[31] Malapetaka

35 10 19
                                    

"Itu yang sebenarnya Kak, gue gak pernah menyembunyikan sesuatu dari Kakak."

"Bohong!" cerca Awan tak percaya sambil menggelengkan kepalanya.

"Kak?" lirih Agreya, menggenggam tangan kanan Awan. "Reya udah gila! Mungkin suatu saat nanti gue gak ada selamanya,"

Awan menatap Agreya keheranan, "Apa maksud lo?"

"Gue gak bakal bertahan lebih lama lagi,"

"Mungkin beberapa bulan ke depan atau-"

"Apa maksud lo Reya!"

--<✿>--

Satu tahun yang lalu.

"Apa keputusan lo?" tanya Awan pada Chia tanpa ekspresi.

Chia masih menundukkan kepala dan tidak langsung menjawab pertanyaan Awan. Laki-laki itu hanya bisa menghela napas, agar tetap berperilaku sabar menghadapi sosok di hadapannya. Detik kemudian, Awan menelan salivanya sambil mengangkat wajah Chia secara perlahan.

"Tatap mataku, honey!" pinta Awan lirih, perlahan Chia menatap kedua mata laki-laki itu.

"Kamu memilih aku atau Kal?" tanya Awan.

Chia tak mampu menjawab pertanyaan itu, ia hanya bisa menelan salivanya. "Aku...dan Kal... sudah putus, dia... yang mengingin...kannya."

Awan tersenyum miring mendengarnya, "Lalu? Apakah aku juga akan melanjutkan hubungan ini? Kamu tidak tahu aku? Tidak mungkin aku menerima kamu sebagai pacar setelah apa yang kau perbuat? Kamu egois Chia!!"

Chia benar-benar terkejut dengan cercaan Awan padanya, "Apa maksud Kakak? Apa Kakak ingin putus?"

"Aku tidak mengatakan itu," lirih Awan menghela napas panjang. "Aku masih mencintaimu, tapi...aku kecewa."

"Jika Kakak menginginkan hal itu, Chia siap menerima keputusannya."

Awan mengusap kedua pipi Chia perlahan, "Honey? Kita tidak akan pernah berpisah,"

"Tapi, aku tidak akan selalu disisi mu. Aku akan pergi ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan di sana, aku akan tetap berusaha untuk bertemu dengan mu."

"Apa Chia boleh ikut?" tanya Chia.

Awan tersenyum tipis mendengarnya sambil menggelengkan kepala menanggapinya, "Kamu di sini harus belajar yang rajin, setelah lulus aku akan melamarmu."

"Serius? Janji?" tanya Chia antusias.

Awan mengangguk cepat menanggapinya, "Kita habiskan waktu bersama, sebelum aku pergi meninggalkanmu."

"Apa kamu mau ke mall?" tanya Awan.

Chia membalas dengan anggukkan yang antusias sambil tersenyum menatap sosok di hadapannya penuh kebahagiaan.

Sederhana bukan?

--<✿>--

Apakah kalian mengingat saat terakhir Raldi menelpon Ersya? Tiga hari setelahnya, tepat pada hari Senin mereka kedatangan murid baru, Ersya Fransisco. Tentu saja, Raldi, Adhyastha dan Nio tak menyangka akan kedatangannya yang tiba-tiba itu. Apakah pertarungan akan dimulai?

Sepertinya tidak, Ersya malah menyapa Adhyastha dengan sangat ramah seperti tak ada dendam di dalam dirinya.

"Hai Adhi! Sudah lama kita tak berjumpa, teman." ucap Ersya tersenyum ramah.

Adhyastha hanya menatap laki-laki itu dengan tatapan tajam, sebenarnya apa yang lo mau dari gue? Dengan membunuh apa tidak cukup?

Lagi-lagi Ersya tersenyum lalu berjalan beberapa langkah dan menatap gadis yang ia kenal, Agreya.

"Hai Reya!" sapa Ersya.

Agreya sedang mencerna saat itu, lalu menjawab sapaan tersebut. "Hai, Ersya."

Ersya tersenyum tipis menanggapinya, "Semoga kalian berteman baik," ucap Ersya pada Adhyastha dan Agreya.

Ersya langsung berjalan menghampiri meja miliknya, tepat di belakang mereka yang terhalang dua meja. Adhyastha menghela napas panjang, dia mengira laki-laki itu akan duduk tepat di belakangnya ternyata tidak dan itu membuat Adhyastha sedikit tenang.

Kenapa Aran tahu Adhi sekolah di sini? Siapa yang memberitahu keberadaannya? Apa ia lebih pintar dari hacker perusahaan? Apa yang sebenarnya terjadi? batin Nio bertanya-tanya.

Usai pelajaran pertama selesai, seperti biasa semua murid mengunjungi kantin untuk beristirahat dan makan. Di dalam ruangan itu hanya Adhyastha, Ersya, dan Raldi. Mereka terlihat sibuk dengan aktivitas masing-masing, tanpa mengkhawatirkan perut yang sudah keroncongan sedari tadi. Dengan sigap Raldi berjalan menghampiri Adhyastha, untuk mengajaknya makan. Akan tetapi, laki-laki itu menolak ajakannya.

Ersya yang menyadari kejadian saat itu langsung berkata, "Bareng yuk?"

Raldi menatap Ersya dengan tatapan datarnya, "Gue gak ngajak lo!"

"Santai bro, kita baru bertemu. Gue belum kenal sama lo," ucap Ersya tersenyum tipis, namun menyeramkan. "Gue Ersya Fransisco anak dari Faraan Fransisco." sambung Ersya sambil berjabatan dengan Raldi.

"Gak usah so ramah!" cela Raldi sambil menghempas tangan Ersya dengan kasar.

Adhyastha berdecak sebal lalu beranjak dari duduknya, "Berisik!" pungkasnya lalu pergi meninggalkan tempat itu.

Mereka hanya menatap kepergian laki-laki itu, tiba-tiba Ersya menatap ke arah Raldi.

"Jaga ucapan lo itu, lo gak tahu apa akibatnya." tindas Ersya menatap tajam sosok di hadapannya.

"Gue gak takut sama lo,"

"Misi lo belum berakhir, selesaikan misi itu sebelum gue menghancurkan keluarga lo."

"Kenapa lo datang ke sini?" tanya Raldi tegas.

"Jangan pura-pura tidak tahu, dendam dan tugas gue belum terselesaikan. Oleh karena itu, gue datang ke sini untuk menyelesaikan dendam masa lalu gue dengan Adhi."

"Sebenarnya apa dendam lo sama Astha?!"

"Lo tanya aja sama Adhi, mungkin dia tahu jawabannya." jawab Ersya tersenyum tipis lalu berjalan meninggalkan tempat itu sambil bersiul.

"Gila lo? Gak ada kerjaan banget selain ganggu orang!"

Ersya menghentikan langkahnya saat mendengar umpatan Raldi, "Coba pikirkan kembali perkataan lo itu!" ucap Ersya penuh penekanan.

Hanya seorang diri di dalam ruangan itu, rasanya ia ingin meninju Ersya hingga bertubi-tubi. Ia benar-benar kesal padanya, manusia kejam seharusnya mati saja dan jangan mengusik kehidupan yang tenang.

Apa hubungan Raldi dan Aran?

--<✿>--

Jangan lupa comment, vote [✩], follow.
See you🤗

-Next Chapter-

A²: KARTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang