Persaingan (1)

15 3 0
                                    

Radar pengelihatan ia pertajam, dalam hati Satrio bertanya-tanya ketika melihat sebuah motor bebek bernomor polisi B 1234 WJF tengah terparkir di pelataran sebuah cafe.

"Emak..." desis Satrio. Rasa penasaran akhirnya yang membawa Satrio masuk ke dalam diikuti Tio sobatnya.

Darahnya mendidih, begitu mengetahui yang berada di dalam sebuah cafe adalah Bagas dan bertambah panas saat mengetahui Esti ada pula di situ. Dengan cepat Satrio melangkah mendekati Bagas dan refleks mencengkram krah baju sang adik. Tio berusaha melerai keributan kecil itu.

"Yaelah, ada apa sih Mas?" tanya Bagas terkejut

"Lah, dia malah balik tanya, harusnya Mas yang tanya. Ngapain lo di sini? Katanya tadi mau latihan ngeband. Masa iya ngebend di dalam cafe, hebat bener udah terkenal? Mana pakai motor Emak lagi."

"Ah, sudahlah Mas, Gue lagi malas berdebat, kebetulan aja ada keperluan sebentar di sini. Ini juga udah mau cabut kok," ujar Bagas masih berusaha membela diri. Kini hampir seluruh mata pengunjung cafe melihat ke arah mereka. Esti hanya bisa terdiam sementara Tio buru-buru menyeret Satrio dengan paksa, sebelum petugas keamanan datang dan masalah bisa semakin rumit.

*

Satrio pulang ke rumah dengan wajah masam. Ia merasa tak terima mendapati Esti tengah berduaan dengan Bagas, tapi sebelumnya ia mencari keberadaan Emak hendak mencari tahu kenapa motor bisa dipakai Bagas. Hari ini memang Satrio langsung ke rumah Tio untuk belajar kelompok setelah sebelumnya merayakan ulang tahun Reta, teman sekelasnya di kantin sekolah.

"Emak di mana, Mbak Ratih? Tanya Satrio yang mendapati Ratih tengah serius mengosok baju pelanggan.

"Ada itu, di halaman belakang sama Bapak."

Satrio bergegas menemui Saodah untuk memastikan Emaknya baik-baik saja, ia takut kalau-kalau Emak pulang cepat karena sakit.

"Nggak Sat, memang hari ini pekerjaan Emak selesai agak awal. Alhamdulillah, bisa istirahat dan ngobrol-ngobrol sama Bapakmu," seru Saodah dengan mata berbinar. Satrio menarik nafas lega.

Malam itu Di meja makan, Satrio dan Bagas yang biasanya heboh suka rebutan lauk yang masih tersisa, malam ini masing-masing terlihat lebih banyak diam dan buru-buru menyelesaikan makan. Baik Saodah, Somad maupun Arum ketiganya sama sekali tak menaruh curiga. Kalaupun ada sedikit rasa janggal, mereka pikir keduanya hanya lelah dan ingin cepat istirahat.

Bagas menyadari, cepat atau lambat Satrio pasti akan kembali memberondongnya dengan berbagai macam pertanyaan terkait pertemuan tak di sengaja, di cafe sore tadi. Jadi, sebisa mungkin ia menghindar. Seusai makan Bagas buru-buru masuk kamar.

Satrio yang melihat itu tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia buru-buru berjalan mengekor Bagas. "Ngapain sih Mas? Gue ngantuk mau tidur nih,"

"Heh, dengar jangan banyak alasan. Cepat masuk, Mas mau bertanya sesuatu," bisik Satrio sembari mendorong tubuh Bagas untuk bergegas masuk ke dalam kamar. Sesampainya di dalam. Satrio menatap tajam ke arah sang adik.

"Jelaskan!"

"Apanya yang mau dijelaskan sih Mas, lagian apa hak Mas melarang Bagas. Esti pacar Mas?" jawab Bagas, masih tetap pada pendiriannya untuk tak menjelaskan apa pun.

Satrio yang merasa kalah set, hanya mengeram jengkel. "Oke kalau memang begitu, mulai besok kita bersaing secara sehat. Deal!" Tentu saja tantangan sang Kakak di sambut oleh Bagas dengan senang hati.

"Terus, Dewi gimana Mas?" tanya Bagas, mencoba mencairkan suasana.

"Halah, nggak usah mengalihkan pembicaraan. Lo sendiri gimana sama Mila?" skak mat. Bagas hanya membisu. Pesona Esti, benar-benar telah mengalihkan dunianya.

