amit-amit'.

"Ya udah, gue ke bawah dulu. Oh iya, kalau mau ajukan laporan, sekalian sama gue, ya? Gue baru aja siap, nih. Gila, kasus yang lagi kita tanganin ternyata lagi heboh. Bangga gue autopsi mayatnya." Miska menepuk kembali kepala Aluna. Wanita itu merasa seperti sedang berbicara dengan psikopat.

"Dasar, tolol. Gue besok mau ngasih laporannya. By the way, kirsal buat suami lo yang ganteng itu, ya!" Aluna bangkit dari kusri kerjanya, lalu mengucir kembali rambutnya yang sudah berantakan.

Selesai mengikat rambut, Aluna menepuk pundak Miska. "Kalo lo liat mantan gue, mungkin modelan kaya lo udah pingsan di tempat."

___

Di jalan, Aluna terus-menerus bermain dengan putri kecilnya, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Yadi yang sedang menyetir. Mereka bukan sedang ribut, atau sedang marahan. Hanya saja Aluna sedang malas menghadapi Yadi yang cemburuan.

Tadi, sebelum naik kemobil, Yadi kembali bertanya soal atasan Aluna. Ya. Atasan wanita itu sudah tertangkap beberapa kali mendekati istrinya. Jadi, pantas saja Yadi selalu curiga.

"Hmm? Marah? Padahal aku nanya doang." Yadi mencolek dagu lancip Aluna. Wanita itu berusaha tidak tersenyum, agar Yadi masih beranggapan bahwa dia sedang marah.

Yadi menoleh sepenuhnya pada Aluna, dan si putri kecil mereka yang sedang bermanja ria di atas pangkuan ibunya. "Sayang, jangan ngambek, dong. Janji deh, aku gak bakal nanya-nanya lagi." Aluna menoleh cepat, dan menampakkan wajah garangnya. Yadi memundurkan badan saat melihat wajah sangar itu.

"Males. Gak usah ngomong sama aku!" Aluna memukul lengan Yadi keras. Cowok itu mengaduh kesakitan, lalu kembali melajukan mobil karena lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau.

"Laporan terakhir kamu udah selesai?" Aluna mengangguk. Wanita itu kembali larut bermain bersama Alayya, putri kecil mereka yang baru saja berusia dua tahun.

"Jadi, kita bakal pindah ke Jakarta dalam minggu ini kan, Na?"

"Iya, Di. Kamu emang harus banget pindah kesana, ya? Gak bisa ketempat lain?"

Kill This Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang