Aku Tiara Lestari. Orang-orang di sekeliling ku memanggilku Tiara. Aku putri tunggal dari pasangan Santoso dan Dirna. Kami dari keluarga sederhana, tidak kaya namun tidak tergolong tidak mampu. Umurku 18 tahun dan duduk di bangku kelas 3 SMA. Aku cuek dengan hal asing, tidak terlalu peduli dengan sesuatu ataupun seseorang yang tidak kukenal, dan kata temanku, aku seorang pemaaf yang hebat. Aku tidak tahu benar tidaknya itu.
Hari ini adalah hari untuk kembali ke sekolah setelah hari Minggu kemarin, yap Senin. Aku berlari sendirian di koridor menuju kelas, karena banyaknya murid yang sudah berada di lapangan membuat diriku spontan untuk berlari.
"Eh Tii" ucap salah seorang lelaki yang tak asing.
Aku menoleh "Why?" ucapku tak berhenti jalan untuk menuju ke lapangan.
"Nggak papa, hehe" ucapnya dengan senyum yang mengejek lalu berlalu begitu saja.
Dia Putra Bintara. Teman sekelasku yang merupakan ketua kelasku dan menjabat wakil ketua OSIS yang sebentar lagi akan digantikan. Dia lelaki yang baik, pintar, tinggi, bertanggung jawab, usil dan serius dalam hal tertentu. Keseriusannya terkadang membuatku tersenyum sendiri, mengingat dia sangat menjengkelkan terhadapku dan teman-teman sekelasku yang lain.
"Telat bangun" tanya sahabat perempuan ku yang dari tadi telah menyiapkan tempat untukku.
"Nggak, tapi di jalan macet banget sumpah" ucapku.
"Makanya pagian kek, biar nggak kena macet"
"Iyaiya" ucapku dengan nada ngos-ngosan akibat berlari.
Sahabatku itu bernama Rina Amelia. Kami memanggilnya Amel. Dia pintar, pendengar yang baik menurutku dan sangat cerewet.
Upacara berakhir. Seluruh murid menuju kelasnya masing-masing. Aku dan Amel menuju ke tempat kami yang diatasnya sudah ada kipas angin yang siap mendinginkan kami dari kegerahan yang melanda di lapangan tadi.
Seperti biasanya, tak jarang seluruh murid sekelasku akan datang duduk sementara di dekat kami untuk mendapatkan angin dari atas kami yang kebetulan memang hanya ada satu.
"Tiara" ucap Putra dari ambang pintu kelas kami.
Aku mendongak untuk mendengar apa yang akan dikatakan. Namun dia hanya melambai menyuruhku untuk mengikutinya.
"Kita mau kemana?" ucapku saat kami berada di koridor.
"RG" ucapnya singkat.
"For what?"
"Dipanggil sama pak Oji"
Pak Oji merupakan wali kelas kami. Aku dan Putra menuju ke ruang guru tanpa suara, tak ada yang memulai pembicaraan.
"Masuk gih" ucapnya saat kami berdua berada di ambang pintu.
"Ih kamu"
"Kamu duluan"
Aku pun masuk langsung menuju meja wali kelasku dan ada Putra yang mengekor di belakangku. Sekitar 10 menit, kami berdua keluar dari ruangan tersebut.
"Nanti kamu yang urus yah" ucap Putra.
"Kita berdua dong"
"Malas ah sama sekelasmu"
"Yah mau gimana lagi, kamu kan ketua kelas"
"Kamu kan tangan kanan pak Oji"
"Kita berdua yah"
"Iya, salah satunya kamu"
"Dan satunya lagi itu kamu"
"Gua singgah ngantin"
"Ditungguin?"
"Duluan"
Aku mengangkat jempol dan menuju ke kelas sendirian. Putra lebih sering memanggilku Tii dibanding Tiara, mempersingkat katanya.
Waktu berlalu, seluruh siswa SMA 1 BINTANG menuju ke gerbang utama. Aku berjalan sendiri di koridor setelah keluar dari ruang guru mengembalikan buku.
"Hai Tiara"
"Ah, hai"
"Pulang sendiri?"
"Iya"
"Kamu naik motor sendiri kan? Kamu mau aku kawal sama teman-teman aku?"
"Nggak perlu"
"Aku ikhlas kok, atau aku sendiri aja kawal kamu"
"Nggak perlu" ucapku.
"Oke. Aku duluan"
Aku mengangguk dan diapun pergi. Dia Kiano Jason. Seangkatanku yang selalu menggangguku sejak kelas 10. Kata teman-temanku dia menyukaiku, tapi selama ini dia tidak pernah mengatakan hal itu kepadaku. Memang dia selalu mendekati ku, mencoba berteman denganku, dan pernah menyuruh sahabatku untuk memberi tahukannya segala sesuatu yang kulakukan. Untung saja, sahabatku yang satu itu tidak menurutinya.
Aku pulang menuju rumah dengan laju yang santai, tidak seperti motor siswa lain yang telah mendahului ku dan tak terlihat setelahnya di hadapanku karena laju motornya yang terlalu cepat. Tidak ada yang istimewa di rumahku sehingga harus pulang begitu cepat.
Sesampainya di rumah, aku menuju kamarku dan memutuskan untuk tidur.
"Kamu nggak makan siang" ucap mamaku dari luar kamar.
"Nggak ma, udah tadi di sekolah"
Tidak ada sahutan setelahnya, dan aku pun tidur.
•••
Tin
Tin
Tin
Tin
Aku terbangun mendengar suara ponselku.
"Halo"
"Iyaa"
"Habis tidur?"
"Hm"
"Tugas sejarah gue, kamu bantuin yah"
"Hm"
"Serius gue ini"
"Hm"
"Tiii"
"Iyaaa. Aku dengar kok ini"
"Daritadi hm mulu"
"Kamu juga sih, kan bisa nanti malam chat wa aja"
"Mumpun ingatnya sekarang"
"Teman sekelompok kamu siapa sih, masa nggak ada yang bisa bantuin"
"Rina, Mita, Lia"
"Wah andalan tu, haha"
"Serah kamu lah Tii"
"Nanti malam aku kirim materinya"
"Oke. Makasih bos"
"Iya. Sama-sama"
"Okeh. Daa sayang"
Tit tit tit
Panggilan terputus sepihak.
"Dengan mudahnya ia selalu mengatakan hal itu kepada orang-orang" ucapku yang sedikit jengkel mendengarnya.
Aku bangun dari tempat tidurku dan menuju ke kamar mandi.
-
-
-
-
-
-Haii:')
Jangan lupa ninggalin jejak
Semoga kalian suka dan mau ikutin terus cerita ini
❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Bofrend
Teen FictionSeseorang yang seharusnya bisa kujadikan sahabat, namun hanya kujadikan teman. Menjadi sahabat dalam suatu urusan tertentu, namun menjadi teman dalam urusan tertentu pula. Seseorang yang seharusnya kujadikan teman malah menjadi sahabat. Seseorang ya...