Aku mencintaimu. Dan akan selalu mencintaimu, andai hari ini aku mati itu hanya ragaku tapi jiwaku akan selalu di sampingmu, menjagamu dan menemanimu hingga hari itu tiba. Hari dimana aku bisa memelukmu lagi di tempat yang lebih indah dari ini. Selamat tinggal cinta.
***
Sam terduduk dengan nafas tersengal, pria itu mimpi buruk. Dalam mimpinya Sam melihat Dea yang tergantung di tiang T dengan tubuh penuh darah. Sam melirik sampingnya, tidak ada Dea yang biasanya tidur dengan rusuh. Sam merindukan Dea, sangat.
Ingin rasanya Sam menyusul Dea saat ini juga tapi ia tidak tau tempatnya hanya Revo yang tau jikapun Sam tau ia tidak akan nekat dengan datang tanpa rencana yang benar benar matang.
Sam melirik jam di atas nakas, baru jam 3 padahal Sam baru saja tidur jam 2 itu artinya Sam hanya tidur dua jam, itupun ia gelisah dalam tidurnya akibat mimpi buruk.
Sam melangkah turun dari ranjang, lebih baik ia berada di ruang kerja dan mengerjakan berkas berkas yang selalu menggunung dari pada ia harus terbayang bayang mimpi menyeramkan tadi.
Siangnya sesuai rencana yang Revo buat. Sam dan Revo datang ke tempat di mana Dea di sekap. Mereka tidak hanya berdua tapi ada Devan, Kevin, Candra, Lia, Erick, Arkan, dan puluhan anak buah Sam yang bersembunyi di tiap sudut. Sudah Sam bilang lebih banyak maka kemungkinan Dea terluka semakin sedikit.
Sam melirik Revo yang sedang duduk di sebelahnya, sebenarnya Sam ingin menanyakan hal ini dari kemarin tapi lidahnya kelu.
"Darimana kamu bisa tau semua ini? Tentang siapa yang menculik Aldea"
"Gue kemarin udah bilang kan gue masang alat.."
"Tapi mustahil jika kamu tiba-tiba memberikan alat alat itu ke tubuh Aldea!"
Revo terkekeh geli.
"Ternyata lu ngga sebodoh itu ya bang, Zayn itu Om gue sendiri. Kebetulan waktu itu gue pernah dengar ia ngomong mau nyelakain Dea maka dari itu gue bertindak cepet dengan masang semua alat alat itu tanpa Dea tau." Rahang Sam mengeras mendengar perkataan Revo. Tanpa aba aba pria itu mencekik leher Revo.
"Licik. Jangan jangan kamu juga bekerja sama dengan pria brengsek itu untuk memancingku dan membunuhku dengan menculik Aldea kan!"
Wajah Revo sudah memerah dengan mulut terbuka karena kesusahan mengambil oksigen. Dengan sekuat tenaga Revo melepaskan tangan Sam di lehernya dan mendorong Sam hingga membentur pintu mobil.
"Gue emang cinta sama Dea tapi gue ngga selicik itu. Kalopun emang gue mau bunuh lu sekarang juga gue bisa tanpa harus nyulik Dea."
Sam tidak membalas ucapan Revo, ia memilih keluar dari mobil dan menghampiri Arkan dan yang lain. Sam melirik Devan yang sepertinya sangat khawatir dengan Dea. Sam menepuk pundak Devan dua kali membuat Devan berbalik menatap Sam.
"Kuatkan Aldea jika terjadi apa apa nantinya." Ucap Sam dingin namun tersirat ketulusan di setiap katanya.
"Gue ngga ada hak buat itu, lu suaminya lu lebih berhak bang." Devan membalas perkataan Sam tidak kalah dinginnya.
Sam hanya mengangguk, dan berjalan memasuki gedung tua di depannya di ikuti yang lain. Saat ia hendak membuka pintu tangannya terlebih dulu Revo cekal membuat langkahnya terhenti.
"Lu langsung ke pintu belakang bang, pintu biru nomor dua itu lebih Deket daripada lewat sini. Biar gue sama yang lain yang ngurus mereka." Sam mengikuti arah tunjuk Revo. Beberapa pria berbadan besar tengah berjaga di pintu utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy CEO and his Little Girl [Terbit]
Fiksi Penggemar"cinta tidak mengenal umur" "Dan cinta juga bukan paksaan" "Aku akan mendapatkanmu bagaimanapun caranya" "Silahkan paksa Dea, Om Sam emang bakal dapetin Dea tapi tidak dengan cinta yang Dea punya. Inget Om cinta itu bukan paksaan, permintaan, obse...