Esoknya karena hari jumat pulang lebih awal, Satrio menghubungi Esti dan ketiganya menuju tempat pemancingan. Satrio dan Bagas mengendarai motor milik Tio sedangkan Esti meminjam motor salah satu kerabatnya.

"Ayo, semangat kalian berdua, aku duduk di situ ya," ucap Esti sebelum bergabung bersama beberapa penonton lainnya. Sementara Satrio dan Bagas menempati lapak yang di dapat dari hasil undian di pintu masuk.

Bagas beberapa kali merapal doa. Dia ingin menunjukkan kehebatannya sebagai seorang lelaki. Sementara Satrio terlihat lebih tenang. Lima menit kemudian pihak penyelenggara semi-galatama Ikan Mas memberikan aba-aba dimulainya pertandingan. Seluruh peserta yang berjumlah sepuluh orang itu terlihat serius dan bernafsu untuk memenangkan pertandingan.

Berbagai jenis hadiah yang di tawarkan membuat adrenalin bekerja lebih cepat. Bayang-bayang hadiah mulai dari uang tunai, handphone juga kipas angin menjadi penyemangat tersendiri.

Sepuluh menit berlalu seseorang berkaos biru, berhasil mendapatkan seekor ikan mas tentu saja hal itu membuat peserta lainnya seperti kebakaran jenggot. Tak pelak Satrio dan Bagas pun tersulut semangatnya. Tak butuh waktu lama Bagas menyusul, setelah itu Satrio. Saling susul-menyusul dan pagi itu nasib baik berpihak pada Satrio dia keluar sebagai juara dengan perolehan ikan mas terbanyak seberat 20 kg.

Sementara Bagas terpaksa harus gigit jari.

Untuk merayakan kemenangan dengan uang tunai sebesar dua juta rupiah di tangan, Satrio berinisiatif mentraktir Esti dan juga adiknya. Dengan wajah bersungut-sungut Bagas terpaksa mengikuti langkah Satrio yang tengah tertawa bersama Esti di depannya. Jadilah mereka bertiga makan-makan di sebuah rumah makan padang.

"Bagaimana masih meragukan kehebatan Mas mu ini?" bisik Satrio, ketika mereka berjalan ke tempat parkir. Bagas diam tak berkomentar ia mempercepat langkahnya sementara Satrio tersenyum puas dengan berjalan menggandeng Esti.

Sementara Esti tampak menikmati permainan ini.

"Bagus, kedua kakak-beradik ini masih terus berseteru. Ah, dasar bocah... Gampang banget dikibulin."

Sesampainya di rumah. Esti menceritakan perkembangannya memperdaya kedua anak bujang Saodah. Satu langkah maju mengobrak-abrik garda terfavorit gokil.

Selama ini gokil semakin terkenal berkat sosok-sosok muda penuh inspiratif seperti Bagas dan Satrio.

"Ibu, mau tahu gimana reaksi para pelanggan mereka, kalau tahu idola yang mereka elu-elukan selama ini ternyata sama saja seperti pemuda kebanyakan. 'sibuk pacaran'" Gina dan Esti tertawa puas. Besok Gina masih punya rencana lain, tentunya masih bersama Mpok Hindun sebagai pemberi informasi tentang seluk beluk warga rawa buaya dan sekitarnya.

Keesokan Paginya, Gina, Esti dan Mpok Hindun berencana mencicil membeli perlengkapan gokil juga mencetak brosur hingga spanduk.

Saodah menyempatkan untuk menyapu di halaman depan, seusai memasak menu hari ini, oseng kangkung plus telur dadar, kesukaan semua anggota keluarganya. Jalan di depan rumah yang selalu ramai orang lalu lalang. Hingga Saodah di sapa oleh Bude Darmi.

"Wah, jarang kelihatan. Gimana kabar gokil lancar-lancar ya?"

"Alhamdulillah, Bude..." Setelah berbasa-basi Bude Darmi menunjuk ke rumah Gina. Di sana terlihat ada sedikit kesibukan. Mau tak mau Odah yang awalnya cuek, ikut memerhatikan.

Wajah Saodah bak ditampar, di hadapannya kini terpampang nyata sebuah spanduk besar bertuliskan "Gina Gokil. Melayani Dengan Cepat, Terpercaya."

"Apa-apaan ini? Orang baru mau cari ribut," batin Saodah jengkel. Ingin rasanya saat ini juga ia mendatangi perempuan tak tahu diuntung itu dan melabraknya habis-habisan, tapi urung ia lakukan.

"Bismillah saja lah rejeki tak akan pernah tertukar." ujarnya lagi, dalam hati.



Keluarga GokilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang