10. RAIN

688 50 0
                                    

Apakah Hujan yang selalu menakutkan kini menawarkan sebuah romantisme?
Apa selalu sehangat ini perlakuannya
seperti sepasang tangan yang selalu siaga menyeka air mata?
~TishaNatala~

"Kenapa di sini nyaman?"
~Galen~

***

Pukul 20.30 WIB akhirnya meeting selesai. Aku meregangkan badanku yang benar-benar terasa amat lelah. Aku tidak melihat kehadiran Galen lagi semenjak break tadi.
Ya, kehadirannya seakan sudah digantikan oleh pak Hadi, lelaki yang kira-kira seumuran dengan bu Linda. Saat keluar dari ruangan meeting suasana nampak hening karena kemungkinan besar para karyawan sudah pulang, hanya tersisa kami dan mungkin beberapa orang karyawan yang lembur.

Saat sampai di lobi, aku melihat hujan mulai turun. Ini memang bulan-bulan riskan karena merupakan bulan hujan. Hujannya memang tidak terlalu deras, namun jujur saja aku tidak bisa menghilangkan trauma itu. Apalagi beberapa minggu yang lalu kejadian di Sentul Bogor itu seakan mengingatkanku pada memori jahat itu. Aku menutupi rasa ketakutan ku dengan masih berdiri di lobi dan memberikan senyum kepada orang yang masih tersisa di depanku.

"Tisha belum pulang?"

"Eh Bu Mawar, belum Bu. Masih nunggu,"

"Nunggu Galen?" Bu Mawar bahkan setengah berbisik padaku.

"Bukan Bu. Nunggu hujan reda. Saya mau ke Stasiun,"

"Ogitu. Kalian gak lagi berantemkan?"

"Ha? Eng, Enggak Bu," jawabku gugup.

"Yaudah kalau gitu ayo ikut saya aja. Nanti saya antar ke Stasiun terdekat dari sini,"

"Gak usah Bu, kita beda arah. Stasiunnya di seberang jalan Bu. Kasihan Ibu jika harus muter, di depan pasti macet banget,"

"Tapi kamu yakin nunggu di sini?"

Aku memperhatikan ke sekitar, benar juga suasana mulai gelap dan kantor sudah nampak sangat sepi,

"Pak Galen!" Bu Mawar sedikit berteriak melihat Galen yang tengah berjalan bersama Mita keluar dari lift.

Galen menganggukkan kepalanya kemudian berjalan duluan meninggalkan Mita.

"Ini Tisha katanya nungguin Bapak. Saya duluan ya," bu Mawar pergi begitu saja setelah mengedipkan sebelah matanya padaku.

Aku? Aku cengok dan masih menganga melihat sikap bu Mawar yang melenggang santai meninggalkan kami.

"Kenapa belum pulang?" Galen menatapku lekat.

"Iya ini mau pulang Bapak!" ujarku merajuk kesal namun tidak berpindah tempat.

"Yaudah terus kenapa masih di sini. Kamu beneran nungguin saya? Ada yang mau dibicarakan terkait tadi? Saya rasa kamu udah dengar kalau saya digantikan,"

"Pak Hadi!" tuturku ketus.

"Ya," ujarnya menatapku.

"Saya udah tau Bapak, saya cuma lagi nunggu hujan reda. Hujan reda juga saya langsung cabut," tuturku.

"Pak, ada telfon dari Gesa," ujar Mita sang sekretaris sembari menyerahkan sebuah ponsel Galen sepertinya.

"Terimakasih. Kamu silakan pulang," ujarnya entah padaku atau pada Mita.

"Baik Pak," ujarku dan Mita barengan.

Mita melangkahkan kakinya lebih dulu setelah memberikan sebuah senyuman manis untuk pamit terlebih dahulu, sementara aku? Aku hanya bergeser selangkah dari tempat aku berdiri.

MY NEXT PAK BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang