[4] Menggoda

66 18 6
                                        

Angin terus berbisik, namun tidak ada yang mengerti. Perlahan menusuk ke tulang punggung, dan selimut lah yang menghangatkan di malam yang dingin.
  
Sosok gadis tengah fokus belajar, berbagai buku hampir memenuhi seluruh mejanya. Bahkan kamarnya seperti perpustakaan, di atas kasur pun berserakan.
  
Keseharian Agreya adalah belajar dan belajar, tidak ada waktu untuk berleha-leha. Ia tidak takut Adhyastha saingan di sekolahnya, dan akan tetap berusaha untuk mempertahankan peringkatnya.

--<✿>--

Bel sekolah berbunyi, semua memasuki kelas masing-masing. Semua hadir kecuali Juki, ia sedang sakit perut gara-gara kemarin, waktu istirahat ia makan bakso pedasnya kebanyakan. Sampai semua keluarganya repot ngurus Juki yang receh itu. Serba salah obat yang dikasih oleh keluarganya, nggak tahu mau nya apa.
  
Pelajaran pertama dimulai, semua auto fokus tidak ada yang bermain-main. Adhyastha hanya memperhatikan guru, tidak seperti kemarin begitu pula yang lainnya. Materi yang dibahas adalah Biologi, pelajaran kesukaan Agreya.
  
"Ada yang bisa menjelaskan kembali materi yang Ibu sampaikan?" tanya Bu Erina, menatap muridnya sambil tersenyum tipis.
  
"Saya Bu!" seru Adhyastha dan Agreya berbarengan, sambil mengangkat tangan kanannya.
  
Keduanya saling bertatapan.
  
"Ya udah, kalian berdua ke depan." kata Bu Erina.
  
Agreya sontak membulatkan kedua matanya. Sebaliknya, Adhyastha tersenyum tipis, lalu berjalan ke depan dengan santai. Agreya masih terdiam malas melihat wajah laki-laki itu.
  
"Agreya." panggil Adhyastha.
  
Menghembus nafas berat, lalu melangkah dengan malas.
  
Keduanya menjelaskan saling bergantian.
  
Kae tersenyum melihat laki-laki itu. Adhyastha, lo nyebelin tapi pinter juga. Gue kagum. Batin Kae.
  
Adhyastha, keren lo. Calon imam gue, nyebelin tapi pintar juga lo. Batin Chia.
  
Subhanallah, Allahu Akbar, innalillahi, fiks lo pria idaman gue. Udah ganteng idaman deh. Batin Yara menjadi-jadi.
  
Apa yang terjadi pada Kae, Chia, dan Yara? Mereka langsung kagum dengan Adhyastha yang baru seemprit ngejelasin, waduh gimana nih? Kalo kalian ada diposisi mereka mungkin udah pingsan deh.
  
Betapa tampan nya Adhyastha, nggak mungkin Agreya tidak menyukainya.
  
Keduanya selesai menjelaskan, lalu kembali duduk.
  
"Terima kasih, Adhyastha dan Agreya. Kalian sangat bagus. Ibu akan tambah nilai plus." puji Bu Erina.
  
"Makasih Bu." ucap keduanya berbarengan.
  
"Pembelajaran Ibu cukup sekian sampai disini. Terima kasih." ucap Bu Erina, lalu keluar dari ruangan itu.

  
Semua keluar dari kelas, kecuali Agreya, Kae, Chia, Yara, Adhyastha, Cale dan kedua temannya.
   
Chia, Kae, Yara sedang membicarakan ketampanan Adhyastha. Kecuali Agreya, dia sibuk dengan buku Fisikanya. Adhyastha sesekali melirik ke arahnya, lalu tersenyum tipis.
  
Tanpa diragukan, dia sudah berada di hadapan gadis itu. 
  
Teman-temannya langsung berhenti bicara, saat Adhyastha ada didekat mereka. Ketiga nya terdiam mematung, menyaksikan ketampanan Adhyastha.
 
Agreya masih serius dengan bukunya, tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang mengganjal.
  
"Kenapa lo di sini?" tanya Agreya, terkesan heran.
  
"Gue cuman pengen lihat aja, seberapa fokus lo belajar." jawab Adhyastha.
  
"Pergi." cetus Agreya, kembali menatap bukunya.
  
Adhyastha tetap di tempat, tidak mendengarkan ucapan gadis itu.
  
"Pergi." cetus Agreya, untuk kedua kalinya.
  
"Salah? Cuman merhatiin aja." protes Adhyastha.
  
"Salah."
  
"Gue pengen kenalan langsung, bukan tau nama aja. Pengen lebih deket lagi sama lo."
  
"Maksud lo?" tanya Agreya, menatap Adhyastha heran.
  
"Lo mau ga kenalan sama gue?" tanya Adhyastha.
  
"Lo udah tahu nama gue, buat apa lo kenalan sama gue?!" tanya Agreya ngegas.
  
"Gue udah bilang sama lo, ga mau tau nama aja." Agreya menghembus nafas berat.
  
"Trus?"
  
"Salam kenal, Adhyastha Dexano." sambil mengulurkan tangan kanannya, Agreya menatap sinis tangan laki-laki itu.
  
"Dah tau." timpal Agreya nyolot.
  
"Ulurin aja tangannya." titah Adhyastha, terpaksa Agreya mengulurkan tangannya.
  
"Salam kenal, Agreya Raveena." ucapnya malas, dibalas senyuman tipis dari laki-laki itu.
  
"Khusus buat lo, panggil gue Adhi. Tanda kasih sayang buat gue." ujar Adhyastha, sontak gadis itu menarik tangannya.
  
"Nggak jelas, pergi!" ketus Agreya, lalu mendorong Adhyastha ke luar kelas. "Pergi yang jauh!"
  
Agreya kembali duduk, dan melanjutkan aktivitasnya. Adhyastha tengah berdiri di tengah lorong kelas itu, tiba-tiba sosok wanita berjalan melewatinya sambil asik memainkan telepon. Laki-laki itu tersenyum tipis, lalu menarik gadis itu sampai ke pelukannya.
  
Jelas sekali gadis itu terkejut, dan menyodor kepala sang pelaku.
  
Adhyastha tetap tidak kapok, dia membawa wanita itu masuk ke dalam kelas. Gadis itu melotot ke arah sosok di depannya, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Tangannya digenggam erat olehnya.
  
Hanya bisa pasrah.
  
Mereka sedang melakukan drama romantis di depan Agreya, namun gadis itu menatap dengan tatapan malas. Ada aja tingkahnya.
  
Adhyastha tersenyum, manis sekali.
  
Oh...dia sangat...tampan.
 
Ketiga teman Agreya menertawakan tingkah aneh Adhyastha.
  
Agreya menelan salivanya. Wanita itu bernama Zaza, terdapat name-tag di baju seragamnya. Adhyastha mencoba membuat gadis itu cemburu, namun Agreya sama sekali tidak tergoyahkan.
  
Malu. Adhyastha sangat malu.
  
"Susah banget anjir." keluh Adhyastha, sambil mengusir wanita itu. Yang dibalas kata-kata tindasan Zaza.
  
Adhyastha tidak peduli dengan ucapan Zaza, ia langsung kembali duduk.
  
"Kenapa Tha?" tanya teman sebangku nya, Adhyastha hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.
  
"Astha!" panggil seseorang, Adhyastha menatap kedua insan di hadapan nya.
  
"Kenalin gue Behram Arsenio, biasa dipanggil Nio." ucap Behram memperkenalkan diri.
  
"Kenalin gue Yuze Gerald, biasa dipanggil Raldi."  Adhyastha membalas uluran kedua tangan mereka, sambil tersenyum sebagai balasan.
  
"Lo mau gabung tim basket ga?" tanya Raldi.
  
"Boleh." jawab Adhyastha tanpa ragu.
  
"Tim nya ada Nio, Kal, sama gue." tambah Raldi, dibalas anggukan dari Adhyastha.
  
"Kal?" tanya Adhyastha heran.
  
"Itu Kal, teman sebangku lo." jawab Nio sambil menujuk ke arah Cale.
  
"Lo diem aja, ga bakal kenalan sama Astha?" tanya Raldi menepuk bahu Cale yang sedari tadi sibuk dengan telepon nya.
  
