14. THANKSGIVING

618 47 4
                                    

Bersyukur adalah satu-satunya cara mendapatkan kedamaian.
Bukankah benar seperti lidah yang lembut mendiktekan kepada hati?
~TishaNatala

"Loncat-loncatnya kapan?"
~Galen~

***

"Terus kenapa gak ada yang kasih tau aku semalam?" Gerutuku pada dua orang sosok kakakku di dalam mobil.

"Ya lu nya gak nanya," jawab Egar.

"Lu kok mau datang sih Bang?" tanyaku kepo.

"Ya karena gue pengen kenal aja dengan keluarga Galen. Gue ingin memastikan bahwa adek gue gak salah jatuh cinta lagi,"

"Hmmm," Aku berusaha menelan liurku sendiri.

"Hahaha! Wajah Tisha merah!" Ledek Gea.

"Memang kelihatan banget gue suka ama dia Bang?" tanyaku.

"Ya Iyalah. Tuh buktinya kursi dapur sama tangan lu yang dijahit, apa masih kurang bukti?"

"Dih apaan itu diungkit mulu. Jangan kasih tau ya tragedi di kamar," ujarku pada dua sosok yang duduk di jok depan.

"Lihat ntar. Tergantung dedek bayi maunya gimana," ujar Gea.

"Jahat lu Kak. Ponakan gue dijadiin alasan!" Gerutuku.

"Hahaha!

Kami bertiga memang sedang berada di dalam Ferrari merah kesayangan Egar. Ya mobil baru Egar setelah dia menabung cukup lama hanya untuk sebuah Ferrari dan harga dirinya menjadi kandidat calon bos properti, katanya. Aku mengenakan baju terusan berwarna kuning pucat, dengan selendang yang senada. Tidak lupa sebuah weges berwarna putih yang senada dengan tas tanganku. Rambut sudah ku ikat rapi dan ku tutupi dengan selendang. Kata Gea gue kelihatan makin cantik dan cute. Maafya gue gak bisa bilang penampilan Gea, kata Egar cukup hanya dia yang mengagumi wanita seksi saat hamil itu.

***

Kami bertiga turun dari mobil Egar. Syukuran sederhana? Ini sudah seperti hajatan sekampung. Di halaman yang luas ini bahkan terdapat enam tenda dan ada satu tenda yang dipenuhi dengan nasi kotak.

"Tisha!"

"Kak Gesa. Kak, kenalin ini abang dan iparku."

"Gesa,"

"Gea,"

"Egar." Ujar mereka saling bersalaman.

"Mama sama papa mana ya?" Gesa mengedarkan pandangannya dan memang sudah rame.

"Nanti saja Kak, pasti beliau juga sibuk," tuturku.

"Sepertinya begitu. Soalnya sebentar lagi acaranya mau dimulai. Kalian duduk dulu aja ya, maafya saya tinggal sebentar. Gak apa-apa?"

"Gak apa-apa Kak."

Kami bertiga kemudian memilih duduk di salah satu tenda berwarna hijau. Saat sedang asik mengagumi sekitar,

"Bang," Galen datang dan menyalami Egar dan Gea kemudian tersenyum hangat padaku.

"Kenapa kamu gak bilang udah nyampe? Ayo Kak duduk dalam rumah aja. Kasihan Kak Gea lagi hamil,"

"Gak apa-apa Galen," tolak Gea.

"Tala kamu sama Kak Gea masuk ke dalam, biar Egar sama gue,"

"Seriusan?"

"Bentar, itu Gania. Gania!"

Ya, Gania menoleh menatap ke arah kami dan tersenyum. Mengulurkan tangannya pada kami untuk bersalaman.

MY NEXT PAK BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang