[15] Awal Kehancuran

22 13 15
                                    

20 menit sebelum kecelakaan Cale.
  
Cale mengajak Raldi untuk ke lapangan, Raldi hanya menatap punggung temannya dengan kesal.
  
"Kita perlu bicara," kata Cale sambil memutar badannya, menatap Raldi ketus.
  
"Kenapa kita disini?" tanya Raldi heran.
  
"Gue mau lo nyerah," ucap Cale, mengacuhkan pertanyaan laki-laki itu.
  
Raldi mendelik ke arah lain. "Gue gak bakal nyerah,"
  
"Gue gak pernah menghina lo,"
  
"Dia milik gue sejak awal,"
  
"Gue yang pertama kali jatuh cinta,"
  
Ketika sedang melewati lapangan, tak sengaja Adhyastha mendengar pembicaraan temannya.
"Hentikan, kenapa kalian bertengkar?"
  
"Menyerah sekarang juga!"
  
"Gue gak akan pernah menyerah," jawab Cale, tersenyum miring.
  
"Gara-gara cewek? Siapa sih cewek yang kalian rebutin, sampe kalian bertengkar?" tanya Adhyastha kesal.
  
Bukannya segera pulang, mereka malah bertengkar.
  
"Lo gak tau?" tanya Cale menatap Adhyastha tak percaya.
  
"Gue sudah mengutarakan perasaan gue," timpal Raldi.
  
"Gue yang pertama kali mengutarakan perasaan gue," timpal Cale tak mau kalah.
  
"Daripada kalian bertengkar, mending tanyain." sergah Adhyastha memberi solusi.
  
"Chia pasti milih gue," kata Cale menatap Raldi tajam, Raldi tersenyum meremehkan sebagai balasan.

--<✿>--

Tepat pada hari rabu, ujian tengah semester telah selesai. Sekitar jam sembilan hasil ujian akan dipajang di mading, beserta juara setiap kelas.
  
Meskipun malu, itu sudah menjadi hal biasa bagi mereka, kecuali murid baru, seperti kelas sepuluh.
  
Mereka sedang sibuk berprotes, karena takut nilainya jelek. Lain dengan Agreya dan Adhyastha tengah sibuk belajar, hanya mereka saja tidak ikut berkutik sedikitpun. Tidak ada yang berani mengganggu mereka, meskipun suara keributan di kelas sangat mengganggu. Namun, apalah daya—mereka malas berkomen. Alhasil hanya diam dan berusaha untuk fokus.
  
Tiba-tiba Raldi beranjak dari duduknya, dengan ekspresi wajah yang gusar. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Jantungnya berdegup kencang tak karuan, seperti ingin melamar sang pujaan hati.
  
"Gue mau bicara baik-baik sama lo," kata Raldi canggung.
  
Adhyastha tetap fokus belajar, tidak menggubris perkataan Raldi.
  
"Gue mau jujur sama lo," tambah Raldi.
  
"Langsung ke inti, Di." timpal Adhyastha, tetap dengan posisinya.
  
Raldi menelan salivanya sambil menghembus nafas berat, lagi-lagi jantungnya berdegup kencang tak karuan.
  
"Gue…gue pelaku dibalik kecelakaan Kal," ungkap Raldi membuat Adhyastha terdiam.
  
Sontak Adhyastha menatap tajam ke arahnya, dengan tangan kanan perlahan mengepal.
  
Adhyastha tersenyum meremehkan. "Apa lo bilang? Lo gak lagi bercanda kan?"
  
"Gue jelasin dulu, lo jangan marah,"
  
Ini yang ditakutkan Raldi, Adhyastha tidak mungkin marah. Adhyastha bangkit dari duduknya, lalu mengangkat kerah baju laki-laki itu. Satu pukulan berhasil mengenai wajahnya, Adhyastha sangat murka terlihat jelas wajahnya mulai memerah.
  
"Tha, dengerin penjelasan gue dulu," ucap Raldi sambil mengusap darah yang keluar dari pelipis bibirnya.
  
Adhyastha tidak mengontrol amarahnya, hingga akhirnya mereka berkelahi.
  
Agreya dan yang lainnya berjalan mundur, menghindari perkelahian yang sedang terjadi.
  
Raldi terhempas ke dinding, membuat siswa lainnya berteriak histeris. Adhyastha berjalan mendekat ke arahnya, membantu Raldi untuk bangkit.
  
Awalnya Raldi hanya diam saat mendapat pukulan dari temannya, kini ia melawan. Hingga Adhyastha mendapat pukulan dan tendangan dari Raldi.
  
Behram, Juki dan yang lainnya ikut menghentikan perkelahian hebat itu, Behram dan Juki berhasil menahan keduanya.
  
Beberapa detik kemudian, keduanya lepas dan melanjutkan perkelahiannya. Raldi perlahan mengeluarkan pisau dari saku celananya, Adhyastha menatap heran ke arah laki-laki itu. Ditambah teriakan dari penonton, salah satu dari mereka berlari ke luar kelas.
  
"Raldi, Astha, hentikan!" pekik Behram kesal, ia kesulitan menghentikan kejadian itu karena ada sebuah pisau yang digenggaman oleh Raldi.
  
Keduanya mengacuhkan perkataan Behram, Raldi berlari dan siap meluncurkan senjata nya. Namun, Adhyastha berhasil menghindar. Raldi meluncurkan pisau untuk kedua kalinya, hingga melesat dileher Adhyastha. Darah keluar dari leher laki-laki itu, Adhyastha merintih kesakitan sambil memegang luka tersebut.

Untung hanya sebuah sayatan saja, tapi itu cukup menyakitkan.
  
Raldi tersenyum miring menatap nya, Adhyastha menatap tajam ke arah laki-laki itu. Dengan gesit Adhyastha meninju laki-laki dihadapannya.
  
Raldi terhempas ketumpukan meja dan kursi yang sudah berantakan sedari tadi. Suasana kelas saat itu sedang di puncak kekacauan. Adhyastha berjalan mendekat ke arah laki-laki itu, dan siap meninju namun Bu Hana berhasil menghentikan.
  
"BERHENTI!!" teriak Bu Hana, mendadak semua menatap ke arahnya.
  
Pisau yang sedang ia genggam di lempar jauh ke sudut kelas, Bu Hana melihat aksi Raldi.
  
"Apa yang kalian lakukan?!" tanya Bu Hana murka, "mau jadi psikopat? Raldi, Astha ikut Ibu."

"Sisanya kalian beresin kelas, lalu panggil guru mapel." tambah Bu Hana datar, "Astha, Raldi ikut Ibu!" lanjut Bu Hana dengan tegas.

Raldi bangkit dari posisinya, keduanya mengangguk sebagai jawaban dan merapikan pakaiannya.

Bu Hana pergi dari tempat itu diikuti Adhyastha dan Raldi, Adhyastha berdecak sebal sambil mengibas rambutnya dengan kasar.

"Lo bukan lagi temen gue!" gumam Adhyastha, namun terdengar oleh Raldi.

"Gak peduli," jawab Raldi sambil tersenyum miring.

--<✿>--

Jangan lupa coment, vote [✩], follow.

-Next Chapter-

A²: KARTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang