Galau

33 5 0
                                    

Ternyata benar...menyambung silahturahmi itu bisa melapangkan rejeki. Untung waktu itu Saodah bertemu dengan Panji, teman SD nya. Yah...insiden tidak menyenangkan sempat terjadi sih gara-gara ulah provokator yang sampai saat ini pun Saodah belum tahu siapa. Bahkan setelah ditanyakan, Somad pun tidak tahu. Yang pasti bukan Bu Tedjo lah. Karena Bu Tedjo yang itu hanya ada di film “Tilik”. Menurut Somad, foto itu ditemukannya di teras.

Awas saja kalau ketemu, batin Saodah geram. Cabe rawit sekilo cukup kali buat nyumpalin mulut orang itu supaya kapok nggak mengganggu rumahtangga orang.

“Jangan pakai cabe, Mak,” komentar Arum setelah mendengar cerita Saodah. Arum penasaran kenapa waktu itu wajah Somad terlihat gusar dan menyuruh anak-anak menyingkir dari rumah seolah-olah akan ada badai besar di rumah mereka. Ternyata bapaknya termakan hasutan provokator melalui sebuah foto.

“Trus...pake apa dong?”

“Lemparin bunga aja,” jawabnya cuek.

“Provokator kok dilemparin bunga. Keenakan dia. Ntar dikirain Emak ngefans lagi sama dia. Iiih...amit-amit deh.”

“Iya..lemparin bunga aja, Mak. Tapi sama potnya sekalian. Noh....pake pot Gelombang Cintanya Emak yang paling gede.” Tunjuk Arum pada pot paling besar yang ada di halaman rumah mereka yang minimalis.
Saodah tertawa.

Wuih...ternyata Arum jauh lebih sadis dari dirinya kalau lagi marah.

Nah..kalau reaksi Bagas beda lagi setelah mendengar penjelasa Saodah tentang insiden di rumah mereka sore tadi. Dengan kalem Bagas cuma berharap Emaknya diberi kesabaran menghadapi itu semua.

“Itu doang?” tanya Saodah tak percaya.

“Ya..kalau Bagas doanya semoga Emak diberi kekuatan kasihan yang ngasih foto itu ke Bapak, Mak.”

“Kasihan kenapa?”

“Ntar dia mental ke luar bumi kena tonjokannya Emak yang sekuat Thor.”
He..he..ada-ada saja.

Walaupun masalah sudah selesai, Saodah tetap menasehati Panji.

“Harusnya waktu itu Ayang bebeb jangan langsung marah-marah, apalagi sampai gebukin si Panji. Ihh..Ya Allah. Kasihan tau lihat muka Panji yang jadi nggak mulus lagi akibat kena bogem mentah Abang,” Saodah terihat sedih.
“Lagian Ayang main marah-marah aja. Harusnya belajar tuh sama Yu Ning di film Tilik. “Berita seko internet ki yo kudu dicek sek, ora ming waton dilek wae.” Artinya berita internet itu harus dicek dulu. Jangan ditelan mentah-mentah. Kalau istilah kerennya saring dulu lah sebelum sharing. Atau kalau kata pak ustad yang sering ceramah di pengajian ibu-ibu itu “tabayun”. Kasihan kan kalau orang yang polos kayak Odah jadi sasaran fitnah. Udah capek-capek bantuin suami cari duit, eh...malah dituduh selingkuh. Apalagi si Panji, niatnya hanya ingin bantuin teman, eh...mukanya malah bonyok. Untung si Panji nggak ngambil hati dan tetap ikhlas bantuin Odah.”

Somad mendengarkan nasihat Saodah tanpa banyak protes. Somad sadar, dirinya juga salah. Kalau sudah dinasihatin gini apalagi sambil dielus-elus, Somad langsung takluk. Nurut apapun kata Saodah. Apalagi yang dikatakan Saodah benar.

“Tapi, Bang.... Kalau baru bertemu satu teman SD saja pelanggannya sudah bertambah sebanyak ini. Bagaimana bila dia bertemu dengan semua teman SD, SMP, dan SMA ya??” Saodah langsung membayangkan sedang mandi uang di bathtub. “Apalagi kalau ditambah teman SD, SMP, dan SMA nya Abang ya,” khayal Saodah.

Ketika khayalan itu jadi kenyataan, dan promosi yang dilakukan, baik melalui mulut ke mulut, media sosial maupun brosur yang dibuat oleh Panji mulai terlihat hasilnya. Saodah mulai kelimpungan.
Seperti sekarang, saat lagi  menggosok di rumah ketiga yang didatanginya hari ini, suara Babang Lee Min Hoo terdengar kembali dari ponselnya.

Keluarga GokilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang