Lima puluh tiga - The last kiss

249 32 0
                                    

"Sejak hari kau masuk ke dalam hatiku, duniaku dipenuhi dengan dirimu."
-Genta Alvaraldo

___



Ketukan singkat yang berasal dari pintu utama rumah pun terdengar. Aluna tahu, bahwa itu pasti adalah Genta. Gadis itu, tadinya sedang duduk terdiam di atas ranjang. Setelah mendengar ketukan pintu, ia langsung lari menuju ke lantai dasar, dan membuka pintu dengan cekatan.

Usai membuka pintu, Aluna langsung memeluk tubuh jangkung cowok itu dengan erat. Awalnya Aluna masih diam. Lama-kelamaan, gadis itu mulai terisak. Genta yang tidak begitu paham atas dasar apa gadisnya menangis, ia hanya bisa membalas pelukan Aluna tak jauh lebih erat. Cowok itu mengelus punggung Aluna dengan lembut, agar gadis itu berhenti menangis dan segera tenang.

Setelah lima menit berpelukan, gadis itu masih enggan melepaskan pelukannya. Genta dan Aluna masih saja terdiam di ambang pintu. Semakin lama, semakin erat juga pelukan yang Aluna berikan pada Genta. Malahan, gadis itu semakin menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Genta.

Genta merasa, bahwa disini bukanlah tempat yang tepat. Akhirnya, cowok itu membopong tubuh Aluna tanpa izin, lalu segera membawa gadis itu ke dalam kamarnya.

Sampai di kamar, Genta langsung mendudukkan tubuh gadis itu ke atas kasur. Kemudian, Genta berjongkok di depan Aluna.

"Sayang, udah ya? Kenapa? Kamu mimpi buruk?" Genta meraih dua tangan dingin Aluna. Cowok itu mengusap tangan itu lembut, dan sesekali mengecupnya.

Aluna mengangguk pelan. Gadis itu sudah terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Tapi, air matanya masih enggan untuk berhenti turun. Genta yang melihat itu, hanya bisa tersenyum tenang, sambil mengusap kedua pipi gadis itu.

"Jangan nangis lagi. Aku gak bisa liat kamu nangis. Aku serius." Aluna masih diam. Gadis itu pun masih segukan. Tiba-tiba, Aluna meraih lengan kiri Genta, lalu menariknya. Genta merasa paham, bahwa gadis itu menyuruhnya untuk duduk di atas kasur, tepat disampingnya. Genta pun berpindah tempat.

"Kamu jangan pernah ninggalin aku, Al. Jangan pernah, ya?" Genta cukup ngilu mendengar suara serak Aluna. Cowok itu menarik lengan kanan Aluna, lalu membawa tubuh gadis itu ke dalam rengkuhannya. Lagi-lagi, Aluna meneteskan air mata disana.

"Gak butuh kamu ingatin, aku gak bakal pernah tinggalin kamu, Na."

Diam-diam, Aluna tersenyum kecil dibalik tubuh Genta. Gadis itu sudah sangat merasa tenang sejak hadirnya Genta. Aluna pun mendorong bahu bidang cowok itu, dan melerai pelukan singkat mereka.

"Sekarang aku mau nanya. Kamu mimpi apa?" Genta mengusap keringat yang ada di dahi gadis itu. Setelah itu, ia menyingkirkan anak rambut Aluna ke belakang telinga.

"Aku mimpi kamu di tabrak orang," lirihnya. Sejenak, Genta mengernyitkan dahinya.

"Una, liat aku!" Genta menangkup wajah gadis itu. "Aku gak bakal ninggalin kamu. Dan lagian, itu cuma mimpi. Jangan dipikirin, ya?" Aluna mengangguk pasrah. Sebetulnya, bayang-bayang dari mimpi buruknya masih saja berputar di kepalanya. Mengingatnya saja, sudah membuat dada Aluna kembali sesak.

