14 : Hope

989 135 9
                                    

Wooyoung menatap papan tulis datar. Ia memang menatapnya tetapi isi pikirannya lari ke hal lain. Yeosang. Setelah melewati masa kritisnya di UGD selama dua hari Yeosang akhirnya dipindahkan ke ruang inap biasa. Wooyoung kira setelah Yeosang dipindahkan ia akan segera sadar. Namun nihil. Sudah tiga hari Yeosang terbaring di ruang rawat namun matanya masih tertutup rapat. Rasanya sepi dan hampa. Wooyoung benar benar merindukannya. Ocehannya, tawanya, ia rindu semuanya.

Saat sedang melamun tiba-tiba ia merasakan sebuah tangan yang mendarat di surai hitamnya, mengelus dengan pelan. Itu adalah tangan San. Ya, Wooyoung cukup diuntungkan dengan hadirnya San didalam kehidupannya. Selama Yeosang terbaring lemah dirumah sakit, San lah yang selalu menghiburnya. Menelfon nya setiap hari dan menanyakan kabarnya. Bahkan sesekali sampai datang ke rumahnya hanya untuk mengingatkannya makan dan mengecek keadaannya. Wooyoung mengangkat kedua sudut bibirnya, membentuk senyum yang sangat manis.

"Nanti kita kerumah sakit ya" Ucap San. Ia berusaha bicara setenang mungkin pada Wooyoung sekarang.

"Pastinya. Huhhh... gw kangen banget sama Yeosang. Kapan sih dia sadar. Sepi banget rasanya" Kata Wooyoung pelan agar guru biologi yang sedang menjelaskan di papan tulis tidak mendengar omongan mereka.

San menyenderkan bahu pada kursi. Semua orang kangen dengan Yeosang. Padahal Yeosang selama ini dingin dan tidak begitu banyak bicara seperti Wooyoung, tapi tetap saja seperti ada yang kurang. Sejenak terlintas bayangan Jongho di benaknya. Adiknya itu akhir-akhir ini juga terlihat khawatir dengan Yeosang, melebihi ia dan Wooyoung. Bahkan kantung mata Jongho terlihat menebal sekarang. Hampir tiap hari juga Jongho menemani Yeosang di rumah sakit. Jujur, San juga sangat khawatir dengan kesehatan adiknya itu.

Bagaimanapun keadaannya, mereka semua hanya ingin Yeosang segera sadar. Itu saja.

--------

"Ayah yakin akan melakukannya?" Tanya Seonghwa pada Tuan Kang. Pagi tadi setelah dari rumah sakit, Seonghwa mendapat panggilan untuk segera menemui Ayahnya di kantor. Dan Seonghwa cukup terkejut dengan kabar yang disampaikan Ayahnya. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba saja Ayahnya itu membatalkan laporan kepolisian tentang terbakarnya gedung sekolah. Padahal saat Yeosang masuk UGD dulu Ayahnya lah yang paling berambisi untuk cepat cepat menemukan pelakunya. Tetapi kenapa sekarang malah ia membatalkan semua laporan polisi?.

"Itu keputusan Ayah, Seonghwa. Dan Ayah tidak akan merubahnya" Ucap Tuan Kang tegas.

"Tapi apa alasannya? Yeosang masih belum sadarkan diri dan kita dapat melaporkan pelakunya ke polisi. Ia pasti akan dihukum berat-berat" Kata Seonghwa.

Tuan Kang beranjak dari duduknya dan melihat bingkai foto Yeosang yang tertata rapi di sudut meja kerjanya, "Berpikirlah lebih luas lagi, Kang Seonghwa. Kita sudah sama-sama tau siapa pelakunya, bukan? Kau ingin keadaan adikmu itu lebih terancam lagi?"

Seonghwa menelan ludahnya kasar. Itulah kebenarannya. Kemarin akhirnya mata-mata mereka menemukan siapa pelaku sebenarnya. Hal itu cukup mengejutkan, karena pelaku bukanlah orang biasa. Melainkan pembunuh berdarah dingin. Seonghwa sempat kaget dan juga bingung. Padahal keluarganya tidak ada hubungan apapun dengan sang pelaku. Bahkan mendengar namanya pun baru kemarin. Ia dan Ayahnya memang memutuskan untuk tidak mengatakannya kepada pihak polisi soal ini. Mengingat fakta dari mata-mata mereka juga tidak bisa dinilai 100% benar adanya.

"Ayah berjanji akan melakukan yang terbaik. Malam ini Ayah akan keluar kota bersama Hongjoong untuk menyelidiki pembunuh itu. Ayah akan mencari tau alasannya melakukan semua ini. Bisa jadi juga ia disuruh oleh seseorang yang memang berniat mencelakai Yeosang, siapa yang tahu?" Kata Tuan Kang sambil menatap Seonghwa lekat lekat.

TREASURE || jongsang✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang