Reyna mencoba memanggil Ayla namun tidak ada jawaban, Reyna melihat di kamar Ayla namun tidak ada, melihat di kamar mandi, dapur bahkan kamar Reyna sendri Ayla juga tidak ada.Bima tidak sengaja melewati kamar tamu dan ia berhenti karna mencium bau yang tidak biasa.
"Kenapa Bim?" Tanya Reyna karna melihat Bima memperhatikan kamar tamu.
"Kayak bau darah."
Reyna mengendus endus untuk mencium bau yang di rasakan Bima.
"Gak bau apa apa." Kata Reyna.
Bima membuka pintu kamar itu pelan pelan, baunya semakin kuat tercium oleh hidungnya.
Setelah pintu terbuka seluruhnya Reyna masuk dengan santainya, ia menginjak cairan, cairan yang lumayan lengket.
Karna gelap ia tidak bisa melihat cairan apa yang ia injak, Reyna berjalan mencari stop kontak dan dengan tidak sengaja lagi ia menginjak entah apa tapi sepertinya ini panjang dan agak lembut.
Setelah lampu di hidupkan betapa kagetnya ternyata ia menginjak tangan dan cairan itu adalah darah yang keluar dari hidung Ayla.
Ayla tergeletak pingsan dengan pil yang berserakan, sebelah tangannya memegang jantung dan sebelah lagi tergelak saja.
Mereka membawa Ayla kerumah sakit Ayla di pasang influs dan di rawat di rumah sakit.
Reyna dengan badan yang gemetar menunggu kabar dari Ayla di depan ruangnya, ia menggigit ujung jarinya sambil berjalan jalan tidak tenang.
"Hiks hiks hiks."
Reyna menangis menundukkan kepala sampai sampai semua rambutnya menutupi muka dan berantakan. Bima memegang tangan Reyna mencoba menenangkannya.
Namun gadis itu masih tetap merasa cemas dan menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga Ayla, merasa gagal menajadi kakak yang baik untuk Ayla Reyna begitu terpuruk.
"Ayla pasti baik baik aja." Kata Bima menguatkan Reyna.
Reyna selalu saja menyalahkan dirinya sendiri jika Ayla celaka, karna ia merasa semua keselamatan Ayla adalah tanggung jawabnya.
Ia adalah satu satunya orang yang masih bisa dekat dengan Ayla, karna selama ini Ayla menutup diri akan kedatangan seseorang di dirinya.
Entah takut akan kesalahan atau trauma dengan masalah ia merasa, sendiri adalah kebahagiaan di hidupnya.
Dokter Mira keluar membuka maskernya dan mulai biacara pada Reyna. Ayla masih belum sadar, ia masih pingsan karna kekurangan darah.
Ayla memang selalu saja membutuhkan suplai darah, ia membutuhkan darah orang lain agar bisa beetahan hidup di dunia yang kejam ini.
Dunia kejam yang selalu saja menarik orang orang yang ia inginkan ada di sisinya. Dunia yang sudah membesarkannya dengan rasa sakit. Dunia yang mengajarkannya bahwa dengan masalah kita bisa dewasa.
Kini ia terbaring di rajang rumah sakit lagi dan lagi, entah sudah berapa kali ia ada disini, berapa jam ia habis kan hanya untuk terbaring lemah disini.
Bosan? Jenuh? Malas sudah biasa ia rasakan saat pertama kali ia tahu bahwa ia di rumah sakit.
Beberapa jam berlalu akhirnya Ayla sadar, Reyna mengunjunginya masuk ke ruangannya dengan wajah yang penuh kecewa, merasa bersalah dan emosi yang bercampur.
"Ayla!" Panggil kakaknya yang baru masuk.
"Apa?" Tanya Ayla santai seperti tidak ada apa apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strong Girl✓
Random"Kalau Ayla bisa milih, Ayla nggak mau dikasih ini kak, Ayla lebih milih ikut sama Diah dari pada harus kayak gini" Ayla "Ayla nggak boleh ngomong gitu, Inget ay Diah nitip bundanya sama Ayla" Reyna "Ayla nggak boleh sedih terus terusan kayak gini...