Genta masih bisa melihat, bahwa Aluna masih saja terbayang akan mimpinya. Genta tidak tahu menahu, seburuk apakah mimpi gadis itu. Yang jelas, mimpinya pasti sangat buruk. Dalam diamnya mereka, tiba-tiba otak cerdas cowok itu terlintas satu ide yang cukup gila. Genta pun mulai melancarkan aksinya. Cowok itu dengan cepat mengecup bibir Aluna, dan tentu saja gadis itu terkejut.

"Gemesin," ujar Genta, tersenyum jahil. Aluna mengerucutkan bibirnya sebal. Padahal, saat ini ia sedang begitu gelisah. Tapi, Genta malah begitu tenang.

"Kamu dari mana? keliatannya bukan dari rumah," tanya Aluna. Mata gadis itu mengamati pakaian Genta dari atas hingga kebawah. Ia mencurigai sesuatu.

"Hm? Ak-aku? Oh..., aku dar-"

"Balapan lagi?" ucap Aluna memotong alasan Genta. Cowok itu sepertinya sudah tertangkap basah. Genta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Aluna yang sadar akan hal itu, gadis itu langsung mencubit pinggang Genta dengan keras. Erangan Genta pun terdengar.

"Gak usah ngelak Genta Alvaraldo! Aku tau, kamu gak bakal bawa mobil kecuali hujan atau ada sesuatu," katanya garang. "Udah di bilangin berkali-kali tuh denger! Aku gak larang kamu main sama temen-temen kamu. Tapi jangan kaya gini lah!"

Genta tertunduk kontan. Ia menatap dua tangannya yang tergeletak di atas pangkuannya.

"Aku gak ikutan tadi. Temen aku yang minjem mobilnya. Aku cuma mantau aja," jujur Genta, masih tetap dengan posisinya.

Aluna menghembuskan napasnya. Kemudian gadis itu meraih sebelah tangan Genta, dan mengelusnya. "Ya udah, aku percaya. Jangan di ulang lagi ya?" Genta mengangkat kepalanya. Lalu ia mengamati wajah cantik gadisnya yang tidak lagi terlihat marah. Aluna begitu mempercayainya.

Alih-alih menjawab, Genta malah menyambar ranum tipis gadis itu. Dia melumat bibir Aluna pelan dan cowok itu memejamkan matanya nikmat. Berbeda dengan Aluna. Gadis itu malah membolakan matanya terkejut. Tak lama kemudian, Aluna pun mencoba memejamkan mata, dan mencoba menikmati ciuman lembut yang Genta berikan padanya.

Aluna dan Genta sudah merasa kehabisan udara. Keduanya pun memutuskan tautan bibir mereka.

"Aku cinta kamu, Aluna Rizqayla. Dan itu adalah awal dan akhir bagi segalanya."

___

"Na! Woi, Aluna!" Aluna mengalihkan pandangannya dari ponsel. Ia menatap Reza dengan tatapan bertanya.

"Woi, lo temenin gue dong Na. Gue mau ngadain ultah di rumah gue, tapi gak tau harus milih kue yang gimana," jelas cowok itu, curhat. Aluna terdiam sebentar. Dan akhirnya, gadis itu mengangguk menyetujui permintaan Reza.

"T-tapi, jangan kasih tau kak Genta lah. Gue kan ada masalah sama dia. Gue jadi gak enak," kata Reza ragu-ragu.

Aluna mengernyitkan dahinya. "Loh, kenapa? Gak papa, aku bakal bilang baik-baik sama Alva. Kamu gak us-"

"J-jangan Na. Gue mohon, kali ini aja," ucap Reza memohon. "Sekalian, gue juga mau cerita sama lo, tentang masalah gue sama cewek baru gue," lanjutnya.

Aluna menimbang-nimbang ajakan Reza. Satu sisi, ia tidak bisa pergi begitu saja tanpa sepengetahuan Genta. Dan satu sisi lainnya, ia tidak enak untuk menolak ajakan Reza yang terlihat begitu membutuhkannya.

"Y-yaudah deh, jangan lama ya? Kamu mau kapan?"

___

tbc

Kill This Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang