Enam - Putri tidurnya Genta

637 84 4
                                    

Hargai penulis, ya! Vote dan komennya mohon banget untuk para Readers,

and happy reading.

___

"Dendi!" Dendi terpaku ditempatnya, ketika melihat Aluna yang tadinya sedang mondar mandir di depan tangga, kini menatapnya dengan tatapan penuh kekhawatiran.

Aluna menghampiri cowok itu, yang masih berdiri di anak tangga ke dua. "Loh, muka kamu kena—"

Ucapan Aluna langsung terhenti ketika matanya menangkap Genta yang juga sedang turun dari tangga yang sama. Genta tidak peduli di tatap begitu oleh Aluna. Cowok itu tetap berjalan tenang menuruni tangga.

"K-kalian berdua, enggak lagi berantem, kan?" Tanya Aluna memastikan. Alih-alih menjawab, Genta malah terdiam datar disamping Dendi.

"Eh, kamu nyariin aku, ya? Tadi kak Genta yang jemput aku ke atas," tanya Dendi mengalihkan pembicaraan.

Aluna mengangguk. Tapi seingatnya, ia tidak memberitahu siapa pun. Memang setelah mendengar cerita dari Gladis, Aluna langsung beranjak pergi meninggalkan kantin, dan mencari keberadaan sahabatnya seorang diri, tanpa melibatkan siapapun, baik Genta ataupun orang lain.

"Lo masuk. Gue mau bicara sama dia." Aluna mengalihkan matanya, saat Genta berbicara padanya.

"T-tapi Al—"

"Butuh gue anter?" Tekan Genta.

Aluna langsung ciyut, lalu menggeleng. Tanpa menunggu Genta kembali bersuara, gadis itu langsung ngacir tanpa sepatah katapun.

"Buru, gue bantu obatin."

"Ha? B-bang?"

"Apa?"

"Katanya cuma mau ngomong?"

"Ga. Dari pada Una yang ngobatin lo, bagus gue aja." Genta berjalan lebih dulu dan meninggalkan Dendi yang masih kebingungan.

___

"Genta!" Cowok itu menoleh malas. Saat Genta berbalik, cowok itu bisa merasakan adanya hawa-hawa menegangkan, hanya dengan melihat raut wajah ayahnya saja.

Baru aja pulang, udah aja dipanggil sama malaikat maut.



"Jangan sembarangan membatalkan pertunangan, Genta!" Bentak ayahnya. Sepertinya, firasat Genta tepat sasaran. Namun Genta masih saja menatap ayahnya dengan tatapan biasa. Melihat hal itu, ayahnya kembali naik darah.



"Genta! Kamu—"

"Gue bisa atasi sendiri, tanpa bantuan orang tua Renata," sahut Genta teramat tenang.

"Heh, kamu. Jangan bikin kepala ayah makin pusing. Udah mama kamu gak bangun-bangun, nyusahin aja! Mayat mama kamu seharusnya udah bisa di bu—"

PRANG

"Sekali lagi nyebut mama mayat, lo yang bakal gue jadiin mayat."

Genta meninggalkan ayahnya yang terpaku, sambil melihat ke arah pecahan vas yang ada didepan matanya. Genta tidak peduli dengam itu. Prioritasnya saat ini hanyalah Sang Ibunda tercinta yang masih dalam keadaan koma, setelah kejadian7 tahun yang lalu.

Genta memasuki kamarnya, dan mulai melakukan ritual rutin yang selalu ia lakukan sepulang sekolah. Setelah selesai, Genta cepat-cepat memakai kaos putih, serta jaket hitamnya, dan bersiap untuk mengunjungi Hana, Sang Ibunda tercinta.

____

Ting

Aluna menggunting gambat terakhir, dan ia pun menyudahinya. Gadis itu tadinya sedang mengerjakan tugas biologi. Tapi, karena sudah selesai, Aluna pun menyudahinya, tanpa membereskan terlebih dahulu alat-alat kerjanya tadi. Gadis itu mengambil ponselnya yang tadi berbunyi, lalu menyalakannya.

derreeeen_. mulai mengikuti anda.

Notif itu yang pertama kali muncul di lock screen ponsel Aluna. Namun, Aluna tidak menghiraukannya, dan ia lebih memilih untuk membuka aplikasi weverse—yang berisikan... Ya, yang tahu-tahu aja deh.

"Sayang! Makan malam dulu, Nak."

Mendengar teriakan papanya yang ada di lantai bawah, gadis itu sontak menjawab, dan langsung keluar dari kamarnya menuju ruang makan.

"Gimana sekolahnya? Luna suka?" Tanya Delon, yang sedang menaruh nasi ke atas piring.

"Gitu deh. Aku jumpa lagi sama Alva, pah."

"Oh, iya? Bisa temenan lagi dong, ya?"

"Engga pa. Dia berubah." Tentu saja itu hanya suara hatinya saja.

"Hehe, gitu deh. Alva makin ganteng loh , pa. Luna suka." Jawaban blak-blakan Aluna membuat Delon tertawa renyah.

"Anak papa juga makin cantik, tuh. Pasti Alva juga suka sama kamu."

Aluna hanya tersenyum miris. Dan diam-diam, ia juga berharap begitu.

___

"Ma? Alva datang." Genta menatap wajah pucat Hana, dengan mata sendunya. Cowok itu terduduk disamping brankar, lalu mengambil sebelah tangan dingin Hana, untuk di elusnya.

"Besok, aku ulang tahun yang ke delapan belas loh, ma. Mama enggak ada niatan buat ngucapin, gitu?" Pertanyaan Genta tergantung begitu saja, sebab Hana tidak mungkin dapat menjawab pertanyaan putranya.

"Aku gak minta lebih. Aku cuma mau sama mama semalaman ini. Itu aja udah lebih dari cukup buat aku." Genta tersenyum tampan, dan sayangnya Hana belum bisa melihatnya.

"Tapi, lain hal kalau mama mau kasih kejutan yang lebih buat aku. Cukup dengan bangunnya mama, aku udah berasa manusia yang paling bahagia di dunia ini." Genta tertawa hambar. Nyatanya, kebahagiaan belum pernah mendatanginya, sejak wanita cantik itu tertidur pulas di tempatnya.

"Aku sayang mama."

____

tbc

Kill This Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang