Akeyla 9

10K 610 139
                                    

•••

"Udah cantik, gak lemah. Idaman sekali, tapi berani banget dia ngelakuin hal begitu di sekolah,"  ujar Vian, ia duduk bersandar  sambil mengunyah permen karet di mulutnya.

"Jangan pernah menilai dari luarnya aja," sahut Gibran, menatap langit dengan buntalan awan putih yang berada diantara langit biru yang membentang luas.

"Tu nenek lampir, sesekali emang harus dikasih pelajaran khusus, biar paham!" seru Vian, memang Aurora sudah tidak asing lagi jika soal bully membully, namun karena ia anak salah satu donatur banyak yang menutup mulut bahkan mata.

Sedangkan Rafa yang bersandar pada pohon di dipinggir lapangan tak sengaja melihat Keyla yang berjalan kearah kelas, Aura dingin itu terpancar, tatapan tajam itu juga terlihat. Tidak ada rasa takut didalam dirinya, yang membuat Rafa salut adalah ia benar-benar mengakui kesalahannya.

"Lo besok jadi lomba bola di sekolah sebelah?" tanya Gibran pada Vian, laki-laki sok cool itu mengangguk dengan gaya sombong.

"Jelas! Gue jamin, besok SMANCA bakal dapet juara," jawab Vian dengan yakin.

Jika sudah tentang bola, jangan ragukan lagi keahlian Vian. Dia adalah salah satu tim inti bola SMANCA, menambah pesona yang ia miliki. Walau kadang ia suka menyombongkan diri, tapi itu adalah cara ia dekat dengan orang-orang.

"Lo dari tadi diem mulu, kesambet Bang?" tanya Vian, sedari tadi matanya tak luput dari Rafa yang memandang kearah gedung atas.

"Apaan sih, gak jelas loh!" Rafa beranjak pergi, membuat kedua temannya langsung mengikuti dirinya.

Vian merangkul pundak Rafa sambil tersenyum, "santai dong, sensi banget kayak cewek lagi PMS Lo," ejek Vian, Rafa hanya diam.

"Didenger cewe yang lagi pms, mampus ntar!" kata Gibran. "Mereka serem, kalo ngamuk lebih serem daripada ketemu kuntilanak," sambung Gibran, membayangkan nya saja membuat bulu kuduk berdiri.

"Emang Lo pernah ketemu kuntilanak?" tanya Vian

Gibran melotot, "kagak, dan jangan sampe deh! Bisa mati di tempat gue,"

"Diem!" Rafa melepaskan rangkulan Vian pada pundaknya, lalu pergi ke kelas sehingga Vian dan Gibran saling melempar tatap.

"Lagi pms," gumam Vian

••••

Rafa sedang mengendarai motornya, ia hendak pergi kerumah Gibran. Di sana sudah ada Vian yang menunggu dirinya, namun lampu merah membuat ia harus berhenti.

Melihat kearah depan, seseorang turun dari motor, ia berlari ke ujung jalan. Saat perempuan itu menoleh, barulah Rafa mengenalinya, lagi-lagi pemilik netra coklat yang ia lihat.

Keyla membantu wanita paruh baya yang memakai tongkat, membantu nenek-nenek itu menyebrang. Dengan hati yang tulus, dan senyum yang terukir dengan sangat indah seperti senja di kala sore.

Hal yang sangat berbanding terbalik dengan apa yang ia lihat di sekolah, sikap berani serta mengakui kesalahan dan sekarang perilaku baiknya.

Ia teralih saat melihat senyum sederhana di wajah Keyla, hatinya menghangat. Baru kali ini ia menemukan sosok seperti Keyla, yang ia nilai seperti memiliki banyak kepribadian.

Ponselnya berdering, ia langsung mengangkatnya.

"Buruan sini, udah jalan Lo?" suara dari sebrang sana, milik Vian.

"Bentar, lagi di lampu merah,"

"Ngapain? Ngamen Lo? Bakal jadi berita hot, keturunan Adhitama mengamen di lampu merah untuk memenuhi kebutuhan, karena sudah ditelantarkan oleh kedua orang tuanya,"

Akeyla [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang