38. gangguan para arwah

5.6K 1K 297
                                    

Gak usah pake celana om markkkk, coba tulung dilepaskan mau malam pertama kita lohhh
eaaa eaaaa 😆

Diana POV

Kalau untuk kebanyakan orang, sesudah acara resepsi pasti keluarga terdekat masih banyak berkumpul untuk menggoda para pengantin baru.

Berbeda dengan kami, karena di masa pademi ini resepsi yang kami adakan memang hanya di hadiri oleh beberapa kerabat terdekat saja.
Dan mereka semua pun sudah pulang ke rumah masing-masing.

Mengapa berbeda dengan kami? Karena saat ini aku menatap satu persatu arwah yang berada di kamar apartemen Mark yang sudah di sulap menjadi kamar pengantin.

"Keluar" Usiranku ini bukan untuk kali pertama, tetapi sudah lebih dari puluhan bahkan mungkin hampir ratusan kali keluar dari mulutku.

Mereka bergeming duduk di atas lantai kamar Mark berdempet-dempetan, kamar ini jadi terasa sesak oleh kehadiran mereka.

Dan yang bikin aku tidak habis pikir adalah, aku tidak mengenali beberapa wajah arwah di antara mereka karena baru pertama kali melihat wajah-wajah baru.

Sebulanan yang lalu aku memang tidak bisa mencegah si mbaknya, berita rencana pernikahanku langsung tersebar di kalangan para arwah.

Dan mereka berkumpul sebelum acara di mulai, bisa di bayangkan yang datang ke acara akad dan resepsi pernikahan kami lebih banyak di hadiri para makhluk tidak bernafas ketimbang makhluk yang masih bernafas.

Sedari tadi aku tidak mendapati Julpah, Fabian, mbaknya penunggu apartemen Mark dan si penunggu klinik, entah di mana mereka berada saat ini.

Aku melirik Mark, berkali-kali dia hanya bisa menghela nafas kesal, pria yang sekarang sudah berlabelkan suami sahku ini terlihat capek karena tidak berhasil mengusir mereka.

"Saya memang gak perlu bertanya untuk keperluan apa kalian sekarang berada di sini, tapi...duh..." Aku meremas sprei gemas.

Bingung mau mengusir mereka bagaimana lagi.

"Wahhh... itu ngeremas spreinya kira-kira sama gak ya kaya pas lagi pertama kali di masukin?"

Terdengar suara dari salah satu arwah, aku tidak sempat melihat siapa yang mengeluarkan kata-kata barusan.

Kalau aku sempat melihat mungkin yang barusan berkata akan terkena lemparan bantal dariku.

Mark terbatuk lalu berdiri.

"Kalian mau ngeliat secara live?"

"Iyaaa!!"

"Jelas donggg"

"Udah pasti om Markkk"

"Ayo cepat di mulai"

Suara-suara terdengar saling berebutan menjawab pertanyaan Mark.

"Mark, jangan dengerin mereka" Kataku mencegah gerakan Mark yang hendak melepas jas hitamnya.

"Ah emang mbak Diana tuh gak asik"

"Udah om nya jangan dengerin mbak Din, dengerin kita-kita aja"

"Kalian bisa gak sih ngasih kami privasi?" Mataku melotot tajam ke arah mereka dengan geram.

"GAK BISAAA" Jawab mereka hampir serempak.

"Kita udah ngalah karena mbak Din berenti alias pensiun nolongin kita, ya balesannya kasih kita liat secara live dong biar sepandan"

Terdengar suara perwakilan dari mereka dan selanjutnya terdengar suara-suara lain yang setuju.

Aku menarik lengan Mark agar dia kembali duduk setelah menghela nafas lewat mulut untuk kesekian kalinya.

Ghost Messenger Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang