Berjalan menelusuri tangga dengan perlahan, tatapan yang tidak ada hentinya menatap laki-laki itu. Setelah mereka saling berhadapan, Kahya hanya terdiam menyaksikan dari atas sana. Agreya tersenyum sangat tipis dan itu hanya beberapa detik saja.
"Terlalu memaksakan diri," ucap Agreya memecah keheningan, "lo gak cape?"
"Reya, gue butuh jawaban dari lo." ucap Adhyastha beranjak dari duduknya, menatap Agreya penuh kepastian.
"Gue udah bilang berkali-kali, dan itu jawaban pasti dari gue."
"Lo bisa pikir-pikir lagi, bukan itu jawaban yang gue inginkan."
"Duduk ngapa, gak pegel emang berdiri terus?" protes Kahya dari atas.
Mereka mengacuhkan perkataan Kahya, dan ia sangat kesal.
"Lo mending pergi deh, cape gue liat wajah lo. Sekalian lo pergi jauh, lo udah ngancurin setiap langkah yang gue pijak."
"Reya," lirih Adhyastha.
"Pergi gak!" tegas Agreya menatap tajam laki-laki dihadapannya.
"Rey,"
"Lo mau nya apa sih?" tanya Agreya ketus.
"Gue mau lo," jawab Adhyastha kekeh.
"Emang gue aja cewek di dunia ini, lo hidup cuman mau main-main aja? Perjalanan lo masih panjang, yang ada dipikiran lo apa cuman cinta aja, gak ada yang lain? Lo gak cape ngejar cewek yang udah jelas gak suka sama lo?"
"Pergi, sebelum gue panggil polisi." lanjut Agreya tegas.
"Beri gue waktu buat berubah, gue mau jadi orang spesial dalam hidup lo."
"Boro-boro orang spesial, jadi benda di rumah gue juga kagak." cela Agreya tersenyum meremehkan.
"Lo gak tau apa yang gue rasain sekarang? Hati gue hancur, bahkan tubuh gue aja sulit untuk berdiri."
"Karena gue manusia, gue masih baik ke lo. Dan itu simpel, lo pergi udah cukup buat gue."
"Kok jadi bertengkar gini, pusing deh gue liatnya. Gak ada ketenangan sama sekali mereka pacaran, heran gue." protes Kahya melangkah pergi menuju kamar karena sudah frustasi melihat kegaduhan yang dibuat oleh kedua insan itu.
"Cepet pergi!" tegas Agreya.
Adhyastha mengibas rambutnya dengan kasar dan menatap wanita dihadapannya penuh ketidakpercayaan.
"Lo gak denger?" tanya Agreya ketus.
Agreya mengambil telepon dari saku celananya dan menelpon seseorang.
"Masuk ke rumah," lirih Agreya yang dibalas tatapan heran dari laki-laki dihadapannya.
Tiba-tiba, masuk dua orang penjaga rumah dengan kode yang diberikan Agreya. Kedua penjaga itu langsung membawa Adhyastha keluar dari rumah, ia terus menatap wanita itu yang perlahan jauh dari pandangannya.
"REYA, DI LUAR HUJAN. NTAR GUE SAKIT!" jerit Adhyastha, Agreya tak merespon ia hanya menatap Adhyastha yang perlahan menghilang dari pandangannya.
"HUJAN REYA!" raung Adhyastha menjadi-jadi membuat Agreya menutup kedua telinganya.
Adhyastha terus saja meraung-raung tak henti, ketika ia tersadar ia langsung terdiam seketika. Ia menghempas tangan kedua penjaga itu dan menaiki motor miliknya.
"Gapapa lo nolak, gue gak bakal ganggu lo lagi." lirih Adhyastha, tersenyum penuh dengan luka.
Hujan yang begitu deras, bahkan tetesannya menusuk bertubi-tubi ke dalam tubuh. Adhyastha menancap gas super cepat, ia tidak peduli dengan akibatnya. Yang ia butuhkan adalah ketenangan. Apa perlu menghilang dari dunia? Adhyastha tidak mungkin menjauh dari Agreya, ia tidak ingin pergi meninggalkan gadis yang ia suka. Mati? Supaya hidup Adhyastha lebih tenang?
--<✿>--
Terdapat Chia tengah kebingungan sambil mengusap wajah berkali-kali dengan kedua tangannya. Ia terus memejamkan kedua mata cukup lama, benar-benar pusing dan bingung.
"Gue suka sama Kal. Tapi, gue sayang sama Awan." ucap Chia sambil menggaruk kepala yang tak gatal, "gue belum jujur ke mereka, apa mungkin kecelakaan Kal ada hubungannya?"
Chia terus memijat kening yang terasa pusing sedari tadi, ditambah notifikasi pesan dari pacarnya.
"Chia," sapa Deen tersenyum tipis, "gue mau jujur,"
"Gue suka sama lo," sambung Deen, gugup.
Chia terdiam mematung menatapnya, ia sangat terkejut bukan main. Seumur hidup ia belum merasakan pacaran, tanpa pikir panjang ia mengiakannya. Menerima Deen tanpa perasaan balik, ia percaya seiring beriringnya waktu perasaan suka akan muncul.
Dan itu adalah kesalahan Chia sejak awal, seharusnya ia menolak karena perasaannya tertuju pada Kal. Perasaan itu sudah muncul ketika ia masih SD, ditambah sekelas dengan laki-laki itu.
"Chi, gue suka sama lo. Lo mau kan jadi pacar gue?" tutur Raldi, menggenggam kedua tangan Chia.
"Chia, gue udah menyimpan perasaan ini sejak lama. Gue nunggu waktu yang tepat. Tapi, gue gak mau ada orang yang maju terlebih dahulu. Lo mau kan jadi pacar gue?" tutur Kal, berdiri tegak dengan perasaan gugup yang melonta-lonta.
Chia memejamkan kedua matanya, lalu mengambil ponsel miliknya. Terlihat jelas dari tampilan layar bahwa ia sedang melakukan panggilan telepon, Raldi.
"Di, jawab." lirih Chia gemas.
Beberapa detik kemudian, Raldi mengangkat panggilan tersebut. "Halo Chi? Tumben nelpon,"
"Gue.. mau bilang.." kata Chia gelagapan.
"Mau bilang apa?" tanya Raldi heran.
"Sebelumnya gue minta maaf, gue udah punya pacar. Jadi, lo jangan ganggu gue lagi, bye." ucap Chia, ia langsung memutuskan panggilannya.
"Chia?!"
Raldi mengerutkan dahi, ia keheranan dengan sikap aneh gadis itu. "Chia beneran udah punya pacar? Kal? Diakan amnesia,"
"Berita terkini, kecelakaan yang mengguncang warga kota terjadi pada malam ini. Jakarta Pusat, Jalan Gerbang Pemuda pada pukul 20.17 WIB. Hari Rabu, 18 Oktober 2017. Dua orang dilaporkan tewas dalam insiden tragis ini, yang melibatkan kecelakaan ini terjadi karena sebuah motor ninja berwarna merah hitam melaju dengan kecepatan tinggi. Akibatnya, kedua pengendara sepeda motor tewas."
"Bukannya itu jalan ke rumah Astha? Motor diakan merah hitam," ucap Raldi menatap heran layar televisi.
Kahya terdiam sejenak menatap layar televisi, "pacarnya Reya mati?"
--<✿>--
Jangan lupa coment, vote [✩], follow.
Salam hangat
Adnan Aqia❤
-Next Chapter-
KAMU SEDANG MEMBACA
A²: KARTALA
FanfictionAdhyastha Dexano, kerap disapa Astha. Sang pengagum gadis apatis yang membencinya. Laki-laki yang menyimpan beribu-ribu luka yang tak pernah sembuh. Hidup Astha hanya seberkas cahaya, sebuah harapan yang mungkin terjadi. Sepertinya tidak, tak ada ka...