"Adhi, nih durian sama kelengkeng!" teriak Diana sambil mengeluarkan buah dari kantong plastik.
"Bawa kesini Ma!"
Izyan mengambil durian dan memberikannya pada Adhyastha, diikuti Diana membawa segelas air putih.
"Kelengkeng nya mana?" tanya Adhyastha heran.
"Disimpan di dapur, sekarang makan durian dulu," jawab Izyan sambil memotong buah durian.
"Papa sama Mama lama banget belinya," protes Adhyastha yang sudah menunggu setengah jam yang lalu.
"Kita beli stok makanan, soalnya udah mau abis." jawab Diana sambil mengecek suhu tubuh anaknya, Adhyastha hanya tersenyum tipis sebagai jawaban.
"Demamnya sudah turun?" tanya Izyan, Diana menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Awet banget demamnya, cuman turun tiga derajat." tambah Diana sambil menghembus nafas berat.
"39,6 derajat Celsius?" tanya Izyan tak percaya.
"Dia demam tapi wajahnya biasa aja, kayak gak demam Pa." protes Diana.
"Termometer nya rusak kali," timpal Izyan.
"Baru Pa, dokter yang kasih waktu malam."
"Coba cek lagi,"
Diana mengecek ulang suhu tubuh Adhyastha, hasilnya hanya turun satu derajat. Diana mengelus kepala anaknya sambil menatap penuh kekhawatiran.
"Adhi, kamu lagi banyak masalah? Setelah pindah sekolah, ada yang ganggu kamu gak?" tanya Diana, Adhyastha terdiam beberapa detik membuat mereka sangat khawatir.
"Ada," jawab Adhyastha, "masalahnya Adhi kepikiran Reya, itu yang membuat Adhi terganggu." sambung Adhyastha membuat keduanya keheranan.
"Reya?" tanya keduanya serentak.
Adhyastha mengangguk pelan, "Cewek yang Adhi suka."
"Ya Tuhan, kamu masih kecil." protes Diana gemas.
"Apa yang kecil Ma?" tanya Adhyastha bingung, "punya Adhi udah gede."
Diana menepuk keningnya, karena tidak menyangka dengan ucapan yang dikeluarkan oleh anaknya.
"Udah Ma, mendengar itu-Adhi udah gede." ucap Izyan tersenyum canggung.
"Bener loh Pa, punya Adhi udah gede."
"Udah lupain aja, nih makan dulu duriannya." ucap Izyan sambil menyuapi Adhyastha.
"Pa yang bener nyuapinnya, jadi belepotan tuh." protes Diana, Izyan hanya tertawa melihatnya.
Adhyastha hanya terdiam tidak protes, yang penting durian sudah masuk ke dalam perutnya. Masalah wajah belepotan, nanti juga bisa dilap.
--<✿>--
Saat Bu Hana sedang menjelaskan, lonceng berbunyi membuat ia terdiam pasrah dan mengakhiri pembelajaran. Setelah Bu Hana pergi dari ruangan itu, sebagian murid keluar dari kelas menuju kantin.
Raldi terus menatap Nio dengan canggung, seperti ingin mengatakan sesuatu. Nio yang belum menyadari karena sedang asik memainkan game, Raldi berdehem agar mengalihkan Nio dari ponselnya. Ternyata dengan cara itu, Nio sama sekali tidak menoleh.
"Nio?" panggil Raldi.
"Hm?" lirih Nio tanpa melirik temannya.
"Setelah pulang sekolah, jenguk Astha," ucap Raldi canggung.
Nio tidak menjawab, ia asik memainkan game.
"Nio!" panggil Raldi sambil menepuk bahu temannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/245061485-288-k437912.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A²: KARTALA
Hayran KurguAdhyastha Dexano, kerap disapa Astha. Sang pengagum gadis apatis yang membencinya. Laki-laki yang menyimpan beribu-ribu luka yang tak pernah sembuh. Hidup Astha hanya seberkas cahaya, sebuah harapan yang mungkin terjadi. Sepertinya tidak, tak ada ka...