[13] Ketika Kepercayaan Hilang

27 13 28
                                    

Tak lama kemudian dokter dengan rambut ikalnya keluar dari ruangan, sambil memegang berkas di tangannya. Adhyastha berdiri tegak, menyapa dokter sambil membungkukkan badannya. Dokter membalas dengan senyum ramah.
  
"Dengan saudaranya?" tanya dokter ramah.
  
"Temannya." jawab Adhyastha sopan.
  
"Kalo boleh tahu keluarga nya ada?"
  
"Keluarga korban sedang di luar negri."
  
"Ohh," sambil mengangguk-angguk, "kalo gitu, boleh anda berbicara sebentar dengan saya?"
  
Adhyastha mengangguk pelan sebagai jawaban, dokter mengajak laki-laki itu ke ruangan miliknya. Setibanya di tempat, Adhyastha dipersilahkan untuk duduk. Dokter itu membuka berkas yang sedari tadi ia pegang, lalu memberikannya pada laki-laki di hadapannya.
  
Adhyastha menerima berkas itu dengan sopan, perlahan membuka dengan perasaan khawatir. Adhyastha membulatkan mata, tentu saja ia terkejut dengan apa yang ia lihat.
  
"Pasien kekurangan darah, karena benturan di kepalanya. Kami sudah melakukan transfusi darah pada pasien. Kalian sudah membawa pasien tepat waktu, dan pasien selamat." kata dokter tersenyum tipis, lantas Adhyastha bahagia mendengarnya.
  
"Tapi—" tambah dokter menggantungkan kalimatnya.
  
Kata yang dikeluarkan itu membuat Adhyastha tak mau mendengarnya. Meskipun satu kalimat, pasti Cale tidak seutuhnya baik.
  
"Cedera kepala membuat pasien mengalami amnesia, fraktur tangan dan tidak terlalu parah." lanjutnya, Adhyastha terdiam. "Itu adalah bukti keadaan pasien." sambil menunjuk ke arah berkas di tangan laki-laki itu.
  
Adhyastha masih tak percaya dengan apa yang ia dengar, rasanya seperti mimpi. Apakah ia tidak bisa menjaga seseorang dengan baik? Meskipun Cale bukan saudara sedarah, tapi dia adalah sahabatnya. Sahabat yang sangat berarti dalam hidupnya, sama seperti Raldi dan Behram.
  
"Pasien jangan melakukan aktivitas yang membuat kondisinya semakin parah,"

--<✿>--

"Apa, Kal kecelakaan?!" tanya Chia terkejut, diseberang sana.
   
"Dia udah di rumah sakit." jawab Agreya.
   
"Kal baik-baik saja kan?"  tanya Chia, khawatir.
   
"Belum ada kabar." jawab Agreya.
   
"Kok bisa sih?"
   
"Gue juga ga tau, Chi."
  
"Gimana kalo kita kesana?"
   
"Udah ada Adhyastha."
  
"Emang kenapa?"
   
"Besok aja kesana, sekarang udah malam." Chia mengangguk pelan.
  
Panggilan telah diakhiri. Chia menggigit jarinya sambil mondar-mandir. Menggaruk kepala yang tak gatal, terpangpang di wajahnya sedang frustasi. Lalu menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.
   
"Kal!" jerit Chia gemas.

--<✿>--

Hujan turun sangat deras dan memberikan ketentraman. Tepat pada hari mereka melaksanakan ulangan tengah semester, kertas itu sedang dibagikan ke setiap murid.
  
Khawatir, gugup, takut, hadir dalam diri mereka. Semua hadir kecuali Cale, ia harus dirawat di rumah sakit untuk beberapa minggu.
 
Waktu mengerjakan telah dimulai, semua tampak serius dengan kertas di hadapannya. Waktu berjalan dengan cepat, Adhyastha tengah tertidur di atas kertas itu.

Posisi meja berjarak setiap orangnya, dengan urutan sesuai absen. Tepat Agreya bersebelahan dengan laki-laki itu, Agreya menatap ke arah laki-laki itu, datar. Bisa-bisa nya dia punya kesempatan untuk tidur di waktu ulangan.

"Pak?" kata Agreya, "Adhyastha tidur."

Pengawas itu melangkah ke arah Adhyastha, lalu menepuk tangannya. Dia terbangun dari tidur nyenyaknya, menatap pengawas dengan wajah bantal. Agreya akui Adhyastha sangat lucu, ingin tertawa namun ia berhasil menahannya.

"Udah beres?" tanya pengawas.

"Apanya?" tanya balik Adhyastha, heran.

A²: KARTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang