Pelanggan Isimewa

26 2 0
                                    

Hari ini Bagas bangun paling awal. Tidak sabar rasanya menunggu datangnya pagi. Seperti orang yang sedang kasmaran, tidur tak nyenyak, makanpun tak lahap. Deg-degan rasanya. Perut seperti melilit, gugup.

Bagas memang selalu merasa seperti itu di pengalaman pertama. Pertama masuk sekolah, pertama ke kebun binatang, pertama kenalan dengan cewek, pertama mimpi basah, pertama kali ujian, pertama kali dikejar orang gila, pertama kali belajar naik sepeda, termasuk hari ini pertama kali beroperasi sebagai gokil.

"Dah...tenang aja. Ngga perlu tegang," kata Saodah menenangkan sambil menyiapkan sarapan. "Ntar kalau sudah dijalani pasti bakal ketagihan. Apalagi kalau sudah lihat anaknya teman Emak yang dulu ditonjok sama Bapakmu. Beuhh...dijamin kalau sudah ketemu pasti pengen ketemu lagi..dan lagi...dan lagi," sambung Saodah provokatif.

“Om Panji, Mak?”
Mendengar nama Panji disebut Somad yang baru bergabung di meja makan langsung manyun. Somad tidak bisa menjelaskan kenapa hatinya agak panas bila mendengar nama itu disebut. Mungkin karena Panji lebih keren darinya

“Ho..oh.. Ngga bisa dapat Bapaknya, ya...bisa besanan juga alhamdulillah,” lanjut Saodah menggoda Somad yang tambah manyun mendengarnya. Saodah tertawa terbahak melihat reaksi Somad. “Iih...Ayang pagi-pagi sudah manyun aja. Emak cuma becanda. Masa sih sudah punya tiga buntut gini dari Abang masih aja ragu sama cinta Odah.”
Somad masih diam.

Tiba-tiba...Saodah terlihat seperti orang tersengal-sengal. Somad dan Bagas yang melihat langsung panik. Arum dan Satrio yang baru datang juga ikutan panik.
“Beib...kenapa Beib?” tanya Somad sambil menghampiri Saodah.
“Sesak Bang...susah nafasnya,” kata Saodah sambil memegang dadanya.

“Kok bisa?”

“Soalnya..soalnya...separuh nafas Odah ada di Abang,” kata Saodah sambil tertawa.

“Emak ah..ngga lucu. Bikin panik aja,” protes Arum.

“Lebay...,” sambung Satrio

“Bagas jadi sakit perut dengar Emak ngomong gitu. Lebay ah...,” sambung Bagas.

“Biar muka Bapak kalian ngga kusut,” jelas Saodah masih tertawa. “Kalau masih kusut juga, bisa sekalian digosok tuh.”

“Wuih....Emak galak,” Satrio terkekeh.

“Hari ini Bagas ke mana dulu, Mak?” tanya Bagas sambil mengaut nasi.

“Hari ini ada 4 langganan yang sudah janjian dengan Gokil. Semuanya langganan tetap kita. Om Panji, Bu Bedjo, Bu Siregar, sama Bu Kumala. Alamatnya nanti Emak share ke WA Bagas.”
Bagas manggut-manggut.

Setelah sarapan Bagas pun bersiap. Setelah pamit motor Bagas pun melaju membelah jalan Ibu kota yang sudah mulai ramai.

Maklum akhir pekan. Perlu waktu sekitar 45 menit hingga akhirnya sampai di rumah Panji.

Bagas memandang kagum rumah yang ada di hadapannya. Baru lihat pagarnya saja Bagas sudah senang. Sederhana, mungkin jadi terlihat asri karena menggunakan material berbahan kayu dan batu alam. Setelah menghubungi nomor yang diberikan Emak, pagar pun terbuka. Seorang perempuan yang diperkirakan seumuran Emak menyambut Bagas dengan senyuman ramah. Penampilannya modis, dandanannya minimalis ditambah keramahan yang diberikan membuat siapapun senang memandangnya. Mungkin istrinya Om Panji, pikir Bagas.

“Biasanya Saodah yang kesini,” kata Ibu itu.

“Iya tante, sekarang kalau akhir pekan, saya sama kakak yang tugas. Mumpung sekolahnya libur. Emaknya biar bisa istirahat di akhir pekan. Kasihan...nanti Emaknya bisa kurus kalau tiap hari gosok terus,” jawab Bagas sambil tertawa.

Keluarga GokilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang