14. pelukan

7K 1.2K 184
                                    

Ya ampun eta urat 🤤😄
Urat di tangan ya bukan urat di tempat yg lain 😆

Mark POV

Terdengar suara pintu teralis besi di depan terbuka dan menutup.
Aku menghela nafas, yakin kalau perempuan bernama Diana itu sekali lagi masuk ke apartemen memakai kartu akses yang aku berikan pada Fabian tanpa seijinku.

Aku membuka pintu depan seperkian detik setelah berlari cepat dari dapur dan tatapan kami langsung bertemu.

"Siapa yang ngijinin kamu masuk? Saya bisa laporin dan kamu akan berurusan dengan bagian keamanan apartemen ini" Berharap ancamanku ini dapat membuatnya jera untuk tidak lagi mendatangi dan mengusik ketenanganku.

"Semuanya pada masuk!" Diana menghela nafas kesal dan berhambur masuk melewati dan menabrak tubuhku dengan sengaja.

"Semuanya pada masuk?" Aku mengulang perkataan Diana dan suaraku terdengar sama bingungnya dengan wajahku.

Siapa yang di maksud oleh Diana karena hanya ada aku dan dia di sini.

"Maksudnya mbak Diana nyuruh saya masuk" Ucap penunggu apartemenku seiring sosoknya muncul dengan tiba-tiba sambil menenteng ember dan alat pel.

Tubuhku reflek berjengit dan melangkah mundur ke belakang karena kaget melihatnya muncul tanpa aba-aba dan penampakannya begitu dekat denganku.

"Dan nyuruh gue juga" Terdengar suara Fabian di belakang si mbak penunggu, sosok kembaranku itu pun perlahan muncul di depan mataku, berjalan pelan dengan tangan mengusap tengkuk dan raut wajahnya terlihat muram.

Tubuh Diana memutar dengan kedua tangan melipat di depan dadanya begitu kami semua berkumpul di ruang TV.

"Semuanya duduk" Perintahnya galak dengan sorot mata menakutkan.

Diana kenapa?

Aku mengambil duduk di sofa single, Fabian di sofa untuk dua orang sedangkan penunggu apartemenku mengambil duduk di ujung sofa untuk tiga orang sangat jauh dari tempatku berada.

"Dengerin ya" Diana meminta perhatian kami bertiga.

"Saya ini pengen hidup normal kaya orang-orang lain" Ucapnya setelah menarik nafas panjang lalu menatap kami bergantian dengan penekanan kata demi kata.

"Karena sesuatu hal yang tidak saya inginkan terjadi dua belas tahun yang lalu, awalnya saya pikir mungkin memang beginilah takdir saya"

"Tapi kalau mau di urutin lagi jalan cerita kehidupan saya, lama-kelamaan dan kalo di pikir-pikir semakin ke sini saya jadi muak ya" Lanjutnya lagi tanpa jeda.

Tangannya bergerak mengikat rambut panjangnya setelah merogoh kantong belakang jeansnya.

Hari ini Diana memakai kaos oblong berwarna putih di padu jeans warna biru tua.

Lehernya tampak jenjang setelah semua rambutnya di jadikan satu membentuk kunciran ekor kuda.

Wajahnya polos tanpa sentuhan make-up, kealamian wajah Diana malah membuatnya terlihat cantik.

"Kamu kenapa?" Tanyaku mengintrupsi Diana yang hendak membuka mulut.
Bertanya demikian agar aku dapat memahami apa yang terjadi dengannya saat ini.

Nada suara yang keluar dari mulut sengaja aku atur senormal mungkin agar tidak membuat emosinya semakin meningkat.

"Saya bilang dengerin saya dulu" Diana menoleh ke arahku dengan mata menyipit.

Wah, ternyata nada suaraku itu tidak berhasil meredakan amarahnya.

"Kesabaran saya udah abis" Lanjutnya dengan nafas berderu.

"Memangnya menurut kalian para makhluk halus sekalian yang berada di sini..."

Ghost Messenger Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang