Burung menyapa pagi yang cerah penuh kebahagiaan. Setelah operasi selesai, Adhyastha langsung dibawa ke rumah dan perawatan disana. Kedua orang tuanya hadir untuk merawat Adhyastha, karena tidak mungkin jika Bi Weny sendirian yang merawatnya.
Kedua orang tua Adhyastha tidak tega melihat anaknya berada di rumah sakit. Makanya, mereka merawatnya di rumah dengan fasilitas yang sudah terjangkau. Ditambah Dokter yang akan memantau setiap hari saat menjelang siang.
Adhyastha tengah berbaring di atas kasur dengan tubuh yang kaku, rasanya seluruh tubuh sulit untuk digerakkan. Perban yang dibalut begitu tebalnya membuat Adhyastha risih setengah mati. Dokter menyarankan agar Adhyastha jangan bergerak terlalu aktif. Tapi, makhluk satu ini seperti cacing kepanasan.
Ia kesal karena tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya, ditambah ia sangat merindukan Agreya.
"Mama!" teriak Adhyastha, membuat ketiga insan itu super panik dan menghampirinya.
Mereka membuka pintu dan menatap Adhyastha yang sedang merajuk, lalu mendekat ke arahnya.
"Ada apa Adhi? Mama kaget loh,"
"Sakit Ma!" lirih Adhyastha.
"Makanya jangan banyak tingkah," timpal Izyan sedikit tegas.
"Anak satu-satunya. Tapi, bikin susah." cerca Diana, Mama Adhyastha.
Adhyastha menghembus nafas pelan mendengarnya, "Adhi pengen buah kelengkeng sama durian,"
"Ya udah, tunggu. Bi Weny yang beli," jawab Diana datar.
Adhyastha menggelengkan kepala, "Jangan Bi Weny, sama Mama aja."
"Siap Tuan," ucap Diana lemah lembut.
"Bi?" panggil Izyan, "Tolong kasih tahu kepala sekolah, Adhyastha izin gak masuk. Tadi saya mau bilang tapi lupa, sekarang saya mau antar Diana beli buah. Bibi tolong jagain dulu Adhi, ya."
"Siap Tuan," ucap Bi Weny semangat, "Tuan Adhi suka durian montong, ntar bilang aja mau beli durian montong gitu."
"Durian montong?" tanya Diana heran, Bi Weny mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Iya Ma, durian montong." timpal Adhyastha sambil tersenyum tipis.
"Ya udah, Mama berangkat dulu sama Papa. Inget, jangan nyusahin Bi Weny," ucap Diana, menatap awas Adhyastha.
Adhyastha tersenyum tipis sebagai jawaban, orang tuanya telah berlalu pergi untuk membeli buah. Bi Weny langsung mengerjakan tugas rumah hariannya, kini Adhyastha ditinggal sendirian di kamar yang begitu luas.
"Reya, lo tau gak gue lagi sakit? Sakit parah sih, badan gue gak bisa gerak kecuali kepala. Lo bakal jenguk gue gak, ya?" lirih Adhyastha, sambil menghembus nafas pelan.
--<✿>--
"Pengumuman-pengumuman, kepada seluruh murid SMA Domino 143. Saya selaku kepala sekolah akan memberikan sebuah informasi tentang teman kalian yang mengalami kecelakaan."
"Adhyastha Dexano dari kelas sepuluh Ipa, mengalami kecelakaan hebat yang membuatnya fraktur bagian tangan dan kaki. Sehingga Adhyastha tidak bisa melakukan aktivitas seperti sediakala."
"Mohon kerjasamanya untuk membantu mendoakan teman kalian agar lekas sembuh dari frakturnya. Sekian informasi pagi ini, terima kasih dan selamat belajar."
Satu sekolah sudah dibuat gentar dengan pengumuman itu, mereka sampai terbelalak dan tidak menyangka dengan informasi yang disampaikan oleh kepala sekolah.
"Tuh kan, Chi. Astha," lirih Kae, Chia tersenyum tipis lalu mengelus punggung gadis itu.
Agreya sama sekali tidak terusik dengan pengumuman itu. Bahkan saat Kahya memberi tahu Kakaknya tentang kecelakaan tragis itu, Agreya sama sekali tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
A²: KARTALA
FanfictionAdhyastha Dexano, kerap disapa Astha. Sang pengagum gadis apatis yang membencinya. Laki-laki yang menyimpan beribu-ribu luka yang tak pernah sembuh. Hidup Astha hanya seberkas cahaya, sebuah harapan yang mungkin terjadi. Sepertinya tidak, tak ada ka...