Dea memberenggut kesal karena ia dan yang lain harus pulang ke Jakarta hari ini, ini semua karena tuntutan kerja Sam dan Arkan. Kedua pria itu harus menghadiri acara rapat yang akan dilaksanakan lusa, hingga Sam dengan tegas mengatakan jika hari ini mereka pulang.
Sam menghela nafas melihat Dea yang sedari tadi hanya diam. Sam memakluminya karena Dea masih remaja labil jadi pantas jika Dea belum terlalu mengerti dirinya. Sam mengambil tangan Dea, menciumnya lembut lalu mengelusnya.
"Aku berjanji akan menggantikan liburan ini di lain waktu."
Sam terkejut mendengar Dea yang terisak, apakah sekecewa itu?
"Al, kenapa menangis?" Sam menarik Dea ke pelukannya dan mengelus rambut Dea tanpa memperdulikan Arkan dan Erick yang sedang sama sama menatap mereka dari balik kaca kecil yang menggantung di langit langit mobil.
"Dea masih pingin makan bakso yang disana tadi, Dea juga belum naik becak." Adu Dea dengan sedikit isakan.
"Bakso? Aku bisa membelikan mu bakso nanti saat kita sudah sampai."
"Tapi yang disana baksonya gede banget Om."
Sam menghela nafas, ia melepas pelukannya dan menangkup wajah Dea, Sam menahan tawa karena gemas melihat wajah Dea, mata sembab dengan hidung memerah. Seperti badut pikir Sam.
"Apa kamu sangat menginginkannya? Kita bisa berbalik jika iya, dan aku bisa membatalkan rapat sialan itu agar kita bisa lebih lama di sana?"
Dea terdiam mendengar ucapan Sam, entah kenapa tiba-tiba ia merasa bersalah saat memikirkan jika sampai mereka berbalik dan Sam membatalkan rapatnya hanya untuk memenuhi permintaan Dea.
"Ngga usah gapapa."
"Kamu yakin?"
Dea mengangguk mantap.
"Yasudah, setelah graduation mu nanti, kita akan kesana lagi dan membeli apa yang tadi kamu mau. Aku berjanji."
"Beneran ya?"
"Iya sayang, tapi jangan marah lagi."
"Dea ngga marah kok."
"Terus kenapa tadi diam?"
"Cuma sebel aja"
Sam terkekeh begitu juga dengan Dea, mereka tidak tau jika Erick dan Arkan memperhatikannya sedari tadi. Terlebih Erick, pria plontos itu tersenyum tulus mendengar semua ucapan Sam, ia tidak pernah mendengar nada selembut itu keluar dari bibir Sam. Biasanya jika ada yang membangkang atau membantah ucapan Sam, ia tidak segan segan melukainya tapi sepertinya itu tidak berlaku pada gadis cantik bertubuh mungil di belakangnya. Bahkan Sam rela membatalkan rapat yang sangat penting ini hanya untuk menuruti keinginan Dea.
Erick tau sekarang bagaimana hebatnya kekuatan cinta, seperti Samuel. Pria itu sangat dingin dan tidak kenal kata maaf tapi itu dulu sebelum bertemu Dea, tapi sekarang ia bisa melihat kebodohan serta kegilaan yang Samuel lakukan pada gadis yang di cintainya. Erick berani bertaruh jika tidak ada yang mencintai Dea sebesar cinta Sam. Memikirkan itu membuat Erick rindu dengan istri tercintanya.
Dea memejamkan matanya dengan kepala yang bersandar di dada Sam, tanpa di perintahkan tangan Sam bergerak mengelus rambut Dea membuat Dea semakin mengantuk.
"Dasar tukang tidur." Gumam Sam pelan.
Dea mendengarnya namun tidak memperdulikan, ia lebih memilih menutup matanya daripada menimpali ucapan Sam yang akan berujung perdebatan panjang.
***
Dea mengerjapkan matanya pelan, keningnya mengernyit saat merasakan sesuatu melingkar di pinggangnya, gadis itu menunduk ia melihat lengan kekar yang merengkuhnya, tanpa berbalik pun Dea sudah tau siapa pemilik lengan itu. Dengan perlahan Dea menyingkirkan lengan Sam, ia tersenyum hangat melihat Sam yang terlelap, wajah pria itu sangat polos. Imut menggemaskan dan lucu itulah yang Dea pikirkan saat melihat Sam yang sedang tidur seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy CEO and his Little Girl [Terbit]
Fanfic"cinta tidak mengenal umur" "Dan cinta juga bukan paksaan" "Aku akan mendapatkanmu bagaimanapun caranya" "Silahkan paksa Dea, Om Sam emang bakal dapetin Dea tapi tidak dengan cinta yang Dea punya. Inget Om cinta itu bukan paksaan, permintaan, obse...