"Maaf, gue Cale Bellamy. Bisa dipanggil Kal." ucap Cale memperkenalkan diri, lalu beralih pada telepon nya. Adhyastha tersenyum lebar dengan tingkah aneh Cale.
  
"Dia emang agak pemalu," timpal Raldi, "nanti juga lo bakal frustasi kalo udah kenal lama."
  
"Kagak anjir!" pungkas Cale tak terima, mereka tertawa melihat tingkah Cale.

--<✿>--

Pelajaran kedua dimulai, tiba-tiba sesuatu terlintas dalam pikirannya.
  
Gimana caranya supaya Agreya ga cuek?
  
Mata pelajaran kedua adalah Fisika, menikmati bermacam-macam rumus. Banyak murid tidak minat dalam pelajaran ini. Fisika itu rumit, ngitung yang ga jelas, tapi ada di kehidupan sehari-hari. Begitulah keluhan mereka.
  
"Hello, how are you?" sapa Pak Danish.
  
"Baik Pak!" jawab seisi kelas, semangat nya bukan main-main.
  
"Agreya." panggil Adhyastha pelan, sambil menepuk bahu gadis itu dengan penanya.
  
"Apa?" tanya Agreya, tanpa menoleh sedikitpun.
  
"Gue kirim surat ke lo, asal lo baca." ucap Adhyastha.
  
"Apaan? Jangan ganggu deh." cetus Agreya, lima menit kemudian dia memberikan secarik kertas padanya.
  
"Apaan sih?!" cetus Agreya sedang di tingkat darah tinggi.
  
Agreya menerima secarik kertas itu, dan menyimpannya di sebelah buku, tidak langsung membacanya.
  
Sepuluh menit kemudian, laki-laki itu menunggu jawaban dari gadis itu, sampai tidak memperhatikan guru.
  
"Agreya, mana?"
  
"Apaan?" tanya balik Agreya.
  
"Kertasnya."

--<✿>--

  
Tangerang, tahun 2015
  
Waktu sore berganti menjadi malam.
  
Hujan deras telah berakhir, hanya tersisa genangan air. Suara langkah kaki samar-samar ia mendengarnya, kedua mata yang perlahan menutup. Ia kesulitan untuk meminta bantuan, ia hanya bisa pasrah dengan takdir yang sudah Tuhan berikan.
  
Mungkin, ini adalah hari terakhir baginya.
  
"Panggil ambulance! Ada korban pembunuhan!" teriak warga yang sedang melewati pemukiman lorong sepi itu. Mendapatkan korban pembunuhan tengah terbaring di atas tanah yang basah.
  
Lantas warga yang lain pun ikut berkerumun, menyaksikan darah yang mengalir tak henti-hentinya. Salah satu dari mereka langsung memanggil pihak penyelamatan.
  
"Bantu bawa dia ke depan, di sini mobil akan sulit untuk masuk!" titah salah satu dari mereka.
  
Akhirnya mereka menggotong sang korban, sambil menahan darah dengan kain sarung milik warga.
  
Mobil ambulance telah datang, mereka dengan sigap membaringkan korban di atas brankar dan memasukkannya ke dalam mobil.
  
Hanya beberapa orang yang menemani korban, dan pihak penyelamat utama yang sedang sibuk menahan darah yang keluar dan memberi oksigen pada pasien.
  
Sebagian warga yang lain dan polisi sedang menyelidiki TKP. 
  
Setibanya di rumah sakit terdekat, mereka langsung memindahkan korban ke UGD. Suasana berganti menjadi ricuh, berbagai dokter hadir untuk menyelamatkan pasien yang hampir sekarat.
  
"Kita harus melakukan operasi, lakukan pemindahan pasien ke ruang operasi!"
  
"Itu akan memakan banyak waktu, kita lakukan operasi di ruang ini!"
  
"Kita membutuhkan banyak alat! Pindahkan pasien ke ruang operasi!!"
  
"Baik Dok!"
  
"Siapkan ruang untuk operasi, kita tidak memiliki banyak waktu!!"
  
"Lakukan dengan cepat!"

--<✿>--


Jangan lupa coment, vote [✩], follow.

-Next Chapter-

A²: KARTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang