Lelah

26 3 0
                                    

Keputusan menerima Ratih sebagai karyawan memang menambah kinerja dan produktivitas usaha Gokil yang dikelola Saodah bersama keluarga kecilnya. Setidaknya, mereka sangat terbantu untuk menangani pelanggan yang mengantar langsung gosokan ke rumah.

Ratih juga sangat gesit, kerjaannya cepat dan rapi. Selain itu, gaya menggosoknya unik. Supaya kerjaannya cepat selesai, Ratih selalu menggosok diiringi musik beat.

Hari ini gosokan yang diantar ke rumah lumayan banyak. Menatap banyaknya pakaian yang menjadi bagiannya, Ratih menarik nafas panjang layaknya orang sedang meditasi.
“Mbak...ngapain?” tanya Arum melihat Ratih yang bukannya mulai menggosok, malah diam di depan setumpuk pakaian yang akan digosoknya.
“Ssstt...,” Ratih memberi kode agar Arum tidak mengganggunya. Arum pun diam.

Tiba-tiba Ratih membuka mata, diiringi lagu Blackpink yang diputar melalui ponselnya, Ratih mulai menggosok sambil jingkrak-jingkak mengikuti irama. Badannya yang bongsor tetap terlihat luwes berlenggak-lenggok layaknya girlband korea sambil tangannya merapikan baju yang mulai digosoknya..

“Ayo, Mba Arum....mulai gosoknya,”ajak Ratih sambil meliuk-liukkan badannya.

“Gini biar ngga bosan Mba Arum. Masa dari dulu gosoknya cuma duduk diam aja. Ngga seru!”
Arum tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan gaya Ratih saat menggosok. “Saya yang biasa-biasa aja deh, Mba gosoknya,” tolak Arum sambil mengusap matanya yang berair karena tidak berhenti tertawa dari tadi.

“Jangan takut mencoba sesuatu yang baru, Mba. Out of the box cara gosoknya.” bujuknya lagi. Beberapa lembar pakaian sudah rapi disampingnya.
Wuih....mantap juga, batin Arum kagum. Musik semakin menghentak, gerakan Ratih semakin cepat.

Ragu-ragu Arum menggikuti gaya Ratih sambil mulai menggosok pakaian yang menjadi bagiannya.

“Mantap Mba Arum,” kata Ratih sambil mengacungkan jempolnya. Arum jadi makin semangat menggosok.
Somad yang baru bergabung jadi ikut-ikutan heboh melihat Ratih dan Arum menggosok sambil mengikuti musik blackpink. Tidak mau kalah, ia pun mencoba menggosok sambil berjoget. Wah...ternyata gosok sambil joget asyik juga, pikirnya.
Jadilah, hari itu mereka menyelesaikan gosokan dengan cepat tanpa merasa lelah. Ternyata, pekerjaan seberat apapun kalau dilakukan dengan gembira jadi terasa menyenangkan.
Jadilah mulai detik itu, mereka menggosok sambil diiringi musik. Karena Ratih penggemar Korea seperti Saodah, jadi lagu pengiring mereka adalah lagu-lagu beat ala Korea. Seminggu masa pendampingan Ratih pun berlalu tanpa kesulitan.

Arum juga sudah mulai menggunakan motor Satrio untuk menerima gosokan keliling setelah segala perlengkapan siap. Kerjasama Arum dan Saodah membuahkan hasil yang lumayan. Langganan pun puas melihat hasil kerja Ibu dan anak ini.

Sayangnya, demi mengais rupiah, Saodah lupa bahwa fisik dan mental pun ada limitnya.  Masalahnya, di kalender mereka tidak ada tanggal merahnya. Apalagi bagi pengusaha jasa gosokan, panen rupiah justru didapat di akhir pekan. Ditambah, saat ini Saodah memang memiliki banyak prioritas keuangan yang harus dicapai. Ia harus memikirkan gaji Ratih, operasional Gokil, membeli kendaraan untuk Satrio karena kendaraannya digunakan sebagai armada baru Gokil, menyiapkan uang untuk biaya kuliah Satrio dan Bagas yang tentunya tidak sedikit, dan tentu saja untuk pengeluaran rutin bulanan. Selain itu, ia juga memikirkan pengembangan usaha Gokil kedepannya. Ia ingin usahanya tidak hanya bermanfaat bagi keluarganya, tapi harapannya bisa menarik lebih banyak lagi orang-orang untuk bergabung bersamanya.

Berbeda dengan Arum yang masih senang-senangnya menjalani perannya sebagai penjual jasa gosok keliling, Saodah mulai merasa lelah. Bekerja tanpa mengenal hari libur membuat fisiknya lelah. Namun, untuk mengambil libur ia pun merasa sayang, mengingat pelanggan mereka sedang banyak-banyaknya.

Akhirnya Saodah tetap menjalani rutinitasnya seolah tidak ada apa-apa.
Saodah lupa pekerjaan yang dijalankan setengah hati hasilnya tidak akan maksimal. Gosokannya memang tetap rapi seperti biasa. Tapi, di rumah,

Saodah jadi lebih sensitif.
“Mak, kok asin banget masaknya,” protes Satrio saat mencicipi sayur sop buatan Saodah malam itu. “Mak mau kawin lagi ya?” tanyanya ngasal.
Saodah langsung melotot. “Nggak usah protes. Kalau ngga suka sana masak sendiri!” jawabnya galak, membuat Satrio diam seribu bahasa.
“Mak lagi PMS ya?”
“Bisa diam ngga?”
“Tapi Mak....”
“Kalau diomongin orangtua tuh jangan jawab.”
“......”
“Kenapa diam?”
“Lah...tadi kata Emak jangan jawab kalau diomongin orangtua,” protes Satrio membela diri.
“Membantah terus ya,” sewot Saodah.

Satrio menepuk dahinya. Aduhh Emak nih kenapa sih, pikirnya. Dijawab salah, ngga dijawab salah juga. Satrio cemberut. Sebelum Satrio menjawab lagi, Arum dan Bagas menendang kakinya sambil menggeleng. Akhirnya, Satrio diam dan memaksakan dirinya makan masakan Saodah.

Makan malam kali itu akhirnya berjalan dalam suasana yang begitu hening. Tak ada seorang pun yang berani bersuara. Sadar dengan mood ibu mereka yang sedang tidak stabil.
“Ayang kenapa? Beberapa hari ini Abang perhatiin marah-marah terus sama anak-anak. Masakan Emak juga ngga seperti biasa,” tanya Somad saat mereka sudah selesai makan.
“Ngga pa-pa,” jawab Saodah singkat.
“Ngga mungkin. Kenapa?” tanya Somad lagi, mengintrogasi.
Saodah menghela nafas panjang. “Odah cuma capek, Bang.”
“Capek gosok keliling?”
“Iya, Bang”
“Ya udah. Berhenti aja.”
“....................”
“Kenapa?” tanya Somad melihat Saodah hanya diam menatapnya.
“Ya ngga mungkin lah, Bang. Pemasukan kita kan asalnya dari gosok keliling itu,” jawab Saodah lagi.
“Tapi Abang serius. Kalau Ayang sudah capek, berhenti dulu sejenak, istirahat. Tubuh juga perlu istirahat. Selama ini Ayang sudah bekerja keras. Abang sadar, beban kerja Ayang yang keliling jauh lebih berat dari Abang yang cuma menerima gosokan di rumah. Kalau di rumah Abang capek bisa langsung tidur di kamar. Kalau Ayang capek di jalan, ngga bisa tidur. Istirahat dulu biar segar, setelah tubuh dan semangat Ayang sudah kembali, di saat itu baru pikirkan kembali apa langkah ke depannya.”
“Odah ngga pa pa, Bang.”
“Ngga perlu bohong. Kita menikah sudah dua puluh tahunan. Melihat emosi Ayang yang tidak terkontrol akhir-akhir ini, sudah jadi alarm kalau Ayang tuh perlu istirahat. Ingat, usaha kita ini mengandalkan tenaga. Kalau fisik kita tidak dijaga, akan jadi sia-sia semua yang sudah kita lakukan hingga saat ini.”

Saodah hanya terdiam meresapi kata-kata suaminya.
“Jangan dihadapi sendiri.

Kalau Ayang capek, tinggal ngomong sama Abang biar gantian Abang yang keliling, Ayang di rumah. Semua bisa dibicarakan. Satrio dan Bagas juga bisa diberdayakan kalau akhir pekan. Kan mereka sekolahnya libur.”
“Memang mereka mau, Bang?”
“Yah...kalau dibujukin pasti mau aja. Apalagi kalau Emaknya yang bujukin. Ayang kan paling bisa kalau bujukin anak.”
Saodah tersenyum.
“Nah...gitu dong. Senyum lagi, jangan cemberut terus. Abang lebih suka lihat Saodah senyum daripada cemberut,” kata Somad sambil menjawil dagu Saodah membuat wajah Saodah merona.

“Besok kita coba bicarakan dengan Satrio dan Bagas,” kata Somad. “Sekarang kita lakukan hal yang lebih menarik saja,” lanjutnya sambil mengerling penuh arti pada Saodah. Saodah paham apa yang diinginkan suaminya hanya bisa tersenyum malu-malu. Saodah baru sadar, kelelahan akibat fokus mencari rupiah membuatnya sering tertidur lebih cepat sehingga kebersamaan yang biasa tercipta sebelum mata terlelap sering terlewatkan.

Besok ia akan mencoba bicara dengan kedua putranya itu. Semoga keduanya tidak menolak, harapnya.




Keluarga GokilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang